Jumat, 22 Januari 2010

Merenungkan Hal Yang Dikerjakan Allah


Apakah kasih saya kepada Yesus Kristus sekarang masih meluap-luap seperti pada mulanya,... atau saya telah memilih hikmat manusia diatas kasih sejati kepada-Nya? ... .. Dengan mengingat kembali hal-hal yang diperbuat Allah pada diri saya, seharusnya membuat kita malu dihadapan Tuhan ……. Rasa malu dan hina yang membawa kita pada pertobatan. Demikian renungan hari ini seperti dibawah ini
“Beginilah firman Tuhan, ”Aku teringat kepada kasihmu pada masa mudamu  ....” (Yeremia 2:2).
Apakah saya masih mengasihi Allah seperti dahulu, atau saya hanya berharap Allah mengasihi saya? Apakah segala sesuatu dalam hidup saya membuat hati-Nya bersukacita, atau saya selalu mengeluh karena banyak hal tidak terjadi sesuai dengan keinginan saya?
Seseorang yang telah lupa akan harta kekayaan Allah tidak akan dipenuhi sukacita. Sungguh indah untuk mengenang bahwa Yesus Kristus mempunyai kebutuhan yang dapat kita penuhi - “Berilah Aku minum” (Yohanes 4:7).
Berapa besarkah kasih yang telah saya tunjukkan kepada-Nya minggu lalu? Sudahkah hidup saya mencerminkan nama baik-Nya?
Allah sedang berkata kepada umat-Nya, “Kalian tidak mengasihi Aku lagi sekarang, tetapi Aku ingat akan masa kalian mengasihi Aku dahulu.” Dia bersabda, “Aku teringat... kepada kasihmu pada waktu engkau menjadi pengantin (Yeremia 2:2).
Apakah kasih saya kepada Yesus Kristus sekarang masih meluap-luap seperti pada mulanya, ketika saya berbalik dari jalan saya untuk membuktikan pengabdian saya kepada-Nya? Apakah Dia pernah mendapati saya sedang merenungkan masa lalu ketika saya hanya mempedulikan Dia saja? Masih seperti itukah keadaan saya sekarang, atau saya telah memilih hikmat manusia diatas kasih sejati kepada-Nya? Apakah saya sedemikian mengasihi Dia sehingga saya tidak peduli ke mana pun Dia akan memimpin saya? Atau saya menimbang-nimbang berapa banyak kehormatan yang saya terima untuk pelayanan yang harus saya berikan kepada-Nya.
Sementara saya mengingat kembali hal-hal yang diperbuat Allah pada diri saya, saya mungkin juga mulai menyadari bahwa Dia tidak seperti dahulu dekatnya kepada saya. Bila ini terjadi, saya seharusnya membiarkan rasa malu dan hina yang ditimbulkan perenungan tersebut dalam hidup saya, karena hal itu akan mendatangkan dukacita rohani, dan “dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan...” (2 Korintus 7:10). (My Utmost for His Highest, 21 Januari 2010).

Tidak ada komentar: