Minggu, 31 Januari 2010

Sadarkah Anda Akan Panggilan Anda?

Renungan hari ini (dan besok) merupakan bagian yang sulit – tapi teramat dalam - dari penulisan Chambers. Tapi intinya jelas. Ditekankan bahwa kebaikan manusia, kesucian pribadi, adalah akibat dari penebusan, bukan untuk mendapatkan penebusan. Juga mengungkapkan adanya bahaya bahwa mata kita terpusat pada kesucian pribadi, dan menempatkannya diatas keinginan untuk mengenal Allah, sehingga kita tidak pernah sampai pada realitas sepenuhnya dari penebusan. Lebih lanjut dapat kita ikuti dibawah ini:

Sadarkah Anda Akan Panggilan Anda?

..... dikhususkan untuk memberitakan Injil Allah (Roma 1:1).

Panggilan kita terutama bukanlah menjadi para pria dan wanita yang suci, melainkan untuk menjadi para pemberita Injil Allah. Satu hal yang maha-penting adalah Injil Allah harus dikenal sebagai satu-satunya realitas atau kenyataan yang kekal. Dan realitas ini bukanlah kebaikan manusia, atau kesucian, atau surga atau neraka, melainkan penebusan.

Hal ini dirasakan perlu menjadi kebutuhan utama dari pekerja Kristen masa kini. Sebagai pekerja, kita harus terbiasa dengan pernyataan atau penyingkapan bahwa penebusan adalah satu-satunya realitas. Kesucian pribadi/perorangan adalah akibat penebusan, bukan penyebab (untuk mendapatkan) penebusan. Jika kita menaruh iman kita pada kebaikan manusia, maka kita akan tenggelam bila pencobaan datang.

Paulus tidak menyatakan bahwa dia mengkhususkan dirinya sendiri, tetapi “ketika Allah berkenan, Dia memilih aku...” demikian kata Paulus (Galatia 1:15, NKJV). Paulus tidak secara berlebihan menaruh perhatian atas diri/karakaternya sendiri.

Selama mata kita terpusat pada kesucian pribadi kita sendiri, maka kita takkan pernah sampai pada realitas sepenuhnya dari penebusan. Para pekerja Kristen gagal karena mereka menaruh hasrat atau keinginan pada kesucian mereka sendiri diatas hasrat mereka untuk mengenal Allah. Mungkin ada yang berkata: “Jangan meminta saya untuk dihadapkan dengan realitas penebusan yang kokoh ditengah kecemaran hidup manusia sebagaimana adanya, apa yang saya inginkan adalah apa yang dapat dilakukan Allah bagi saya agar saya menjadi semakin menarik dalam pandangan saya sendiri.”

Berbicara demikian merupakan tanda bahwa realitas Injil Allah belum menyentuh diri saya. Dalam hal seperti itu, tidak ada kerelaan meninggalkan segalanya dan memberikan diri secara sepenuhnya kepada Allah. Allah tidak dapat membebaskan saya selagi minat saya hanya tertuju pada diri atau karakter saya sendiri. Paulus tidak melihat ke dirinya sendiri. Dia sepenuhnya berhenti dan menyerahkan diri, dan dipisahkan oleh Allah untuk satu maksud - memberitakan Injil Allah (Roma 9:3). (My Utmost for His Highest 31 Januari 2010)

Sabtu, 30 Januari 2010

Dilema atau Pilihan Berat dari Kepatuhan


Pengantar.”Benarkah itu suara Tuhan”? Samuel belajar untuk mengenali suara Tuhan. Tapi, sesudah jelas suara Tuhan, Samuel sang pelayan muda itu dihadapkan dengan pilihan berat, menyampaikan firman teguran kepada Eli, yang dia hormati? Bagaimana kita seharusnya bersikap dalam situasi seperti itu? Itulah ingin yang dikemukakan dalam renungan dengan judul Dilema atau Pilihan Berat dari Kepatuhan seperti dibawah ini:

Dilema atau Pilihan Berat dari Kepatuhan
Samuel segan memberitahukan penglihatan itu kepada Eli” (1 Samuel 3:15).
Allah tidak pernah berbicara kepada kita dengan cara yang dramatis (seperti kepada Samuel), tetapi dengan cara yang mudah disalah-pahami. Kemudian kita berkata, “Benarkah itu suara Allah?”
Yesaya berkata bahwa Tuhan berbicara kepadanya “dengan tangan yang kuat” yaitu dengan tekanan situasi yang dialaminya (Yesaya 8:11, NKJV). Tanpa tangan Allah yang berkuasa itu sendiri, tidak ada yang dapat menyentuh hidup kita. Apakah kita mengenali tangan-Nya yang sedang bekerja, atau kita hanya melihat segala sesuatu sebagai rangkaian peristiwa semata-mata?
Biasakanlah untuk berkata, “Berbicaralah, Tuhan”, maka kehidupan akan menjadi menyenangkan (romantis) (1 Samuel 3:9). Setiap kali situasi mengimpit Anda, katakanlah, “Berbicaralah, Tuhan,” dan luangkan waktu untuk mendengar. Teguran/hajaran (dari Tuhan), itu lebih dari sekadar sarana disiplin - itu dimaksudkan untuk mendorong kita berkata, “Berbicaralah, Tuhan.” Kenanglah kembali saat-saat Tuhan berbicara kepada Anda di masa lalu. Adakah Anda mengingat apa yang diucapankan-Nya? Apakah itu berupa Lukas 11:13 atau 1 Tesalonika 5:23? Selagi kita mendengar, telinga kita menjadi semakin peka, dan seperti Yesus, kita akan mendengar Allah berbicara sepanjang waktu.
”Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: "….. bahwa Aku akan menghukum keluarganya (Eli) untuk selamanya karena ................ anak-anaknya telah menghujat Allah, tetapi ia tidak memarahi mereka!” (Samuel 3:13). Tapi, ”Samuel segan memberitahukan penglihatan itu kepada Eli” (3:15). Haruskah saya mengatakan kepada “Eli” saya tentang hal yang ditunjukkan Allah kepada saya? Di sinilah dilema atau letak pilihan berat dari kepatuhan itu. Kita tidak patuh kepada Allah karena menjadi ”berbuat kebaikan bagi orang lain” dan kita berpikir, “Aku harus melindungi ‘Eli”, yang melambangkan orang terbaik yang kita kenal.
Memang (dalam nats) Allah tidak menyuruh Samuel untuk memberitahukan kepada Eli, tapi dia harus memutuskan hal itu sendiri. Pesan Allah kepada Anda, apabila disampaikan, mungkin akan menyakiti ‘Eli’ Anda, tetapi berusaha merintangi penderitaan dalam hidup orang lain akan menjadi rintangan antara jiwa Anda dan Allah. Anda menanggung akibatnya sendiri bila merintangi ”pemenggalan tangan kanan” dan ”pencungkilan mata kanan seseorang” (lihat Matius 5:29-30).
Jangan sekali-kali meminta nasihat orang lain tentang apa pun yang dikehendaki Allah untuk Anda putuskan di hadapanNya. Jika Anda meminta nasihat, maka Anda hampir selalu berpihak kepada iblis. Seperti sikap Paulus, “maka sesaat pun aku tidak minta pertimbangan kepada manusia (Galatia 1:16). (My Utmost for His Highest 30 Januari 2010).

Jumat, 29 Januari 2010

Bagaimana Seseorang (Pelayan) Bisa Begitu Bodoh

BAGAIMANA Seseorang (Pelayan) Bisa Begitu Bodoh? Itulah judul renungan hari ini. Cukup keras. Antara lain mengingatkan apakah ”kita melayani Yesus dengan roh yang bukan Roh-Nya”, kita berbicara dengan kata-kata yang terdengar baik, tetapi roh di balik kata-kata itu adalah roh seorang musuh, melayani dengan menggebu-gebu, tapi menurut cara saya sendiri, untuk kepuasan diri sendiri. Lebih lanjut lihat dalam Notes.


“Siapa Engkau Tuhan?” (Kisah 26:15).
”Beginilah firman Tuhan kepadaku”, kata Yesaya, ”ketika tangan-Nya menguasai aku... (Yesaya 8:11). Firman Tuhan ini menyatakan, tidak ada tempat untuk melarikan diri bila Tuhan berbicara. Dia selalu datang dengan menggunakan otoritas-Nya dan menguasai pengertian kita.
Sudahkah suara Allah mendatangi Anda secara langsung? Jika sudah, Anda tidak akan dapat salah dengan suasana keakraban yang mengiringinya yang disampaikan kepada Anda. Karena Allah berbicara dengan bahasa yang paling Anda kenal - bukan melalui telinga Anda, melainkan rnelalui situasi yang Anda alami.
Allah harus menghancurkan kepercayaan kita terhadap keyakinan atau pendirian kita sendiri. Kita berkata, “Aku tahu bahwa inilah yang harus kulakukan!” - lalu tiba-tiba Allah berbicara dalam cara yang meliputi kita dengan menyingkapkan kebodohan dan ketidak-acuhan kita. Kita memperlihatkan kebodohan kita tentang Dia dalam cara kita membuat keputuskan untuk melayani Dia. Kita melayani Yesus dengan roh yang bukan Roh-Nya, dan menyakiti Dia melalui pembelaan kita terhadap Dia. Kita mengesampingkan tuntutan-Nya dalam roh iblis; kata-kata kita terdengar baik, tetapi roh di balik kata-kata itu adalah roh seorang musuh. ”Akan tetapi Ia berpaling dan menegor mereka” (Lukas 9:55), Yesus menegor murid-murida-Nya karena ada roh lain pada mereka. Roh Tuhan di dalam para pengikut-Nya tertulis dalam 1 Korintus 13.
Adakah saya telah menganiaya Yesus dengan tekad yang menggebu-gebu untuk melayani Dia menurut cara saya sendiri? Jika saya merasa telah melakukan kewajiban saya, namun telah menyakiti Dia dalam cara saya melayani, saya dapat memastikan yang saya lakukan bukanlah kewajiban saya. Cara saya takkan mengembangkan roh yang lemah lembut dan tenang, melainkan hanya roh kepuasan diri sendiri. Kita menyangka bahwa apa pun yang tidak menyenangkan adalah kewajiban kita. Adakah seperti itu Roh Tuhan kita? “Aku suka melakukan kehendak-Mu, ya Allahku (Mazmur 40:9). Itulah seharusnya roh pelayanan kita. (My Utmost for His Highest 29 Januari 2010).

Rabu, 27 Januari 2010

Lihatlah Kembali dan Renungkan


27 JANUARI 2010
Menarik, bahwa ancaman terhadap ”kehidupan Allah dalam diri kita” adalah kekhawatiran, yang dikipas-kipas oleh apa yang disebut oleh Oswald Chambers sebagai setan kecil (little devil) – karena mungkin karena kelihatannya tidak berbahaya! Bagaimana kita bebas dari serbuan ancaman ini? Lebih lanjut dalam renungan hari ini dengan judul "Lihatlah Kembali dan Renungkan":

 “Janganlah khawatir tentang hidupmu (Matius 6:25)
Ada sebuah peringatan yang perlu diulang-ulang,yaitu “kekhawatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan” serta keinginan akan hal-hal yang lain, akan mengimpit kehidupan Allah di dalam kita (Matius 13:22). Kita tidak pernah bebas dari gelombang serbuan ini. Jika serangan garis depan bukan mengenai sandang dan pangan, maka mungkin itu mengenai uang atau kekurangan uang; tentang teman atau tidak adanya teman; atau mungkin dari keadaan sulit. Serangan seperti ini akan selalu datang dan mungkin seperti banjir, kecuali kita mengizinkan Roh Allah mengangkat panji peperangan melawannya.
“Aku berkata kepadamu: Janganlah khawatir tentang hidupmu...” Dengan perkataan tersebut Yesus menekankan agar kita hanya berhati-hati tentang satu hal, yaitu hubungan kita dengan Dia. Akan tetapi, akal sehat kita berteriak keras dan berkata, “Itu konyol, aku harus dong bmemperhatikan bagaimana aku akan hidup, dan aku harus memikirkan apa yang aku harus makan dan minurn”.
Yesus berkata, tidak harus demikian. Jangan sekali-kali berpikir bahwa Dia mengucapkan hal ini tanpa memahami situasi Anda. Yesus Kristus lebih mengetahui situasi kita ketimbang kita sendiri memahaminya, dan Dia melarang kita jangan memikirkan hal-hal ini sehingga menjadi perhatian utama dalam hidup kita. Jika ada berbagai masalah yang bertumpuk dalam hidup Anda, pastikanlah bahwa Anda selalu menempatkan hubungan Anda dengan Kristus di atas semuanya.
Kata Yesus, ”Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari” (Matius 6:34). Berapa banyakkah kesusahan yang telah mulai mengancam Anda hari ini? Lihatlah upaya iblis kecil yang telah mengintai hidup Anda sambil berujar, “Apakah rencanamu untuk bulan depan – atau musim yang adang datang?” Yesus mengatakan agar kita tidak usah khawatir semua hal ini. Lihatlah kembali dan renungkanlah. Arahkanlah pikiran Anda kepada janji ”terlebih lagi” dari Bapa surgawi Anda (Matius 6:30).(My Utmost for His Highest 27 Januari 2010).

Selasa, 26 Januari 2010

Pandanglah Pada Allah

Membiarkan “kekhawatiran dunia ini” masuk dalam pikiran kita dan melupakan janji “terlebih lagi’ dari Bapa surgawi, seperti disebutkan dalam Matius 13: 22, merupakan pikiran yang tidak hormat pada Firman Tuhan. Hal ini dapat mengakibatkan kita surut dalam persekutuan dengan Tuhan. Seharusnya bagaimana, kita ikuti dalam renungan hari ini: “Pandanglah pada Allah”



Jadi jika demikian Allah menandani rumput di ladang.. tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu?” (Matius 6:30).

Pernyataan Yesus yang sederhana selalu menjadi teka-teki bagi kita karena kita tidak bersikap sederhana. Bagaimana kita dapat memperoleh kesederhanaan Yesus agar kita dapat memahami Dia?

Dengan menerima Roh-Nya, mengenal dan mengandalkan Dia, serta mematuhi-Nya ketika Dia membawa kita kepada kebenaran firman-Nya, hidup akan menjadi sederhana namun mengagumkan.
Yesus meminta kita merenungkan bahwa “jika demikian Allah mendadani rumput di lading” betapa “terlebih lagi” Dia akan mendandani Anda, asalkan Anda tetap menjalin hubungan yang benar dengan Dia. Setiap kali kita surut atau mundur dalam persekutuan kita dengan Allah, itu karena kita mempunyai pemikiran yang sangat tidak patut, tidak hormat, merasa lebih tahu daripada Yesus Kristus. Kita telah membiarkan “kekhawatiran dunia ini” masuk (pikiran kita) (Matius 13:22), dan melupakan janji “terlebih lagi’ dari Bapa surgawi.

“Pandanglah burung-burung di langit...” (Matius 6:26). Tugas burung-burung tersebut ialah mematuhi naluri yang telah diberikan Allah dan Allah menjaga mereka. Yesus berkata bahwa bila Anda mempunyai hubungan yang baik dengan Dia dan mematuhi Roh-Nya (dalam diri Anda), maka Allah akan memelihara Anda.
“Perhatikanlah bunga bakung di ladang. ..“ (Matius 6:28). Mereka tumbuh di lahan tempat mereka ditanam. Banyak di antara kita menolak untuk tumbuh di tempat Allah menempatkan kita. Oleh karena itu, kita tidak berakar sama sekali.

Yesus berkata jika kita mematuhi Allah, maka Dia akan mengurus semua hal yang lain. Berdustakah Yesus kepada kita? Apakah kita sedang mengalami “terlebih lagi’ yang dijanjikan-Nya itu?

Jika tidak, itu karena kita tidak mematuhi Allah dan mengusutkan hari kita dengan dengan pikiran-pikiran yang membingungkan dan mencemaskan. Berapa banyak waktu yang terbuang menanyakan Allah pertanyaan yang bodoh tanpa arti, padahal seharusnya kita sepenuhnya memusatkan perhatian pada pelayanan kita bagi-Nya?

Pengudusan adalah tindakan memisahkan diri (saya) secara terus-menerus dari segala sesuatu selain yang ditetapkan Allah untuk dilakukan. Hal itu bukanlah suatu pengalaman sesaat melainkan proses yang terus berlangsung. Apakah saya terus-menerus memisahkan diri sambil memandang kepada Allah setiap hari dalam hidup saya? (My Utmost for His Highest, 26 Januari 2010).

Senin, 25 Januari 2010

Memberi Tempat Kepada Allah


Saya pikir bertapa sering kita mempunyai keinginan yang sepertinya baik tapi salah: mengharapkan Allah datang dengan cara-cara yang kita kehendaki. Menurut renungan hari ini, bagian kita adalah memberi tempat seluas-luasnya bagi Allah. Allah-lah yang memutuskan cara bagaimana Dia datang! Lebih jauh kita ikuti renungan dibawah ini.





”..sewaktu Allah... berkenan”   (Galatia 1:15).
Sebagai hamba-hamba Allah, kita harus memberi tempat bagi Dia - memberi tempat yang cukup luas bagi Allah. Kita merancang, memperhitungkan dan memperkirakan terjadi ini-itu, tetapi kita lupa untuk memberi tempat bagi Allah agar Ia dapat masuk seperti yang dikehendaki-Nya.
Akankah kita terkejut jika Allah masuk dalam kebaktian kita atau dalam pemberitaan firman kita dengan cara yang tidak pernah kita duga atau harapkan? Janganlah berharap Allah datang dengan cara khusus, melainkan Dia sendirilah yang kita cari (bukan cara). Cara kita memberi tempat kepada-Nya dalam mengharapkan Dia datang, itulah yang penting, bukan mengharapkan Dia datang menurut cara tertentu menurut kemauan kita.
Tidak jadi soal seberapa baik kita mengenal Allah, pelajaran besar yang harus dipelajari adalah bahwa Allah dapat datang setiap saat. Kita cenderung mengabaikan unsur dadakan ini,  namun Allah tidak pemah bekerja dengan cara lain. Taunya, tiba-tiba saja Allah menemui hidup kita - “...sewaktu Allah... berkenan...”
Peliharalah hidup Anda agar senantiasa berhubungan dengan Allah sedemikian rupa, sehingga kuasa-Nya yang mengejutkan itu dapat menerobos setiap saat. Hiduplah selalu dalam pengharapan, dan sediakanlah tempat bagi Allah untuk masuk sebagaimana Dia memutuskan sesuai kehendak-Nya. (My Utmost for His Highest 25 Januari 2010).

Minggu, 24 Januari 2010

Maksud Allah Bagi Hidup Kita

Renungan hari ini dalam teks aslinya berjudul God’s Overpowering Purpose, yang secara bebas dapat diterjemahkan sebagai maksud Allah yang kepadanya kita diminta tunduk. Bahkan Paulus menggunakan kata-kata yang menarik untuk menegaskan hal tunduk tersebut: “tidak pernah tidak taat”. Mengapa dan bagaimana ia (Paulus) ”tidak pernah tidak taat”. Renungan ini mengajak kita belajar dari Paulus ditundukkan oleh dan tunduk pada maksud Tuhan.




“Aku menampakkan diri kepadamu untuk menetapkan engkau menjadi pelayan dan saksi tentang segala sesuatu yang telah kaulihat dari pada-Ku dan tentang apa yang akan Kuperlihatkan kepadamu nanti (Kisah Para Rasul 26:16)

Penglihatan atau visi yang diperoleh Paulus dalam perjalanan ke Damsyik bukanlah suatu pengalaman emosional sepintas begitu saja, melainkan penglihatan yang memberikan petunjuk yang jelas dan tegas kepadanya. Tentang hal itu Paulus menyatakan, “Kepada penglihatan yang dari surga itu tidak pernah aku tidak taat” (Kisah Para Rasul 26:19). Tuhan kita sebenarnya berkata kepada Paulus, “Seluruh hidupmu itu Kukuasai; engkau tidak mempunyai apa pun kecuali tujuan, cita-cita dan maksud-Ku.” Dan kepada kita, Tuhan juga berkata, “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi .... (Yohanes 15:16).

Ketika kita dilahirkan kembali, bila kita benar-benar rohani, kita mempunyai penglihatan mengenai rencana yang Yesus ingin diwujudkan dalam hidup kita. Adalah teramat penting bagi saya untuk belajar selalu untuk tidak pernah tidak taat kepada penglihatan surgawi itu - untuk tidak meragukan bahwa hal itu dapat dicapai.
Tidaklah cukup untuk memberikan persetujuan akali bahwa Allah telah menebus dunia, dan bahkan tidak cukup untuk mengetahui bahwa Roh Kudus dapat mewujudkan semua perbuatan Yesus menjadi kenyataan dalam hidup saya. Saya harus mempunyai landasan hubungan pribadi dengan Dia.

Kepada Paulus tidak diberikan suatu amanat atau doktrin untuk diumumkan. Tapi dia dibawa kepada suatu hubungan yang hidup, yang pribadi dan hubungan yang tunduk pada Yesus Kristus. Kisah Para Rasul 26:16 menjelaskannya dengan sangat tegas, “...menetapkan engkau menjadi pelayan dan saksi...” Hal ini tidak mungkin terjadi tanpa adanya hubungan pribadi. Paulus mengabdi kepada seorang Pribadi, bukan kepada suatu alasan tertentu. Dia sepenuhnya, mutlak, milik Yesus Kristus. Paulus tidak memandang apa pun yang lain dan tidak hidup bagi siapa pun yang lainnya. Seperti dikatakannya: “Aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan” (1 Korintus 2:2). (My Utmost for His Highest, 24 Januari 2010).

Sabtu, 23 Januari 2010

Diubahkan dengan Memandang Kemuliaan-Nya


SALAH SATU yang menjadi penekanan renungan hari ini adalah bahwa sifat atau karakter utama yang dapat ditampilkan seorang Kristen adalah keterbukaan penuh dihadapan Allah, membiarkan Roh-Nya memenuhi kita, dan mengubahkan kita. Gaya hidup yang terburu-buru akan mengganggu hubungan kita di dalam Dia dan hal ini mudah terjadi dan harus selalu diwaspadai. Selengkapnya seperti dibawah ini dengan judul Diubahkan dengan Memandang Kemuliaan-Nya. 



“Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu …. kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya” (2 Korintus 3:18)

Kata “gambar-Nya” dalam ayat diatas dalam bahasa Inggris (KJV) “citra Allah”.
Sifat atau karakter utama yang dapat ditampilkan seorang Kristen adalah keterbukaan penuh yang tidak terselubung dihadapan Allah, yang membiarkan kehidupannya menjadi cermin bagi orang lain. Bila Roh memenuhi kita, kita diubahkan, dan dengan memandang Allah, kita menjadi cermin.
Anda selalu dapat mengetahui bila seseorang telah memandang kemuliaan Tuhan, karena roh Anda dapat merasakan bahwa dia mencerminkan sifat Tuhan sendiri.Waspadalah akan apa pun yang akan menodai cermin yang ada dalam diri Anda. Hampir selalu, sesuatu yang baik yang akan mencemarinya - sesuatu yang baik, tetapi bukan sesuatu yang terbaik.
Hal yang terpenting bagi kita adalah terus menjaga agar hidup kita terbuka bagi Allah. Biarlah semua hal yang lain termasuk pekerjaan, sandang dan pangan ”disimpan” saja. Kesibukan dalam banyak hal akan mengaburkan pemusatan perhatian kita kepada Allah. Kita harus berusaha agar tetap memandang Dia, sambil memelihara hidup kita sepenuhnya selalu rohani. Biarkan semua hal lain datang dan pergi semaunya; biarkan orang lain mengecam kita sekehendak hatinya; namun jangan sekali-kali mengaburkan hidup yang “tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah” (Kolose 3:3). Jangan sekali-kali membiarkan gaya hidup yang terburu-buru mengganggu hubungan Anda tetap di dalam Dia. Hal ini mudah terjadi, tetapi kita harus berjaga terhadapnya. Pelajaran tersulit dalam kehidupan Kristen adalah belajar untuk terus-menerus “memandang cermin kemuliaan Allah...” (My Utmost for His Highest, 23 Januari 2010).

Jumat, 22 Januari 2010

Adakah Saya Memandang kepada Allah?

SERING tidak disadari bahwa kita lebih mudah terfokus pada berkat, bukan pada Sumber berkat, Allah sendiri. Malah, renungan hari ini mengatakan, kesulitan rohani terbesar yaitu memusatkan perhatian pada Allah. Lebih lanjut dibawah ini: 



“Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan …(Yesaya 45:22)
Kata ”berpalinglah kepada-Ku” dalam Alkitab King James adalah ”look unto me”, artinya ”pandanglah kepada-Ku”.

Apakah kita berharap Allah datang kepada kita dengan berkat-berkat-Nya dan menyelamatkan kita? Dia bersabda, “Pandanglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan”.
 Kesulitan rohani terbesar adalah memusatkan perhatian kepada Allah, dan berkat-berkat-Nya itulah justru yang membuat hal ini menjadi sangat sulit. Kesukaran hampir selalu membuat kita memandang kepada Allah, tetapi berkat-berkat-Nya cenderung mengalihkan perhatian kita ke arah yang lain. Pelajaran dasar dari Khotbah di Bukit adalah mempersempit semua perhatian Anda sampai pikiran, hati dan tubuh Anda terpusat kepada Yesus Kristus, “Pandanglah kepada-Ku...”

Banyak di antara kita mempunyai gambaran dalam benak kita mengenai bagaimana seharusnya citra seorang Kristen, dan “mencari” citra ini pada diri orang Kristen lain akan menjadi penghalangan dalam pemusatan perhatian kita kepada Allah. Sering masalahnya menjadi tidak sederhana. Dia sebenarnya mengatakan, “Pandanglah kepada-Ku maka engkau diselamatkan – saat itu juga!” bukan, “Engkau akan diselamatkan pada suatu hari kelak”. Kita akan menjumpai hal yang kita cari jika kita mau memusatkan perhatian kepada-Nya. Tetapi, oleh banyak hal membuat perhatian kita teralihkan dari Allah dan kemudian kita merasa tidak diperdulikan-Nya, sementara Dia terus berkata kepada kita, ”Pandanglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan”.

Semua kesulitan, pencobaan dan kecemasan kita tentang hari esok akan lenyap bila kita memandang kepada Allah. Bangunlah dan pandanglah Allah. Bangunlah harapan Anda di atas Dia. Betapa pun banyaknya hal yang tampaknya menekan Anda, bertekadlah untuk mengenyahkannya, lalu pandanglah Dia. “Pandanglah kepada-Ku...” Keselamatan menjadi milik Anda pada saat Anda memandang Dia. (My Utmost for His Highest, 22 Januari 2010).

Merenungkan Hal Yang Dikerjakan Allah


Apakah kasih saya kepada Yesus Kristus sekarang masih meluap-luap seperti pada mulanya,... atau saya telah memilih hikmat manusia diatas kasih sejati kepada-Nya? ... .. Dengan mengingat kembali hal-hal yang diperbuat Allah pada diri saya, seharusnya membuat kita malu dihadapan Tuhan ……. Rasa malu dan hina yang membawa kita pada pertobatan. Demikian renungan hari ini seperti dibawah ini
“Beginilah firman Tuhan, ”Aku teringat kepada kasihmu pada masa mudamu  ....” (Yeremia 2:2).
Apakah saya masih mengasihi Allah seperti dahulu, atau saya hanya berharap Allah mengasihi saya? Apakah segala sesuatu dalam hidup saya membuat hati-Nya bersukacita, atau saya selalu mengeluh karena banyak hal tidak terjadi sesuai dengan keinginan saya?
Seseorang yang telah lupa akan harta kekayaan Allah tidak akan dipenuhi sukacita. Sungguh indah untuk mengenang bahwa Yesus Kristus mempunyai kebutuhan yang dapat kita penuhi - “Berilah Aku minum” (Yohanes 4:7).
Berapa besarkah kasih yang telah saya tunjukkan kepada-Nya minggu lalu? Sudahkah hidup saya mencerminkan nama baik-Nya?
Allah sedang berkata kepada umat-Nya, “Kalian tidak mengasihi Aku lagi sekarang, tetapi Aku ingat akan masa kalian mengasihi Aku dahulu.” Dia bersabda, “Aku teringat... kepada kasihmu pada waktu engkau menjadi pengantin (Yeremia 2:2).
Apakah kasih saya kepada Yesus Kristus sekarang masih meluap-luap seperti pada mulanya, ketika saya berbalik dari jalan saya untuk membuktikan pengabdian saya kepada-Nya? Apakah Dia pernah mendapati saya sedang merenungkan masa lalu ketika saya hanya mempedulikan Dia saja? Masih seperti itukah keadaan saya sekarang, atau saya telah memilih hikmat manusia diatas kasih sejati kepada-Nya? Apakah saya sedemikian mengasihi Dia sehingga saya tidak peduli ke mana pun Dia akan memimpin saya? Atau saya menimbang-nimbang berapa banyak kehormatan yang saya terima untuk pelayanan yang harus saya berikan kepada-Nya.
Sementara saya mengingat kembali hal-hal yang diperbuat Allah pada diri saya, saya mungkin juga mulai menyadari bahwa Dia tidak seperti dahulu dekatnya kepada saya. Bila ini terjadi, saya seharusnya membiarkan rasa malu dan hina yang ditimbulkan perenungan tersebut dalam hidup saya, karena hal itu akan mendatangkan dukacita rohani, dan “dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan...” (2 Korintus 7:10). (My Utmost for His Highest, 21 Januari 2010).

Rabu, 20 Januari 2010

Apakah Anda Segar Menghadapi Semua Hal?

Kebenaran yang perlu setiap kali disadari menurut renungan hari ini bahwa sesungguhnya dilahirkan kembali adalah “merupakan karya Allah, yang misterius dan menakjubkan seperti Allah sendiri, dan merupakan suatu awal yang lestari dan abadi”. Bukan saja itu. Bahwa karya Allah tersebut seharusnya “senantiasa memberikan kesegaran dalam pemikiran, pembicaraan dan kehidupan - suatu kejutan bersinambung dari hidup Allah”. Lalu, pertanyaannya, Mengapa sering tidak?



“Yesus menjawab, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu jika seorang tidak dilahirkan kembali, Ia tidak dapat melihat kerajaan Allah” (Yohanes 3:3).

Terkadang kita merasa segar-bugar dan berhasrat untuk menghadiri suatu kebaktian doa, tetapi apakah kita merasakan kesegaran yang sama saat menghadapi tugas biasa seperti menyemir sepatu?

Dilahirkan kembali oleh Roh sudah jelas merupakan karya Allah, yang misterius seperti angin, dan yang menakjubkan seperti Allah sendiri. Kita tidak mengetahui asal mulanya - hal itu tersembunyi jauh di kedalaman jiwa kita.

Dilahirkan kembali merupakan suatu awal yang lestari dan abadi. Peristiwa itu senantiasa memberikan kesegaran dalam pemikiran, pembicaraan dan kehidupan - suatu kejutan bersinambung dari hidup Allah.
Rasa lelah dan bosan bahwa ada sesuatu dalam hidup kita yang menyimpang dari Allah. Kita berkata sendiri, “Aku harus melakukan hal ini”. Atau “wah, hal itu tak pernah dikerjakan”. Itulah tanda pertama dari rasa lelah dan bosan.

Apakah pada saat ini kita merasa segar atau merasa lelah, bosan dan kebingungan berusaha mencari tahu tindakan yang harus dilakukan? Kesegaran bukanlah hasil dari kepatuhan; itu berasal dari Roh Kudus. Kepatuhan memelihara kita agar tetap “hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang” (1 Yohanes 1:7).

Peliharalah dengan baik hubungan Anda dengan Allah. Yesus berdoa “supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita adalah satu” - tanpa rintangan antara kita dengan Dia (Yohanes 17:22). Jagalah agar segenap hidup Anda terus-menerus terbuka bagi Yesus Kristus. Jangan hanya berpura-pura terbuka kepada Dia.
Apakah Anda mendapatkan hidup Anda dari sumber lain selain dan Allah sendiri? Jika Anda bergantung pada sesuatu yang lain sebagai sumber kesegaran dan kekuatan Anda, Anda takkan sadar bila kuasa-Nya lenyap.

Dilahirkan kembali oleh Roh mempunyai lebih banyak makna daripada yang biasanya kita pikirkan. Dilahirkan kembali memberikan kepada kita penglihatan/visi baru dan menjaga kita tetap segar sepenuhnya untuk menghadapi semua melalui bekal (supply) kehidupan Allah yang tidak kunjung habis. (My Utmost for His Highest, 20 Januari 2010)

Selasa, 19 Januari 2010

Penglihatan (Visi) dan Kegelapan

RENUNGAN hari ini mempertanyakan, adakah saya mengandalkan kekuatan lahiriah? Atau sudahkah saya belajar untuk tidak mengandalkan keyakinan pada diri sendiri dan pada saudara Kristen yang lain? Apakah saya menaruh kepercayaan pada buku-buku dan doa-doa atau kesukaan lainnya dalam hidup saya? Atau sudahkah saya menaruh keyakinan saya kepada Allah sendiri, dan bukan pada berkat-berkat-Nya?



“Menjelang matahari terbenamn tertidurlah Abram dengan nyenyak. Lalu turunlah meliputinya gelap gulita yang mengerikan” (Kejadian 15:12).

Apabila Allah memberikan penglihatan atau visi kepada seseorang Kristen, maka hal itu seolah-olah Dia (Allah) meletakkan orang tersebut dalam “naungan tangan-Nya” (Yesaya49:2). Kewajiban orang kudus adalah diam/teduh sambil mendengarkan. Ada suatu “kegelapan” akibat dari terlampau banyak cahaya - itulah saatnya untuk mendengarkan.
Kisah Abram dan Hagar dalam Kejadian 16 adalah contoh yang sangat baik tentang mendengarkan “nasihat bijak” selama masa kegelapan, dan bukannya menantikan Tuhan mengirimkan terang-Nya. Bila Tuhan memberikan penglihatan kepada Anda, dan kemudian disusul kegelapan, maka nantikanlah. Allah akan mewujudkan penglihatan itu dalam hidup Anda asalkan Anda mau menantikan waktu yang ditentukan-Nya. Jangan sekali-kali berusaha membantu Allah untuk menggenapi perkataan-Nya. Abram melewati tiga belas tahun (dalam) kesunyian, tetapi selama tahun-tahun tersebut, semua rasa kesanggupan diri atau self sufficiently-nya dihancurkan. Dia bertumbuh meninggalkan titik ketergantungan pada akal sehat atau penalarannya sendiri. Tahun-tahun kesunyian itu merupakan masa disiplin, bukannya suatu masa Allah tidak berkenan kepadanya.
Tidak perlu berpura-pura bahwa hidup Anda penuh dengan sukacita dan keyakinan; nantikanlah Tuhan dan perkuat landasan Anda di dalam Dia (lihat Yesaya 50:10-11).
Adakah saya mengandalkan kekuatan lahiriah? Atau sudahkah saya belajar untuk tidak mengandalkan keyakinan pada diri sendiri dan pada saudara Kristen yang lain? Apakah saya menaruh kepercayaan pada buku-buku dan doa-doa atau kesukaan lainnya dalam hidup saya? Atau sudahkah saya menaruh keyakinan saya kepada Allah sendiri, dan bukan pada berkat-berkat-Nya?
“Akulah Allah yang Mahakuasa - ElShad-dai, Allah pemilik segala kuasa (Kejadian 17:1), kata Firman Tuhan. Alasan mengapa kita semua didisiplin adalah supaya kita mengenal bahwa Allah itu nyata. Sekali Allah menjadi nyata bagi kita, dibandingkan dengan apa atau siapapun akan tampak kalah atau udar, hanya menjadi bayang-bayang dari kenyataan. Tidak ada perbuatan atau perkataan orang percaya pemercaya lain yang akan pernah menggoyahkan orang yang dibangun berlandaskan Allah. (My Utmost for His Highest 19 Januari 2010)
 &&&
"DIPAKAI TUHAN. Adakah sesuatu yang lebih membesarkan hati dan lebih memuaskan dari hal ini? Mungkin tidak ada, tapi ada sesuatu yang lebih mendasar: untuk bertemu dengan Allah. Berdiam diri di hadapan-Nya, menjauhi kebisingan kota dan, dalam keteduhan, menaikkan pujian bagi Dia yang layak menerimanya. Sebelum kita melibatkan diri dalam pekerjaan-Nya, mari kita menemui-Nya dalam Firman-Nya ... dalam doa ... dalam ibadah". - Charles (Chuck) 

Catatan:  Bagian pengantar dan kutipan mutiara kata diatas ini tidak termasuk bagian dari teks asli My Utmost for His Highest, tapi merupakan tambahan untuk memperkaya.  

Senin, 18 Januari 2010

"Itu Tuhan!"

RENUNGAN hari ini menekankan dua bahaya kehidupan kristiani yang harus kita waspadai. Pertama, kita “memanfaatkan Dia untuk memuaskan kita”, berlawanan dengan tujuan Allah memanggil kita. Bahaya kedua, hal-hal dari dalam diri kita – bukan dari luar - yang menyaingi kesetiaan kita kepada Yesus Kristus. Bagaimanakah seharusnya? Lebih lanjut seperti dibawah ini:



“Tomas menjawab Dia, "Ya Tuhanku dan Allahku!” (Yohanes 20:28).

“Kata Yesus kepadanya, ‘Berilah Aku minum” (Yohanes 4:7). Betapa banyak di antara kita yang mengharapkan Yesus Kristus memuaskan dahaga kita. Padahal kitalah seharusnya memuaskan dahaga-Nya! Kita seharusnya mencurahkan hidup kita, menyerahkan seluruh hidup kita, dan bukannya memanfaatkan Dia untuk memuaskan kita. “Kamu akan menjadi saksi-saksi-Ku...” (Kisah Para Rasul 1:8). Itu berarti hidup dalam pengabdian yang murni, tanpa kompromi dan tanpa dibatasi apapun bagi Tuhan Yesus. Kehidupan semacam itu akan memuaskan Dia kemana pun Dia mungkin mengutus kita.

Waspadalah terhadap apa pun yang menyaingi kesetiaan Anda kepada Yesus Kristus. Saingan terbesar dari pengabdian sejati kepada Yesus Kristus adalah pelayanan yang kita lakukan untuk Dia. Lebih mudah melayani ketimbang mencurahkan segenap hidup kita bagi-Nya.

Tujuan panggilan Allah adalah memuaskan Dia, bukan sekadar bahwa kita berbuat sesuatu bagi-Nya. Kita tidak diutus untuk bertempur bagi Allah, tetapi untuk dipakai oleh Allah di dalam pertempuran-Nya.

Apakah kita lebih mengabdi pada pelayanan ketimbang mengabdi kepada Yesus Kristus sendiri? (My Utmost for His Highest 18 Januari 2010)
&&&


"[Sang penghotbah) seharusnya berdoa bagi dirinya dan bagi orang-orang yang dilayaninya, sebelum ia mencoba berbicara. Dan ketika waktunya sudah tiba bahwa ia harus berbicara, sebelum dia membuka mulutnya, ia harus mengangkat jiwa yanh haus kepada Tuhan, untuk meminum apa yang ia akan sampaikan, dan ia diri harus terlebih dahulu dipenuhi apa yang ia akan bagikan" - Augustinus, On Christian Learning


Minggu, 17 Januari 2010

Panggilan Kehidupan Yang Hakiki

BAGAIMANAKAH mengetahui panggilan Allah? Dan bagaimana saya dapat mengerti dan menyadarinya serta mewujudkannya dalam pelayanan. Pertanyaan yang tidak mudah! Jawabannya, terletak pada hubungan yang benar dengan Allah, seperti diuraikan dalam renungan hari ini berjudul Panggilan Kehidupan Yang Hakiki.



“... waktu Ia (Allah) ... berkenan menyatakan Anak-Nya di dalam aku” (Galatia 1:15-16).

PANGGILAN ALLAH Allah bukanlah suatu panggilan untuk melayani Dia dengan cara khusus. Hubungan saya dengan sifat hakiki (nature) Allah akan membentuk pengertian saya mengenai panggilan-Nya dan akan membantu saya menyadari hal-hal yang benar-benar ingin saya lakukan bagi-Nya. Panggilan Allah adalah ekspresi dari sifat-Nya, dan pelayanan yang dihasilkan (dalam hidup saya) merupakan sesuatu yang menyatu dengan saya dan merupakan ekpresi dari sifat saya.

Inilah panggilan dari kehidupan yang hakiki, yang disebutkan oleh rasul Paulus “ ...waktu Ia (Allah) ..... berkenan menyatakan Anak-Nya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi...”. ”Memberitakan Dia” artinya secara murni dan sungguh-sungguh mengeskpresikan Dia.

Pelayanan adalah limpahan dari kehidupan yang penuh dengan kasih dan pengabdian. Tegasnya, pelayanan adalah buah, bukan panggilan pelayanan demi pelayanan. Pelayanan adalah hal yang dihasilkan dari hubungan dengan Allah dan merupakan refleksi dari kesatuan atau identifikasi saya dengan sifat hakiki Allah. Pelayanan menjadi bagian yang menyatu dengan hidup saya. Allah membawa saya ke dalam hubungan yang benar dengan diri-Nya sehingga saya dapat memahami panggilan-Nya, dan kemudian saya melayani Dia berlandaskan kasih yang mutlak. Pelayanan kepada Allah adalah merupakan pemberian-kasih yang sungguh dari hakikat telah mendengar panggilan Allah. Pelayanan adalah ekspresi dari hakikat saya, dan panggilan Allah adalah ekspresi dari kahikat-Nya.

Oleh karena itu, ketika saya menerima sifat-Nya dan mendengar panggilan-Nya, suara ilahi-Nya bergaung di seluruh hakikat-Nya dan saya, dan keduanya menjadi satu dalam pelayanan. Anak Allah menyatakan diri-Nya di dalam saya, dan dari pengabdian kepada-Nya, pelayanan menjadi jalan hidup saya setiap hari. (My Utmost for His Highest 17 Januari 2010).

Sabtu, 16 Januari 2010

Panggilan Allah


RENUNGAN "My Utmost for His Highest" hari ini mengenai panggilan Allah, dimana dikatakan Allah mengerjakan panggilan-Nya melalui hidup kita, dan hanya kita yang dapat membedakannya. Selama saya masih memikirkan kelebihan atau kebolehan saya sendiri dan hanya memikirkan hal-hal yang sesuai dengan diri saya, maka saya takkan pernah mendengar panggilan Allah. Lebih jauh kita ikuti dibawah ini:



Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: ‘Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” (Yesaya 6:8).
Bila kita berbicara tentang panggilan Allah, kita sering melupakan hal yang terpenting, yaitu sifat hakiki atau nature Dia yang memanggil. Ada banyak hal yang memanggil kita masing-masing saat ini. Sebagian dari panggilan itu akan dijawab, sedangkan lainnya bahkan tidak akan terdengar. Panggilan adalah ungkapan atau ekspresi dari sifat sang Pemanggil, dan kita hanya dapat mengenali panggilan itu jika sifat yang sama ada dalam diri kita. Panggilan Allah adalah ungkapan dari sifat Allah, bukan sifat kita. Allah mengerjakan panggilan-Nya melalui hidup kita, dan hanya kita yang dapat membedakannya. Panggilan itu merupakan suara Allah yang ditujukan langsung kepada kita mengenai kehendaknya atas sesuatu hal tertentu, dan tidak ada gunanya untuk mencari pendapat orang lain tentang hal itu. Respon kita mengenai panggilan Allah semata-mata merupakan urusan pribadi kita sendiri dengan Allah.
Panggilan Allah bukanlah suatu refleksi sifat saya. Hasrat dan watak pribadi saya (walaupun bagus) sama sekali tidak dapat jadi pertimbangan. Selama saya masih memikirkan kelebihan atau kebolehan saya sendiri dan hanya memikirkan hal-hal yang sesuai dengan diri saya, maka saya takkan pernah mendengar panggilan Allah. Akan tetapi, ketika Allah membawa saya pada hubungan yang benar dengan Dia, saya akan berada dalam keadaan yang sama dengan Yesaya. Yesaya telah sedemikian terbiasa dengan Allah, sebagai akibat dan krisis besar yang baru saja dihadapinya, sehingga panggilan Allah merasuk menembus jiwanya.

Sebagian besar kita tidak dapat mendengar apa pun kecuali diri kita sendiri. Dan kita tidak dapat mendengar apapun yang diucapkan oleh Allah. Akan tetapi, dibawa ke tempat dimana kita dapat mendengar panggilan Allah berarti kita diubahkan secara mendalam. (My Utmost for His Highest 16 Januari 2010)

&&&


Tuhan, biarlah saya mengetahu dengan jelas pekerjaaan untuk mana Engkau memanggil saya untuk dikerjakan dalam hidup ini. Dan berikanlah saya kasih karuniamu yang saya butuhkan untuk menjawab panggilan-Mu dengan keberanian dan kasih serta pengabdian yang bertahan kepada kehendak-Mu” - "Vocation Prayer," Saint Meinrad Prayer Book

Panggilan Allah Yang Sesungguhnya

Hari ini renungan dari My Utmost for His Highest mengenai panggilan Allah, dimana dikatakan Allah mengerjakan panggilan-Nya melalui hidup kita, dan hanya kita yang dapat membedakannya. Selama saya masih memikirkan kelebihan atau kebolehan saya sendiri dan hanya memikirkan hal-hal yang sesuai dengan diri saya, maka saya takkan pernah mendengar panggilan Allah. Lebih jauh kita ikuti dibawah ini:



Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: ‘Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” (Yesaya 6:8).

Bila kita berbicara tentang panggilan Allah, kita sering melupakan hal yang terpenting, yaitu sifat atau nature Dia yang memanggil. Ada banyak hal yang memanggil kita masing-masing saat ini. Sebagian dari panggilan itu akan dijawab, sedangkan lainnya bahkan tidak akan terdengar. Panggilan adalah ungkapan atau ekspresi dari sifat sang Pemanggil, dan kita hanya dapat mengenali panggilan itu jika sifat yang sama ada dalam diri kita. Panggilan Allah adalah ungkapan dari sifat Allah, bukan sifat kita. Allah mengerjakan panggilan-Nya melalui hidup kita, dan hanya kita yang dapat membedakannya. Panggilan itu merupakan suara Allah yang ditujukan langsung kepada kita mengenai kehendaknya atas sesuatu hal tertentu, dan tidak ada gunanya untuk mencari pendapat orang lain tentang hal itu. Respon kita mengenai panggilan Allah semata-mata merupakan urusan pribadi kita sendiri dengan Allah.

Panggilan Allah bukanlah suatu refleksi sifat saya. Hasrat dan watak pribadi saya (walaupun bagus) sama sekali tidak dapat jadi pertimbangan. Selama saya masih memikirkan kelebihan atau kebolehan saya sendiri dan hanya memikirkan hal-hal yang sesuai dengan diri saya, maka saya takkan pernah mendengar panggilan Allah. Akan tetapi, ketika Allah membawa saya pada hubungan yang benar dengan Dia, saya akan berada dalam keadaan yang sama dengan Yesaya. Yesaya telah sedemikian terbiasa dengan Allah, sebagai akibat dan krisis besar yang baru saja dihadapinya, sehingga panggilan Allah merasuk menembus jiwanya.

Sebagian besar kita tidak dapat mendengar apa pun kecuali diri kita sendiri. Dan kita tidak dapat mendengar apapun yang diucapkan oleh Allah. Akan tetapi, dibawa ke tempat dimana kita dapat mendengar panggilan Allah berarti kita diubahkan secara mendalam. (My Utmost for His Highest 16 Januari 2010).

Jumat, 15 Januari 2010

Apakah Anda Berjalan Tidak Bercela?



Dalam renungan hari ini ada istilah “penguburan manusia lama”, dari kata “white funeral” kata yang cukup sulit dan tidak dapat diterjemahkan sebagai “penguburan putih”. Tampaknya Chambers lah yang pertama menggunakan istilah “white funeral” ini. Kemudian seorang bernama Lauren Spencer membuat nama blog-nya “White Funeral”, yang menceritakan perjalanan hidupnya yang gelap melalui usaha bunuh diri, alkoholisme, penjara dan keajaiban kematian kehidupan lamanya masuk kedalam hidup lahar baru dalam Yesus Kristus. Lebih lanjut dibawah ini:

Kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia... supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati ... demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru” (Roma 6:4).
Tidak seorang pun mengalami pengudusan sempurna tanpa menjalani “penguburan manusia lama” yang menandakan kematian kehidupan yang lama. Jika saat perubahan penting melalui saat kematian crusial ini tidak pernah ada, maka pengudusan hanya akan berupa impian yang tidak jelas. Harus ada “penguburan manusia lama”, yaitu kematian dengan hanya dengan satu kebangkitan: kebangkitan kedalam atau menuju kehidupan Yesus Kristus. Tiada ada yang dapat mengalahkan kehidupan semacam ini. Kehidupan yang telah menyatu dengan Allah hanya untuk satu maksud - menjadi seorang saksi bagi-Nya.
Sudahkah Anda benar-benar sadar akan hari-hari terakhir Anda? Anda telah sering sadar akan hari-hari tersebut dalam pikiran Anda, tetapi sudahkah Anda sungguh-sungguh mengalaminya? Anda tidak dapat mati atau pergi ke penguburan Anda dengan suasana hati yang penuh gairah! Kematian berarti Anda berhenti menjadi seperti orang Kristen yang Anda hayati sebelumnya, yang penuh usaha keras sendiri. Kita menghindar dari kuburan kita dan terus-menerus menolak kematian (manusia lama) kita. Hal itu tidak terjadi dengan usaha kita sendiri, melainkan dengan menyerah kepada kematian. Itulah kematian yang dimaksudkan sebagai “dibaptis dalam kematianNya” (Roma 6:3). Dan Anda harus bersetuju dengan Allah tentang hal itu.  
Sudahkah Anda menjalani penguburan manusia lama Anda, ataukah Anda sedang menipu jiwa Anda sendiri dengan kehidupan saleh? Adakah sudah suatu titik atau saat dalam hidup Anda yang dapat Anda tandai sekarang sebagai hari terakhir (hidup manusia lama) Anda? Adakah suatu titik atau tempat dalam hidup Anda yang dapat Anda kenang kembali dengan rendah hati dan rasa syukur yang tidak terhingga, dimana Anda dapat dengan jujur menyatakan, “Ya, pada saat itulah, saat penguburan kehidupan lamaku, dimana aku telah membuat keputusan dan mengatakan ”ya” pada  Allah.”
“Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu...” (1 Tesalonika 4:3). Sekali Anda sungguh-sungguh menyadari bahwa inilah kehendak Allah, Anda akan menjalani proses pengudusan sebagai respons yang wajar atau natural. Bersediakah Anda mengalami penguburan manusia lama sekarang? Setujukah Anda dengan Dia bahwa inilah hari terakhir Anda? Saat keputusan tersebut bergantung pada diri Anda sendiri. (My Utmost for His Highest 15 Januari 2010).

Kamis, 14 Januari 2010

Panggilan Allah


Renungan hari ini tentang “Panggilan Allah”. Dikatakan, panggilan Allah sesungguhnya tidak tertuju hanya kepada segelintir orang pilihan melainkan kepada setiap orang. Soalnya, apakah saya mendengar panggilan Allah atau tidak. Tergantung pada pendengaran saya, dan pendengaran saya sesungguhnya tergantung pada sikap rohani saya. Lalu bagaimana dengan ”Banyak yang dipanggil tetapi sedikit yang dipilih”? Lebih lanjut dibawah ini:


Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: ‘Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untukAku. Maka sahutku, ini aku, utuslah aku!” (Yesaya 6:8).

Menarik bahwa Allah tidak memanggil langsung kepada Yesaya. Tetapi Yesaya mendengar suara Allah berkata, “...siapakah yang mau pergi untuk Aku”.

Panggilan Allah tidak tertuju hanya kepada segelintir orang pilihan melainkan kepada setiap orang. Soalnya, apakah saya mendengar panggilan Allah atau tidak. Tergantung pada pendengaran saya, dan pendengaran saya sesungguhnya tergantung pada sikap rohani saya.

Yesus berkata ....”Banyak yang dipanggil tetapi sedikit yang dipilih” (Matius 22:14). Maksudnya, hanya sedikit yang membuktikan bahwa mereka adalah orang pilihan. Orang pilihan adalah mereka yang telah menjalin hubungan dengan Allah melalui Yesus Kristus dan keadaan rohani mereka telah diubah serta telinga mereka telah dibuka. Kemudian mereka mendengar “suara Tuhan” yang terus-menerus bertanya, “...siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Namun Allah tidak menyisihkan seseorang secara terpisah lalu berkata, “Nah, engkaulah yang pergi.” Dia tidak memaksakan kehendak-Nya kepada Yesaya. Yesaya berada di hadirat Allah, dan dia mendengar suara panggilan itu. Tanggapannya, yang dicetuskan dengan penuh kerelaan, hanya berbunyi, “Inilah aku, utuslah aku!”

Singkirkan pendapat dan pikiran Anda yang mengharapkan Allah datang memaksa Anda atau memohon kepada Anda. Ketika Tuhan memanggil para murid-Nya, Dia melakukannya tanpa tekanan dan pihak luar. Panggilan-Nya yang tenang, penuh semangat dan wibawa ”Ikutlah Aku”, diucapkan kepada mereka yang seluruh indranya siap untuk menerima (Matius 4:19). Jika kita mengizinkan Roh Kudus membawa kita ”muka dengan muka” dengan Allah, maka kita juga akan mendengar suara yang didengar oleh Yesaya - “suara Tuhan”. Dengan penuh kebebasan kita juga akan berkata, “Inilah aku, utuslah aku!” (My Utmost for His Highest 14 Januari 2010).

Rabu, 13 Januari 2010

Pernahkan Anda Sendirian Dengan Allah? (2)


RENUNGAN hari ini, sebagai lanjutan dari yang kemarin, mengatakan, ketika Allah menemukan kita sendirian melalui berbagai penderitaan ….. ketika Dia benar-benar membawa kita pada keberadaan diri kita sendiri, dan kita benar-benar kehilangan kata-kata, bahkan tidak sanggup mengajukan sebuah pertanyaan apa pun, maka pada saat itulah Dia mulai mengajar kita! Lebih lanjut .........



Ketika Ia sendirian ….. kedua belas murid itu menanyakan Dia tentang perumpamaan itu” (Markus 4:10).
Kesunyian-Nya Bersama Kita. Ketika Allah menemukan kita sendirian melalui penderitaan, hati terluka, pencobaan, kekecewaan, penyakit, atau keinginan yang tidak terwujud, persahabatan yang retak - ketika Dia benar-benar membawa kita pada keberadaan diri kita sendiri, dan kita benar-benar kehilangan kata-kata, bahkan tidak sanggup mengajukan sebuah pertanyaan apa pun, maka pada saat itulah Dia mulai mengajar kita.
Perhatikanlah cara Yesus Kristus mengajar kedua belas murid-Nya. Para murid itu menjadi bingung. Para murid-Nya terus-menerus mengajukan pertanyaan, dan Dia terus-menerus menjelaskan kepada mereka, tetapi mereka tidak memahaminya sampai mereka menerima Roh Kudus (lihat Yohanes 14:26).
Selama Anda berjalan dengan Tuhan, satu-satunya hal Dia ingin menjadi jelas bagi kita adalah cara Dia bekerja dengan jiwa Anda. Duka dan kesulitan dalam hidup orang lain sering membuat kita sunguh-sungguh bingung -  bertanya mengapa. Atau kita menyangka bahwa kita mengerti pergumulan orang lain sampai kita sendiri menemukan siapa kita ketika Allah menyingkapkan kekurangan-kekurangan serupa di dalam hidup kita.
Ada begitu banyak bentuk-bentuk kekerasan hati dan ketidak-tahuan serta ketidak-acuhan yang harus disingkapkan Roh Kudus dalam diri kita, tetapi itu hanya dapat dilakukan bila Yesus menemukan kita  menyendiri.
Apakah kita sedang menyendiri bersama Dia sekarang? Atau kita lebih mementingkan gagasan, persahabatan dan keperdulian dengan tubuh kita sendiri?
Yesus tidak dapat mengajarkan apa pun kepada kita sebelum kita menghentikan semua pertanyaan intelektual kita lalu menyendiri, sendirian bersama Dia. (My Utmost for His Highest 13 Januari 2010)

Selasa, 12 Januari 2010

Pernahkan Anda Sendirian Dengan Allah? (1)

Renungan hari ini mengatakan ..... mengherankan betapa sedikitnya pengenalan kita terhadap diri kita sendiri! Kita bahkan tidak menyadari adanya iri hati, kemalasan atau kesombongan yang ada di dalam diri kita. Berapa banyak di antara kita yang telah belajar memberanikan diri untuk melihat ke dalam batin kita? Kita harus menyingkirkan pendapat bahwa kita memahami diri kita sendiri. Bila ada unsur kesombongan atau keangkuhan yang masih tersisa, Yesus tidak dapat mengajar apa pun kepada kita - yang hanya dapat diajarkan-Nya ketika kita ditemukan-Nya sendirian ...... Lebih jauh seperti dibawah ini:

“ …. kepada murid-murid-Nya Ia menguraikan segala sesuatu secara tersendiri” (Markus 4:34).

Menyepi, Sendirian dengan Dia. Yesus tidak mengajak kita dan menjelaskan banyak hal kepada kita sepanjang waktu. Tetapi Dia menjelaskan banyak hal kepada kita sejauh kita sanggup memahaminya. Hidup orang lain merupakan teladan bagi kita, tetapi Allah meminta agar kita menguji diri kita sendiri. Hal ini merupakan pekerjaan yang memakan waktu - sedemikian lambatnya sehingga Allah membutuhkan seluruh waktu dan kekekalan untuk mengubah seorang pria atau wanita sesuai dengan kehendakNya. Kita dapat dipakai Allah setelah kita mengizinkan Dia menunjukkan kepada kita segi-segi yang tersembunyi dalam sifat kita sendiri.
Sungguh mengherankan betapa sedikitnya pengenalan kita terhadap diri kita sendiri! Kita bahkan tidak menyadari adanya iri hati, kemalasan atau kesombongan yang ada di dalam diri kita. Akan tetapi, Yesus akan menyingkapkan segala sesuatu yang tersembunyi yang kita pegang di dalam diri kita sebelum anugerah-Nya mulai bekerja.
Berapa banyak di antara kita yang telah belajar memberanikan diri untuk melihat ke dalam batin kita?
Kita harus menyingkirkan pendapat bahwa kita memahami diri kita sendiri. Itu adalah serpih keangkuhan yang harus disingkirkan.
Satu-satunya yang dapat memahami kita adalah Allah. Kutuk terbesar dalam kehidupan rohani kita adalah kesombongan/keangkuhan. Kalau saja kita dapat mempunyai penglihatan akan bagaimana diri kita di hadapan Allah, kita takkan pernah berkata, “Oh, aku sungguh tidak layak.” Kita akan memahami hal ini dengan sendirinya. Akan tetapi, selama masih ada keraguan bahwa kita tidak layak, Allah akan terus menmpatkan kita sedemikian rupa sampai Dia dapat menemukan kita sendirian. Bila ada unsur kesombongan atau keangkuhan yang masih tersisa, Yesus tidak dapat mengajar apa pun kepada kita. Dia akan mengizinkan kita mengalami kesedihan atau kekecewaan bila kesombongan intelektual kita terluka. Dia akan menyingkapkan berbagai perasaan/afeksi dan keinginan: mengenai hal-hal mana kita tidak pernah menyangka bahwa Dia harus menemukan kita sendirian. Banyak hal diperlihatkan kepada kita dan sering tanpa ada hasil. Akan tetapi, bila Allah menemukan kita sendirian, maka hal-hal itu akan menjadi jelas. (My Utmost for His Highest 12 Januari 2010).

Senin, 11 Januari 2010

Mata Yang Terbuka


Dalam renungan hari ini ditegaskan oleh Chambers bahwa pertobatan bukanlah kelahiran baru.  Pertobatan lebih merupakan usaha manusia yang disadarkan. Sebaliknya kelahiran baru bukan karena keputusan orang bersangkutan. Ketika seseorang dilahirkan kembali, dia menerima sesuatu sebagai karunia dari Allah Yang Mahakuasa didalam Yesus Kristus. Keselamatan berarti kita dibawa pada suatu tempat yang menyanggupkan kita menerima sesuatu dari Allah didalam Yesus Kristus, yaitu pengampunan dosa. Ini diikuti oleh karya anugerah Allah yang kedua. Apakah itu? Kita lihat lebih lanjut dibawah ini.


Aku akan mengutus engkau kepada mereka, untuk membuka mata mereka... supaya mereka... memperoleh pengampunan dosa... “ (Kisah Para Rasul 26.17-18).

Ayat ini merupakan contoh terbesar dari esensi amanat seorang murid Yesus Kristus dalam seluruh Perjanjian Baru. Karya anugerah Allah yang pertama dapat diringkaskan dengan kata-kata, ”Supaya mereka memperoleh pengampunan dosa”. Bila seseorang gagal dalam kehidupannya sebagai orang Kristen, biasanya itu disebabkan dia tidak pernah menerima apapun. Tanda satu-satunya bahwa seseorang diselamatkan adalah bahwa dia telah menerima sesuatu dari Yesus Kristus.

Tugas kita sebagai pekerja untuk Allah adalah membuka mata manusia agar mereka dapat berpaling dari kegelapan kepada terang. Akan tetapi, itu bukanlah keselamatan; itu adalah pertobatan – yang lebih merupakan usaha dari seorang manusia yang disadarkan. Tidaklah pernyataan yang terlalu berlebihan untuk mengatakan bahwa sebagian besar orang yang disebut Kristen adalah seperti ini: mata mereka terbuka, tetapi mereka tidak menerima apa-apa.

Pertobatan bukanlah kelahiran baru. Inilah kenyataan yang diabaikan dalam pemberitaan kita masa kini. Ketika seseorang dilahirkan kembali, dia mengetahui hal itu karena dia telah menerima sesuatu sebagai karunia dari Allah Yang Mahakuasa. Kelahiran baru bukan karena keputusannya sendiri. Orang boleh membuat nazar dan janji, dan mungkin bertekad untuk melaksanakannya, tetapi hal ini bukanlah keselamatan. Keselamatan berarti kita dibawa pada suatu tempat yang menyanggupkan kita menerima sesuatu dari Allah atas wewenang Yesus Kristus, yaitu pengampunan dosa.

Ini diikuti oleh karya anugerah Allah yang kedua: ”mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang yang dikuduskan.” Dalam pengudusan, orang yang telah lahir baru dengan penuh kesadaran memutuskan menyerahkan hak atas dirinya sendiri kepada Yesus Kristus, dan mempersatukan diri sepenuhnya dengan pelayanan Allah kepada orang lain. (My Utmost for His Highest, 10 Januari 2010)

Sabtu, 09 Januari 2010

Penyelidikan Batin (Dengan Penuh Doa)

Tidak seorangpun dapat menjangkau kedalaman hatinya, motif-motif yang ada dibelakang setiap pemikiran dan tindakan, dan apalagi mejangkau mimpi yang jauh dibawah kesadaran. Hanya Roh Tuhan yang dapat menjangkaunya, menyucikannya dan mengisinya! Kebenaran inilah yang dikemukakan dalam renungan hari ini ”Penyelidikan Batin”, ”Prayerful Inner-Searching”.

Semoga …. roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat (1 Tesalonika 5:23).

Dalam BIS dikatakan ..... ”seluruhnya, baik roh, jiwa maupun tubuhmu....”. Karya agung dan penuh rahasia dari Roh Kudus ada di lubuk-lubuk yang dalam dari kehidupan kita yang tidak dapat kita jangkau.

Bacalah Mazmur 139. Pemazmur menyiratkan, “Ya, Tuhan, Engkaulah Allah dari dini hari, Allah dari larut malam, Allah dari puncak-puncak gunung dan Allah dari lautan samudra. Akan tetapi, Allahku, jiwaku mempunyai cakrawala yang jauh melampaui dini hari, kegelapan yang lebih pekat dari malam di bumi, puncak yang lebih tinggi dari puncak gunung mana pun, kedalaman yang melampaui laut mana pun di dunia. Engkau yang menjadi Allah dari semua ini. Jadilah Allahku. Aku tidak dapat menjangkau ketinggian atau kedalaman hatiku; ada motif-motif yang tidak dapat kutemukan, mimpi yang tidak dapat kusadari, Allahku, selidikilah aku.”

Apakah kita percayakah bahwa Allah dapat membentengi dan melindungi proses permikiran kita jauh melampaui yang dapat kita capai?. “.. .darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dan segala dosa” (1 Yohanes 1:7).

Jika ayat ini berarti penyucian hanya pada tingkat kesadaran kita, kiranya Allah mengasihani kita. Orang yang telah kehilangan kepekaan atau telah tumpul nuraninya akan dosa akan berkata bahwa dia bahkan tidak menyadari ada dosa.

Akan tetapi, penyucian dari dosa yang kita alami akan menjangkau ketinggian dan kedalaman roh kita jika kita mau “hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang” (1 Yohanes 1:7). Roh yang mengisi hidup Yesus Kristus, juga akan mengisi kehidupan roh kita.

Hanya jika kita dilindungi oleh Allah dengan kekudusan yang ajaib dari Roh Kudus, maka roh, jiwa dan tubuh kita dapat dipelihara dalam kesucian sampai kedatangan Yesus - tidak lagi dihukum dalam pandangan Allah.
Kita harus semakin sering membiarkan pikiran kita merenungkan kebenaran-kebenaran Allah yang besar dan akbar ini. (My Utmost for His Highest 9 Januari 2010)

Jumat, 08 Januari 2010


”All to Jesus I surrender”, atau ”Berserah Kepada Yesus” (KJ 364) merupakan salah satu kidung yang sangat dikenal. Tapi apa arti dan bagaimana sesungguhnya ”mempersembahkan hidup”, seperti yang dimaksudkan Tuhan? Seperti Abraham kah? Renungan dengan judul ”Apakah Persembahan Saya Hidup?” mengajak kita melihat dan menghidupinya lebih jauh.

......... Lalu Abraham mendirikan mezbah di situ, ... diikatnya Ishak,  ... dan diletakkannya di mezbah itu, di atas kayu api”. (Kejadian 22:9).


Peristiwa ini sering memberikan sebuah gambaran keliru dalam pemikiran bahwa hal mendasar yang diinginkan Allah dari kita ialah mati sebagai korban persembahan.

Sesungguhnya yang diinginkan Allah adalah pengorbanan melalui kematian yang menyanggupkan kita untuk melakukan tindakan yang dilakukan oleh Yesus, yaitu mempersembahkan hidup kita. Bukannya - “Tuhan, aku bersedia... mati bersama-sarna dengan Engkau” (Lukas 22:33), melainkan – “Aku bersedia dipersatukan dengan kematian-Mu agar aku boleh mempersembahkan hidupku kepada Allah”.


Agaknya kita berpendapat bahwa Allah ingin kita melepaskan segala sesuatu! Allah meluruskan Abraham dari kekeliruan ini, dan proses serupa juga berlangsung dalam hidup kita. Allah tidak pernah menyuruh kita melepaskan segala sesuatu hanya demi melepaskannya saja, melainkan Dia menyuruh kita melepaskannya demi memperoleh satu-satunya hal yang patut dimiliki, yaitu kehidupan bersama Dia sendiri. Ini merupakan persoalan melepaskan ikatan yang merintangi hidup kita, dan segera setelah ikatan tersebut lepas melalui persatuan (identifikasi) dengan kematian Yesus, kita masuk dalam hubungan dengan Allah, dengan (jalan) mana kita dapat mempersembahkan hidup kita bagi-Nya.


Tidak ada nilai atau artinya bagi Allah bila Anda menyerahkan hidup Anda kepada-Nya untuk kematian. Dia ingin Anda menjadi “persembahan yang hidup” - untuk mengizinkan Dia memiliki semua kekuatan Anda yang telah diselamatkan dan dikuduskan melalui Yesus (Roma 12:1). Inilah hal yang berkenan kepada Allah. (My Utmost for His Highest 8 Januari 2010)

Kamis, 07 Januari 2010

Akrab Dengan Yesus

BANYAK orang yang menyatakan rindu lebih dekat dengan Tuhan. Namun, kenyataan, Pribadi yang dengannya kita paling terakhir menjadi akrab adalah dengan Yesus. Apakah bukti atau buah dari hidup yang akrab atau intim dengan Tuhan? Hal inilah yang menjadi renungan hari ini dibawah judul Akrab dengan Yesus.


Kata Yesus kepadanya, telah sekian lama Aku bersama-sama Engkau, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku?” (Yohanes 14:9).

Kata-kata ini tidak diucapkan (Yesus) sebagai hardikan, tidak juga dengan rasa heran atau masygul; tetapi Yesus mendorong Filipus untuk datang lebih dekat.

Banyak orang yang rindu lebih dekat dengan Tuhan. Namun, kenyataan, Pribadi yang dengannya kita paling terakhir menjadi akrab adalah dengan Yesus.

Sebelum hari Pentakosta, para murid mengenal Yesus sebagai Pribadi yang memberi mereka kuasa untuk mengalahkan setan-setan dan mendatangkan kebangunan rohani (lihat Lukas 10:18-20). Hal itu merupakan suatu keakraban yang sangat indah, namun masih ada keakraban yang lebih dekat menantikan mereka, “...Aku menyebut kamu sahabat...” (Yohanes 15:15).

Persahabatan sejati jarang terjadi di dunia ini. Persahabatan sejati berarti menyamakan diri dengan seseorang dalam pikiran, hati dan roh. Seluruh pengalaman hidup dirancang untuk memampukan kita memasuki hubungan terakrab ini dengan Yesus Kristus.

Kita telah menerima berkat-berkat-Nya dan mengetahui firmanNya, tetapi apakah kita sungguh mengenal Dia?

Yesus bersabda, “Lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi...” (Yohanes 16:7). Kedalam hubungan yang ”lebih berguna” itulah mereka dituntun oleh Yesus. Merupakan sukacita bagi Yesus apabila seorang murid mengambil waktu untuk berjalan semakin dekat bersama Dia. Menghasilkan buah selalu dinyatakan dalam Alkitab sebagai akibat nyata dari hubungan yang akrab dengan Yesus Kristus (lihat Yohanes 15:1-4).

Sekali kita bergaul akrab dengan Yesus, maka kita tidak pernah kesepian, kita tidak pernah membutuhkan simpati atau belas kasihan. Kita senantiasa dapat ”curhat” (mencurahkan isi hati) kepada-Nya tanpa merasa iba-diri dan dan lemah. Orang Kristen yang benar-benar akrab dengan Yesus takkan pernah menarik perhatian terhadap dirinya sendiri, tetapi melainkan akan menunjukkan bukti kehidupan yang sepenuhnya dikuasai Yesus. Hal itu adalah hasil atau buah dari mempersilakan Yesus untuk memuaskan setiap bidang kehidupannya sampai yang terdalam. Gambaran yang dihasilkan oleh kehidupan yang demikian itu adalah hidup dengan keseimbangan yang teguh dan tenang, yang diberikan oleh Tuhan kita kepada mereka yang akrab dengan Dia. (My Utmost for His Highest 7 Januari 2010)

Rabu, 06 Januari 2010

Penyembahan


SALAH SATU godaan dalam bersaat-teduh adalah terburu-buru. Bukan oleh hal-hal yang memang mendesak atau sangat penting, tetapi oleh hal-hal yang masih bisa ditunda,  Renungan hari ini mengingatkan bahwa ibadah adalah memberikan kepada Allah hal terbaik yang telah diberikan-Nya kepada kita. Dan nilai kekal pelayanan kita keluar bagi Allah diukur dari dalamnya keakraban persekutuan dan persatuan kita dengan Dia: hal yang tidak mungkin diperoleh dengan saat teduh yang dilakukan buru-buru atau memenuhi jadwal. Malah renungan ini mengajak kita ”memasang tenda” ......

Kemudian ia pindah dari situ ke pegunungan di sebelah timur Betel. Ia memasang kemahnya dengan Betel di sebelah barat dan Ai di sebelah timur, lalu ia mendirikan di situ mezbah bagi TUHAN dan memanggil nama TUHAN” (Kejadian 12:8). 


Ibadah atau penyembahan (worship) adalah memberikan kepada Allah hal terbaik yang telah diberikan-Nya kepada Anda. Berhati-hatilah memperlakukan milik Anda yang terbaik. Bila Anda menerima berkat dan Allah, berikanlah kembali kepada-Nya sebagai persembahan kasih. Luangkan waktu untuk merenung di hadapan Allah dan persembahkanlah berkat itu kembali kepada-Nya dalam suatu tindakan penyembahan yang sungguh.
Jika Anda menimbun berkat tersebut untuk diri sendiri, maka itu akan berubah menjadi kebusukan rohani, seperti yang terjadi atas manna yang ditimbun (lihat Keluaran 16:20). Allah tidak pernah mengizinkan Anda menyimpan berkat rohani seluruhnya untuk Anda sendiri. Itu harus diberikan kembali kepada-Nya agar Dia dapat menjadikannya berkat bagi orang lain.
Betel melambangkan persekutuan dengan Allah, sedangkan Ai melambangkan dunia; dan Abram memasang kemahnya di antara dua tempat itu. Nilai kekal pelayanan kita keluar bagi Allah diukur dari dalamnya keakraban persekutuan dan persatuan kita dengan Dia. Setiap kali terburu-buru dalam melakukan ibadah penyembahan merupakan sikap atau perilaku yang keliru, karena selalu ada banyak waktu untuk menyembah Allah. Hari-hari yang disisihkan untuk tidak bekerja/beraktifitas dapat menjadi jerat yang mengurangi kebutuhan untuk mengadakan saat teduh setiap hari dengan Allah.
Itulah sebabnya kita harus “memasang kemah” di tempat kita setiap kali menyediakan saat teduh bersama Dia, betapa pun hingar-bingarnya waktu kita dengan dunia mi. Tidak ada tiga tingkat kehidupan rohani - penyembahan, penantian dan pekerjaan. Namun sebagian dari kita tampaknya merupakan katak-katak rohani yang melompat dari penyembahan ke penantian, dan dari penantian ke pekerjaan. Allah bermaksud agar ketiganya (penyembahan, penantian dan pekerjaan) berjalan bersama-sama. Ketiga hal itu selalu berjalan bersama-sama dalam kehidupan Tuhan kita dan merupakan keserasian yang sempurna. Hal ni merupakan disiplin yang harus dikembangkan karena tidak akan terjadi dalam waktu yang singkat. (My Utmost for His Highest 6 Januari 2010).

Senin, 04 Januari 2010

Mengapa Aku Tidak Dapat Mengikuti Engkau Sekarang

Terus terang, renungan hari ini dengan judul "Mengapa Aku Tidak Dapat Mengikut Engkau Sekarang?" termasuk sukar. Tentang mengetahui kehendak Tuhan dalam melakukan sesuatu yang kita inginkan. Chambers mengatakan, jika Allah mendatangkan suatu masa penantian (akan kehendak-Nya), dan tampaknya tidak ada respons, janganlah mengisinya dengan kesibukan, tetapi nantikanlah. Dan ada maksud Tuhan dengan masa penantian?


Kata Petrus kepada-Nya: Tuhan, mengapa aku tidak dapat inengikuti Engkau sekarang?” (Yohanes 13:37).

Adakalanya Anda tidak mengerti mengapa Anda tidak dapat melakukan tindakan yang ingin Anda lakukan. Jika Allah mendatangkan suatu masa penantian, dan tidak memberikan tanggapan, janganlah mengisinya dengan kesibukan, tetapi nantikanlah.

Masa penantian mungkin datang untuk mengajarkan Anda tentang makna pengudusan - dipisahkan dari dosa dan disucikan - atau itu mungkin datang sesudah proses pengudusan dimulai untuk mengajarkan Anda makna pelayanan. Jangan bertindak sebelum Allah memberikan petunjuk-Nya. Jika Anda bimbang sedikit saja, maka Dia tidak membimbing. Bila Anda bimbang nantikanlah.

Pada awalnya Anda mungkin melihat kehendak Allah dengan jelas, seperti putusnya suatu persahabatan, renggangnya suatu hubungan bisnis, atau hal lain yang Anda rasakan dengan jelas sebagai kehendak Allah yang harus Anda lakukan.

Namun jangan sekali-kali bertindak berdasarkan dorongan perasaan itu. Jika Anda melakukannya, maka Anda akan menimbulkan situasi sulit yang memerlukan waktu bertahun-tahun untuk memahaminya.
Tunggulah waktu Allah, maka Dia akan melakukannya tanpa mengakibatkan sesuatu yang menyakitkan atau mengecewakan. Apabila itu merupakan pertanyaan yang menyangkut kehendak Allah, tunggulah sampai Ia bertindak.

Petrus dalam nats kita tidak menantikan Allah. Dia mengkaji-kaji dalam hatinya dimana ujian akan datang, dan ujian datang dari tempat yang sama sekali tidak diduganya. Pernyataan Petrus, “Aku akan memberikan nyawaku bagi-Mu!”, pernyataan yang jujur tetapi bodoh. Yesus menjawab, “...sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali” (Yohanes 13:38). Hal ini diucapkan Yesus dengan pengetahuan yang lebih mendalam tentang diri Petrus ketimbang yang diketahui Petrus tentang dirinya sendiri. Dia tidak dapat mengikuti Yesus karena dia tidak cukup mengenal dirinya atau kemampuan pribadinya.

Pengabdian atau devosi dari diri kita mungkin cukup membuat kita tertarik kepada Yesus, untuk membuat kita tertarik pada pesona-Nya yang istimewa. Akan tetapi, hal itu takkan pernah membuat kita menjadi murid-Nya. Pengabdian dari diri kita hanya akan gagal mengabdi pada Yesus bahkan dapat menyangkalinya, tetapi tidak mencapai makna sesungguhnya tentang mengikut Dia. (My Utmost for His Highest 4 Januari 2010).