Senin, 31 Mei 2010

31 Mei ’10 – God First - Utamakanlah Allah

GOD FIRST, Utamakanlah Allah. Itulah judul renungan hari ini. Menaruh percaya (trust) kita pada orang lain, akan membuat kita kecewa, bahkan mungkin putus asa. Kita menggebu-gebu dalam pekerjaan Tuhan. Tapi tidak pertama-tama mengetahui kehendak-Nya dalam diri kita dan dilengkapi oleh-Nya. Yang terutama bukan tujuan kita, tetapi tujuan Allah: agar Anak-Nya dapat dinyatakan dalam diri kita.
GOD FIRST - UTAMAKANLAH ALLAH
Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diri-Nya kepada mereka... sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia” (Yohanes 2:24-25).
Utamakan Iman Percaya pada Allah,put God First. Tuhan tidak pernah mempercayai manusia mana pun, namun Dia tidak pernah curiga, tidak pernah merasa getir, dan tidak pernah kehilangan harapan pada siapa pun, karena Dia mengutamakan percaya-Nya kepada Allah. Dia percaya sepenuhnya pada kesanggupan anugerah Allah bagi orang lain.
Jika saya menaruh percaya (trust) saya pertama kepada manusia, hasilnya akhirnya adalah keputusasaan saya pada setiap orang . Saya akan merasa getir karena saya berkeras agar orang menjadi berobah seperti yang saya harapkan – nyatanya tidak. Jangan sekalikali mempercayai apa pun dalam diri Anda atau orang lain kecuali anugerah Allah.
Utamakan kehendak Allah. “Sungguh, Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu” (Ibrani 10:9).
Kepatuhan seseorang adalah kepada apa yang dilihatnya sebagai suatu kebutuhan. Kepatuhan Tuhan ialah terhadap kehendak Bapa-Nya.
Motto pelayanan masa sekarang ialah, “Kita haru bekerja! Orang-orang berdosa sedang menuju kebinasaan tanpa Allah. Kita harus pergi dan memperkenalkan Allah kepada mereka.” Akan tetapi, kita harus terlebih dahulu yakin bahwa “kebutuhan” Allah dan kehendak-Nya di dalam kita secara pribadi terpenuhi. Yesus berkata, “Kamu harus tinggal ... sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dan tempat tinggi” (Lukas 24:49).
Tujuan dari pelatihan kristiani kita ialah untuk mengantar kita ke dalam hubungan yang benar bagi “kebutuhan” Allah dan kehendakNya. Setelah “kebutuhan” Allah di dalam kita terpenuhi, Dia akan membuka jalan bagi kita untuk melaksanakan kehendak-Nya, sambil memenuhi “kebutuhan”-Nya di mana pun.
Utamakan Anak AllahDan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. "(Matius 18:5).
Allah datang sebagai seorang bayi, memberikan dan menyerahkan diri-Nya kepada kita. Dia mengharapkan kehidupan pribadi kita menjadi sebuah “Betlehem”. Apakah saya mempersilakan hidup saya secara berangsur-angsur diubahkan oleh kehidupan Anak Allah? Tujuan utama Allah ialah agar Anak-Nya dapat dinyatakan dalam diri saya. (My Utmost for His Highest, 31 Mei 2010)

Minggu, 30 Mei 2010

30 Mei ’10 – Ya Tuhan, ... Tetapi .....!



YA TUHAN, ... TETAPI .....!
Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi... ” (Lukas 9:61).
Seandainya Allah menyuruh Anda berbuat sesuatu yang merupakan ujian besar dan bertolak belakang dengan akal sehat Anda, apakah yang akan Anda lakukan? Menahan diri?
Jika Anda menjadi terbiasa melakukan sesuatu dalam hal jasmani, Anda akan melakukannya setiap kali sampai Anda mematahkan kebiasaan itu melalui tekad bulat. Hal serupa berlaku secara rohani. Berulang kali Anda ingin sampai pada apa yang Yesus inginkan, tetapi setiap kali Anda gagal, kembali ketitik awal keberadaan Anda, sampai Anda menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah.
Masalahnya kita cenderung berkilah, “Ya, tetapi - misalkan aku mematuhi Allah dalam hal ini, bagaimana dengan ......? “Atau kita berkata, “Ya, aku akan mematuhi Allah jika yang diminta-Nya tidak bertentangan dengan akal sehatku, tetapi jangan minta aku melangkah dalam gelap”.
Yesus Kristus menuntut semangat dan keberanian yang tak bersyarat pada orang yang menaruh iman percayanya pada Dia. Seperti halnya juga ditunjukkan orang-orang pada umumnya, jika ingin melakukan sesuatu yang bermanfaat dan menyenangkan, adakalanya dia harus mempertaruhkan segala sesuatu termasuk kalau perlu ”melompat dalam gelap”. Dalam alam rohani, Yesus Kristus menuntut Anda mempertaruhkan segala sesuatu yang Anda genggam atau percayai melalui akal sehat, dan mengambil langkah iman untuk mengikuti firman-Nya. Sekali Anda patuh, Anda akan mendapati bahwa firman-Nya sungguh benar.
Dari segi akal sehat, pernyataan-pernyataan Yesus Kristus mungkin tampak mustahil, tetapi bila Anda mengujinya dalam “kemurnian imanmu (1 Petrus 1:7), temuan Anda akan memenuhi roh Anda dengan kenyataan yang mengagumkan bahwa perkataan-perkataan Tuhan sungguh benar. Percayalah diri Anda sepenuhnya kepada Allah, dan bila Dia membawa Anda kepada suatu kesempatan penjelajahan (rohani) baru, yang diberikan kepada Anda, pastikanlah bahwa Anda menerimanya.
Bertindaklah berani, walaupun sendirian ditengah-tengah orang banyak tetap maju mempertaruhkan imannya pada sifat Allah. (My Utmost for His Highest, 30 Mei 2010)

Sabtu, 29 Mei 2010

29 Mei ’10 - Hubungan Yang Tidak Terobahkan



KETIKA mengakhiri doa ”dalam nama Yesus Tuhan kami”, rasanya kata-kata ini bagai mantra diucapkan begitu saja tanpa makna. Renungan hari ini mengajak kita melihat makna hakiki doa, ketika berdoa dalam nama Yesus. Yaitu, kita menyatu dengan Yesus, dalam suatu hubungan yang akrab, hubungan yang sama seperti Yesus berdiri tiada bercela dan suci di hadirat Bapa-Nya, bukan usaha kita, tapi oleh kuasa baptisan Roh Kudus.


HUBUNGAN YANG TIDAK TEROBAHKAN
Pada hari itu kamu akan berdoa dalam nama-Ku...” ”sebab Bapa sendiri mengasihi kamu... ” (Yohanes 16:26-27).
Pada hari itu kamu akan berdoa dalam nama-Ku...yaitu dalam Sifat-Ku, in My Nature. Bukan “Kamu akan memakai namaKu sebagai suatu mantra”, melainkan - “Kamu akan menjadi sedemikian akrab dengan Aku sehingga kamu akan menjadi satu dengan Aku.” “Hari itu” bukanlah satu hari dalam kehidupan yang akan datang, melainkan sekarang ini dan disini. ”sebab Bapa sendiri mengasihi kamu ......”. Kasih Bapa adalah bukti bahwa persatuan kita dengan Yesus menjadi sempurna.
Tuhan tidak bermaksud agar hidup kita bebas dari kesulitan lahiriah dan ketidakpastian, tetapi sama seperti Dia mengenal hati dan pikiran Bapa, kita juga dapat diangkat oleh-Nya masuk tempat surgawi melalui baptisan Roh Kudus, supaya Dia dapat menyingkapkan ajaran Allah kepada kita.
..segala sesuatu yang kamu minta kepada Bapa akan diberikan-Nya kepadamu dalam nama-Ku ..... “ (Yohanes 16:23). “Hari itu” merupakan suatu hari damai dan suatu saat hubungan Allah dan orang kudus-Nya tidak terobahkan. Sama seperti Yesus berdiri tiada bercela dan suci di hadirat Bapa-Nya, kita juga oleh kuasa baptisan Roh Kudus diangkat ke dalam hubungan itu – ” ..... supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu” (Yohanes 17:22).
... akan diberikan-Nya kepadamu” (Yohanes 16:23). Yesus berkata bahwa karena nama-Nya maka Allah akan menerima dan merespon doa-doa kita. Sungguh suatu tantangan dan undangan besar: berdoa di dalam nama-Nya! Melalui kuasa kebangkitan dan kenaikan Yesus, dan melalui Roh Kudus yang diutus-Nya, kita dapat diangkat ke dalam hubungan yang sedemikian itu. Sekali dalam kedudukan yang mengherankan tersebut, setelah ditempatkan di sana oleh Yesus Kristus, kita dapat berdoa kepada Allah dalam nama Yesus - dalam sifat-Nya, yang satu dengan Bapa.
Ini merupakan suatu pemberian yang dikaruniakan kepada kita melalui Roh Kudus, dan Yesus berkata, “...segala sesuatu yang kamu minta kepada Bapa akan diberikan-Nya kepadamu dalam nama-Ku.” Sifat kuasa tertinggi dari Yesus Kristus diuji dan dibuktikan oleh pernyataan-Nya sendiri. (My Utmost for His Highest, 29 Mei 2010)

Jumat, 28 Mei 2010

28 Mei ’10 - Penyingkapan Yang Tidak Dipertanyakan

DALAM alam keterbukaan seperti saat ini, kita semakin dicecari hal-hal yang dapat mempengaruhi iman percaya kita. Bukan saja dari luar – seperti Da Vinci Code dan sebangsanya, tapi dari dalam – masalah dogma misalnya, atau yang lain - dari dalam diri kita sendiri. Yang manapun itu, Renungan hari ini menegaskan, tidak ada hal yang patut kita ragukan, kalau Allah sendiri mengungkapkan kebenaran-Nya kepada kita pribadi.


PENYINGKAPAN YANG TIDAK DIPERTANYAKAN
... pada hari itu kamu tidak akan menanyakan apa-apa kepada-ku”(Yohanes 16:23).
Kapankah "hari itu"? "Hari itu" ialah ketika Tuhan yang telah naik ke surga itu menjadikan kita satu dengan Bapa sama seperti Yesus menjadi satu dengan Bapa, dan Yesus berkata, "Pada hari itu kamu tidak akan menanyakan apa-apa kepada-Ku. "
Sampai hidup kebangkitan Yesus sepenuhnya dinyatakan dalam diri Anda, Anda masih mempunyai banyak pertanyaan tentang banyak hal. Kemudian setelah itu Anda mendapati semua pertanyaan sirna – agaknya Anda tidak mempunyai pertanyaan lagi untuk diajukan. Anda telah sampai pada titik sepenuhnya mengadalkan diri pada hidup kebangkitan Yesus, yang membawa Anda pada kesatuan yang sempurna dengan maksud Allah.
"Pada hari itu" mungkin ada beberapa hal yang masih tersembunyi dari pengertian Anda, tetapi hal-hal itu takkan menjadi ganjalan antara hati Anda dengan Allah "Pada hari itu kamu tidak akan menanyakan apa-apa kepada-Ku", artinya Anda tidak perlu bertanya karena Anda merasa pasti bahwa Allah akan menyingkapkan hal-hal yang sesuai dengan kehendak-Nya. Iman dan sejahtera seperti dalam Yohanes 14:1 (Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku) telah memenuhi hati Anda, sehingga memang tidak ada lagi pertanyaan yang perlu diajukan.
Namun, jika sesuatu merupakan suatu rahasia atau misteri bagi Anda dan mengganjal di hati Anda, jangan sekali-kali mencari penjelasan dalam akal pikiran Anda, tetapi carilah itu dalam roh Anda, yaitu sifat batiniah Anda yang sebenarnya - di situlah letak masalah tersebut.
Sekali Anda bersedia menyerahkan diri kepada kehidupan Yesus, pengertian Anda akan menjadi sangat jelas, dan Anda akan mencapai tempat dimana tidak ada jarak antara Bapa dan Anda, anak-Nya, karena Tuhan telah menjadikan Anda menjadi satu dengan-Nya. "Pada hari itu kamu tidak akan menanyakan apa-apa kepada-Ku". (My Utmost for His Highest, 28 Mei 2010)

Kamis, 27 Mei 2010

27 Mei ’10 – Hidup Yang Hidup (Life that Lives)

KEBENARAN tentang Pentakosta, kini, dengan menerima Roh Kudus, kita menerima kehidupan yang membangkitkan kembali dari Yesus yang sudah bangkit dan telah naik ke surga: Sikap menerima dan menyambut-Nya ke dalam hidup kita harus menjadi sikap yang terus menerus. Tapi Renungan ini mengingatkan, tidak menjadikan (pengalaman) baptisan Roh Kudus yang utama, tapi pengenalan akan Allah – Hidup itu sendiri!



HIDUP YANG HIDUP
"…. kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi" (Lukas 24:49).
AYAT diatas menyebutkan para murid harus menanti dan tinggal di Yerusalem sampai hari Pentakosta, bukan hanya untuk kembali pada kegiatan mereka sendiri tetapi karena mereka harus menunggu sampai Tuhan benar-benar dimuliakan. Dan segera setelah Dia dimuliakan, apakah yang terjadi? "Dan sesudah Ia ditinggikan oleh tangan kanan Allah dan menerima Roh Kudus yang dijanjikan itu, maka dicurahkan-Nya apa yang kamu lihat dan dengar di sini" (Kisah Para Rasul 2:33).
Pernyataan dalam Yohanes 7:39 - "... sebab Roh itu belum datang, karena Yesus belum dimuliakan" - tidak berkaitan dengan kita. Roh Kudus kini telah diberikan; Tuhan telah dimuliakan - penantian kita tidak bergantung pada pemberian Allah, tetapi pada kesiapan rohani kita sendiri.
Pengaruh dan kuasa Roh Kudus telah bekerja sebelum Pentakosta, tetapi pada saat itu Dia tidak ada di sini. Segera setelah Tuhan kita dimuliakan dalam kenaikan-Nya, Roh Kudus datang ke dalam dunia dan sejak itu Dia ada di sini.
Kita harus menerima kebenaran yang menyatakan bahwa Dia ada di sini. Sikap menerima dan menyambut kedatangan Roh Kudus ke dalam hidup kita harus menjadi sikap yang terus menerus dari seorang percaya. Ketika kita menerima Roh Kudus, kita menerima kehidupan yang membangkitkan kembali (reviving life) dari Tuhan yang telah naik ke surga.
Bukan baptisan Roh Kudus yang mengubah manusia, melainkan kuasa Kristus yang ditinggikan yang memasuki hidup mereka melalui Roh Kudus. Kita semua sering memisahkan hal-hal yang tidak pernah dipisahkan oleh Perjanjian Baru. Baptisan Roh Kudus bukanlah sebuah pengalaman yang terpisah dari Yesus Kristus – Baptisan Roh itu adalah bukti dari Kristus yang naik ke surga dan ditinggikan.
Baptisan Roh Kudus tidak berhubungan dengan kekekalan - itu adalah satu pengalaman kemuliaan yang menakjubkan SEKARANG ini - Tapi, "Inilah hidup yang kekal, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau ... " (Yohanes 17:3).
Mulailah mengenal Dia sekarang dan jangan pernah berhenti. (My Utmost for His Highest, 27 Mei 2010)

Rabu, 26 Mei 2010

RENUNGAN hari ini mengatakan, pemahaman kita akan doa harus berdasarkan konsep yang betul. Doa adalah kehidupan. Harus terus jalan - seperti nafas dan darah dari jantung. Kita boleh tahu ada kepastian doa, yang dikerjakan Roh Kudus dalam kita. Bahayanya, sering kita memperlunak apa yang Yesus katakan – mengartikan perkataan-Nya sesuai dengan akal sehat kita, lalu itu yang kita yakini!

RENUNGAN hari ini mengatakan, pemahaman kita akan doa harus berdasarkan konsep yang betul. Doa adalah kehidupan. Harus terus jalan - seperti nafas dan darah dari jantung. Kita boleh tahu ada kepastian doa, yang dikerjakan Roh Kudus dalam kita. Bahayanya, sering kita memperlunak apa yang Yesus katakan – mengartikan perkataan-Nya sesuai dengan akal sehat kita, lalu itu yang kita yakini!

MEMAHAMI DOA SEPERTI YESUS AJARKAN
"....berdoalah senantiasa " ( 1 Tesalonika 5:17, BIS).
Pemahaman kita tentang doa, apakah benar ataupun salah, tergantung pada konsep kita sendiri tentang doa. Konsep yang benar adalah jika kita memikirkan doa seperti napas dalam paru-paru kita dan darah dari jantung kita: Darah kita mengalir dan napas kita terus bekerja, bahkan ketika kita tidak menyadarinya, tidak pernah berhenti. Demikian juga, kita tidak selalu menyadari bahwa Yesus memelihara kita dalam kesatuan yang sempurna dengan Allah, tetapi jika kita mentaati-Nya maka Dia selalu ada dipihak kita.
Doa bukanlah suatu latihan. Doa adalah kehidupan orang percaya. Waspadalah terhadap apa pun yang menghentikan persembahan doa. Berdoalah senantiasa, dengan tiada berkeputusan - peliharalah kebiasaan mempersembahkan doa dalam hati Anda kepada Allah sepanjang waktu.
Yesus tidak pernah menyebutkan tentang doa yang tidak terjawab. Dia mempunyai kepastian yang sungguh pasti, suatu boundless certainty, bahwa doa selalu dijawab.
Apakah melalui Roh Allah kita mempunyai kepastian yang demikian tentang doa, sama seperti yang dipunyai Yesus ketika Ia berdoa, ataukah apakah kita terpikir akan saat-saat yang tampaknya Allah tidak mengabulkan doa kita? Perkataan Yesus, " ... setiap orang yang meminta, menerima ... " (Matius 7:8) adalah suatu kepastian.
Kita mungkin berargumen, "Tetapi begini ..... tetapi ....." Allah mengabulkan doa dengan cara yang terbaik - bukan hanya kadang-kadang, melainkan setiap waktu, walaupun bukti jawaban dalam hal atau masalah yang kita inginkan mungkin tidak selalu segera mengikuti. Apakah kita sungguh mengharapkan Allah mengabulkan doa?
Bahayanya adalah bahwa kita memperlunak apa yang Yesus katakan dan mengartikannya sesuai dengan akal sehat kita. Akan tetapi, jika ucapan Yesus hanya sebatas apa yang kita pikirkan dengan akal kita, maka apa yang dikatakan oleh Yesus tidak akan ada arti atau manfaatnya bagi kita. Justru ajaran Yesus tentang doa merupakan kebenaran adikodrati yang disingkapkan-Nya untuk menjawab doa kita. (My Utmost for His Highest, 26 Mei 2010)

Selasa, 25 Mei 2010

25 Mei ’10 - Yang Baik atau Paling Baik

BANYAK di antara kita, tegas Renungan hari ini, tidak bertumbuh secara rohani karena lebih suka memilih berdasarkan hak-hak kita, bukannya bergantung pada Allah membuat pilihan itu bagi kita. Dan dikatakan, musuh terbesar dari hidup iman bukanlah dosa. Melainkan pilihan-pilihan baik yang sebenarnya tidak cukup baik. Mengapa? Menjadikan hak menjadi penentu hidup kita, akan menumpulkan pandangan rohani kita ....


YANG BAIK ATAU PALING BAIK
….. jika engkau ke kiri, maka aku ke kanan, jika engkau ke kanan, maka aku ke kiri (Kejadian 13:9).
Segera setelah Anda mulai menghayati kehidupan iman kepada Allah, maka berbagai hal yang mempesona dan memuaskan secara jasmani segera terbuka di hadapan Anda.
Hal-hal ini adalah hak Anda. Tetapi jika Anda menghayati kehidupan iman maka Anda akan menjalankan hak Anda untuk melepas hak-hak Anda, dan membiarkan Allah membuat pilihan untuk Anda.
Allah kadang-kadang mengizinkan Anda mengalami pencobaan, dimana jika Anda tidak hidup dalam iman, hal-hal yang menyenangkan bagi Anda akan menjadi hal yang selalu menjadi perhatian dan pertimbangan. Tetapi jika Anda hidup dalam iman, dengan senang hati Anda akan melepaskan hak Anda dan membiarkan Allah menentukan pilihan bagi Anda. Inilah disiplin yang digunakan Allah untuk mengubahkan yang lahiriah menjadi yang rohani melalui kepatuhan pada suara-Nya.
Bila hak kita menjadi faktor penentu hidup kita, hal itu akan menumpulkan pandangan atau wawasan rohani kita.
Musuh terbesar dari hidup iman kepada Allah bukanlah dosa, melainkan pilihan-pilihan baik yang sebenarnya tidak cukup baik. Yang baik selalu menjadi musuh yang terbaik.
Dalam nas diatas, agaknya (menurut kebanyakan kita) tindakan paling bijaksana bagi Abram untuk dilakukan adalah melakukan pilihan. Itu adalah haknya, dan orang-orang sekelilingnya akan menganggapnya bodoh karena tidak memilih.
Banyak di antara kita tidak terus bertumbuh secara rohani karena kita lebih suka memilih berdasarkan hak-hak kita, bukannya bergantung pada Allah membuat pilihan itu bagi kita.
Kita harus belajar hidup menurut tolok ukur pandangan yang terpusat kepada Allah. Dan Allah berkata kepada kita, seperti yang dikatakan-Nya kepada Abram, "...hiduplah di hadapan-Ku ... " (Kejadian 17: 1). (My Utmost for His Highest 25 Mei 2010)

Senin, 24 Mei 2010

24 Mei ’10 - Kegembiraan Dalam Keputusasaan

BISAKAH ada kegembiraan dalam keputusasaan atau ketiadaanharapan? Bisa. Itulah yang ingin dikemukakan dalam Renungan hari ini. Malah disebutkan sebagai sesuatu kegembiraan, penghiburan, yang tak terkatakan. Tapi saya harus tiba terlebih dahulu pada titik keputusasaan yang dimaksud. Yang bagaimana? Bahwa “di dalam aku …. tidak ada sesuatu yang baik”" Selanjutnya dibawah ini:

KEGEMBIRAAN DALAM KEPUTUSASAAN
Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kaki-Nya sama seperti orang yang mati” (Wahyu 1:17).
Seperti rasul Yohanes, mungkin Anda mengenal Yesus Kristus secara akrab. Namun bila Dia mendadak menampakkan diri kepada Anda dengan sifat yang sama sekali tidak biasa – yang unfamiliar , satu-satunya reaksi Anda ialah "sujud di depan kaki-Nya sama seperti orang yang mati".
Ada waktunya Allah tidak dapat menyingkapkan dirinya-Nya dengan cara lain selain dengan keagungan-Nya, dan kekaguman dan rasa hormat dari penglihatan itulah yang mengantar Anda pada kegembiraan dalam keputusasaan (delight of despair); mengalami sukacita ini dalam ketiadaanharapan, menyadari bahwa jika Anda boleh dibangkitkan maka itu pastilah oleh tangan Allah.
"Ia meletakkan tangan kanan-Nya di atasku ... " (Wahyu 1: 17). Di tengah-tengah keadaan kekaguman dan rasa hormat, sebuah sentuhan datang, dan Anda tahu bahwa itulah tangan kanan Yesus Kristus. Anda tahu itu bukan tangan yang mengekang, mengoreksi, atau suatu penghukuman, melainkan tangan kanan Bapa yang Kekal.
Apabila Tangan-Nya diletakkan atas Anda, ia memberikan sejahtera dan penghiburan yang tak terkatakan, dan kesadaran bahwa ada "perlindungan .... dengan lengan yang kekal" (Ulangan 33:27), yang menopang penuh, menghibur dan menguatkan. Dan begitu sentuhan-Nya tiba, tidak ada yang dapat melemparkan Anda lagi ke dalam rasa takut. Di tengah kemuliaan-Nya yang naik, Tuhan Yesus datang berbicara, dan mengatakan, "Jangan takut!" (Wahyu 1: 17). Kelembutan-Nya sungguh manis tak terkatakan. Apakah saya mengenal Dia seperti itu?
Perhatikanlah beberapa hal yang menyebabkan keputusasaan atau ketiadaanharapan. Ada keputusasaan yang di dalamnya tidak ada lagi kegembiraan, tidak ada wawasan pandangan, dan tidak ada harapan akan sesuatu yang lebih cerah. Akan tetapi, kegembiraan dalam keputusasaan atau ketiadaanharapan datang ketika sampai pada kesadaran bahwa " .....  aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik" (Roma 7: 18).
Saya gembira mengetahui bahwa ada sesuatu dalam diri saya yang harus sujud di hadapan Allah bila Dia menyingkapkan diri-Nya kepada saya, dan juga dalam mengetahui bahwa jika saya boleh dibangkitkan maka itu pastilah oleh tangan Allah.
Allah tidak dapat berbuat apa pun bagi saya sebelum saya mengenal atau menyadari batas kemampuan manusia saya, lalu mempersilakan Dia melakukan hal yang mustahil. (My Utmost for His Highest 24 Mei 2010)

Minggu, 23 Mei 2010

23 Mei 2010 – Ketidak-Percayaan Dan Kekuatiran

SIAPA tidak pernah kuatir. Bahkan mungkin masuk dalam kecemasan - menjadi musuh dari dalam diri kita.
Dunia dan akal sehat mengatakan kekhawatiran wajar dalam hidup. Tapi renungan hari ini mengatakan, Yesus melihat kekuatiran sebagai suatu yang serius: ketidak-percayaan. Tidak percaya pemeliharaan Allah. Dan lebih jauh, kekhawatiran menghimpit Firman dalam kita. Bagaimana Tuhan menyadarkan kita akan hal itu?


KETIDAK-PERCAYAAN DAN KEKUATIRAN
"Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai" (Matius 6 25)
Yesus menyimpulkan, kekuatiran yang menurut akal wajar dalam kehidupan seorang murid adalah sebagai ketidak-percayaan.
Jika kita telah menerima Roh Allah, Dia akan mendesak kita dengan pertanyaan, "Sekarang apakah peranan-Ku dalam hubungan ini, dalam liburan yang telah kau rencanakan ini atau dalam buku-buku yang ingin kaubaca ini?" Dan Dia selalu mendesak terus poin seperti ini sampai kita belajar menempatkan Dia sebagai pertimbangan kita yang pertama. Bila kita menempatkan yang lain menjadi yang pertama, maka akan terjadi konflik dalam diri.
"Janganlah kuatir akan hidupmu . . . ”. Janganlah biarkan beban pemeliharaan Allah akan hidup Anda membebani diri Anda. Adalah tidak saja keliru untuk kuatir, itu merupakan ketidak-percayaan; karena kuatir berarti tidak percaya bahwa Allah dapat memelihara sampai hal-hal kecil dalam hidup kita.
Pernahkah Anda memperhatikan, hal apakah yang dikatakan Yesus yang akan mengimpit Firman dalam diri kita? Ibliskah? Bukan, melainkan "kekuatiran dunia ini" (Matius 13:22).
Adalah selalu kekuatiran-kekuatiran kecillah yang justru menghimpit Firman dalam diri kita. Kita berkata, "Aku takkan percaya bila aku tidak dapat melihat" - dan di situlah ketidak-percayaan itu mulai. Pengobatan satu-satunya bagi ketidak-percayaan ialah ketaatan pada Roh.
Kata terbesar dari Yesus kepada murid-Nya ialah menyerah. (My Utmost for His Highest 23 Mei 2010)

Sabtu, 22 Mei 2010

22 Mei ’10 - Penjelasan Mengenai Kesulitan Kita

ADAKAH lagi merasa terasing, sendiri? Atau juga cenderung mengkritik, cari-cari kesalahan dan ngototan? Adakah merasakan hal-hal itu menguasai diri kita?
Renungan hari ini memberikan penjelasan mengapa hal-hal itu terjadi, dan apa jawabannya. Yaitu masalah hubungan atau kesatuan kita dengan Allah – seperti Yesus dengan Allah - yang justru menjadi doa Yesus bagi kita. Lebih lanjut dibawah ini:

PENJELASAN MENGENAI KESULITAN KITA

supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita " (Yohanes 17:21).
Jika Anda sedang mengalami keterasingan atau kesendirian, bacalah Yohanes 17. Itu akan menjelaskan dengan tepat mengapa Anda berada dalam keadaan tersebut – karena Yesus telah berdoa agar Anda menjadi satu dengan Bapa seperti Dia juga demikian.
Apakah Anda memberi tempat bagi Allah untuk menjawab doa itu, ataukah Anda mempunyai sasaran lain bagi hidup Anda? Karena Anda telah menjadi seorang murid, Anda tidak dapat bebas seperti sebelumnya.
Allah menyatakan dalam Yohanes 17 bahwa maksud-Nya bukan hanya untuk menjawab doa kita, melainkan agar melalui doa kita, kita dapat membedakan secara jelas, atau memahami pikiran Allah. Ada satu doa yang harus dijawab Allah yaitu doa Yesus - "...supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu" (Yohanes 17:22).
Apakah kita sedekat itu kepada Yesus Kristus?
Allah tidak concern, tidak perhatian dengan rencana kita; Dia tidak bertanya, "Apakah engkau ingin maju sendiri sesuai rencanamu dengan kehilangan orang yang engkau kasihi ini, kesulitan ini, atau kekalahan ini?" Tidak. Dia tidak bertanya demikian. Dia membiarkan semua ini untuk maksud tujuan-Nya sendiri.
Hal-hal yang akan kita alami tersebut menjadikan kita pria dan wanita yang lebih menyenangkan, lebih lembut dan lebih luhur; atau (sebaliknya) menjadikan kita lebih suka mengkritik, mencari-cari kesalahan dan semakin ngototan mengikuti keinginan atau jalan kita sendiri. Hal-hal yang terjadi dalam kehidupan kita (bisa) membuat kita menjadi jahat atau menjadi lebih kudus, tergantung sepenuhnya pada hubungan kita dengan Allah.
Jika kita berserah, "Jadilah kehendak-Mu” (Matius 26:42), maka kita akan didorong dan dihibur oleh Yohanes 17, karena mengetahui bahwa Bapa kita bekerja menurut hikmat-Nya sendiri untuk mencapai apa yang terbaik.
Bila kita memahami maksud Allah, kita takkan berpikiran sempit dan bersikap sinis. Yesus mendoakan kita tidak kurang dari agar ada kesatuan mutlak dengan diri-Nya, sama seperti Dia menjadi satu dengan Bapa.
Sebagian dari kita masih jauh dari kesatuan ini. Namun Allah takkan membiarkan kita sendiri sampai kita menjadi satu dengan Dia - karena Yesus telah berdoa, "...supaya mereka semua menjadi satu ..." (My Utmost for His Highest 22 Mei 2010)

Jumat, 21 Mei 2010

21 Mei ’10 - Memiliki Iman Yang "Tidak Masuk Akal"

“CARILAH dahulu Kerajaan Allah ...”, adalah salah satu ayat paling banyak dikutip atau dinasehatkan. Tetapi, mengimaninya tidak semudah mengatakan. Bahkan orang yang paling ”rohani” tidak lepas dari argumentasi: "Tetapi ’kan harus hidup; harus ada uang; harus makan”, dll. Yesus tidak mengatakan tidak perlu memikirkan apa pun dalam hidup, tetapi perhatian terbesar menempatkan hubungan dengan Allah sebagai yang pertama:

MEMILIKI IMAN YANG “TIDAK MASUK AKAL”

"Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kehendak-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu"(Matius 6:33).
Bila kita memandang pada kata-kata Yesus ini, kita segera mendapatinya sebagai kata-kata paling revolusioner yang pernah didengar telinga manusia. "...carilah dahulu Kerajaan Allah ... " Bahkan orang yang paling rohani atau spiritually-minded di antara kita tidak lepas dari argumentasi yang sebaliknya, "Tetapi aku ’kan harus hidup; aku ’kan perlu uang; aku ’kan harus ada pakaian, aku ’kan harus makan, dan lain-lain”.
Kenyataan bahwa concern atau perhatian besar dalam hidup kita bukanlah Kerajaan Allah, melainkan bagaimana kita agar untuk dapat hidup.
Tetapi Yesus membalik urutannya dengan menyuruh kita menjalin hubungan yang benar dengan Allah terlebih dahulu, dengan memeliharanya sebagai perhatian utama dalam hidup kita, dan jangan pernah menempatkan kekhawatiran kita pada hal-hal lainnya menjadi yang pertama.
"...Janganlah khawatir tentang hidupmu ... " (Matius 6:25). Tuhan menunjukkan bahwa dari sudut pandang-Nya sama sekali tidak beralasan jika kita khawatir, cemas bagaimana kita akan hidup.
Yesus tidak mengatakan bahwa orang yang tidak memikirkan apa pun dalam hidupnya diberkati - tidak, orang demikian bodoh. Yesus mengajarkan bahwa seorang murid harus membuat hubungannya dengan Allah merupakan fokus atau konsentrasi hidup yang utama, dan menjaga agar tidak tenggelam dalam kekhawatirkan apapun yang lain dibanding hal diatas. Pada hakikatnya, Yesus berkata, "Jangan jadikan makanan dan minuman sebagai unsur kendali hidupmu, tetapi fokuslah secara mutlak kepada Allah."
Sebagian orang sembrangan mengenai makanan dan minuman mereka, dan mereka menderita karenanya; mereka ceroboh mengenai apa yang mereka pakai, sehingga tidak menunjukkan tampilan yang semestinya; mereka ceroboh dengan urusan duniawi, dan Allah memikulkan tanggung jawab hal itu pada mereka.
Yesus mengatakan bahwa perhatian terbesar dalam kehidupan ialah menempatkan hubungan kita dengan Allah sebagai yang pertama, dan semua hal lainnya pada urutan kedua.
Salah satu disiplin kehidupan Kristen yang paling sulit, namun teramat penting (critical adalah memperbolehkan Roh Kudus membawa kita kedalam keselarasan mutlak dengan ajaran Yesus dalam ayat-ayat ini. (My Utmost for His Highest 21 Mei 2010)

Kamis, 20 Mei 2010

20 Mei ’10 - Menjadikan Jiwa Kita Milik Kita

GOOD MOOD. Suasana hati yang enak. Itulah umumnya yang dicari orang modern, dengan bayaran apapun. Renungan hari ini mengatakan, suasana hati hampir selalu berakar dalam situasi lahiriah, bukan batin kita. Bagi seorang kristen, sekalipun merupakan perjuangan bersinambungan, tidak patut mendengarkan suasana hati, dan jangan sekali-kali tunduk kepadanya. Itulah cara dan disiplin ”Menjadikan Jiwa Kita Milik Kita”

MENJADIKAN JIWA KITA MILIK KITA
Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh hidupmu. " (Lukas 21.19)
Bila seseorang dilahirkan kembali, akan ada waktu dimana ia tidak mempunyai vitalitas pemikiran dan penalaran yang dimilikinya sebelumnya. Kita harus belajar mengekpresikan hidup baru ini dalam kita, membentuk ” pikiran Kristus”(lihat Filipi 2:5).
Yang dimaksudkan ayat diatas, kita berusaha memperoleh hidup kita melalui kesabaran. Akan tetapi, banyak di antara kita lebih suka tinggal di pintu masuk kehidupan Kristen ketimbang berjalan terus untuk membangun hidup kita sesuai dengan hidup baru yang telah ditaruhkan Allah di dalam diri kita. Kita gagal karena ketidaktauan kita akan cara Allah membentuk kita, dan kita menyalahkan iblis untuk hal-hal yang sebenarya merupakan akibat sikap kita sendiri yang tidak disiplin. Pikirkanlah betapa bodohnya kita bila kita dibawa melihat keadaaan kita yang sebenarnya dalam kebenaran-Nya!
Ada hal-hal tertentu dalam kehidupan yang tidak perlu kita doakan – mood atau suasana hati, misalnya. Kita tidak pernah dapat menyingkirkan suasana hati dengan doa, tetapi itu dapat kita lakukan dengan mendepaknya keluar dari hidup kita. Suasana hati hampir selalu berakar dalam situasi tertentu lahiriah, bukan dalam batin kita yang sesungguhnya.
Merupakan perjuangan bersinambungan untuk tidak mendengarkan suasana hati yang timbul sebagai akibat dan keadaan lahiriah kita; jangan sekali-kali tunduk kepadanya meskipun hanya sekejap. Kita harus bangkit berdiri, kemudian kita akan mendapati bahwa kita dapat melakukan apa pun yang semula kita tidak yakin dapat melakukannya.
Masalahnya mengapa kita selalu gagal, karena kebanyakan kita tidak mau melakukannya. Kehidupan Kristen adalah perwujudan keteguhan dan tekad rohani dalam kedagingan kita. (My Utmost for His Highest, 20 Mei 2010).

Rabu, 19 Mei 2010

19 Mei ’10 - Dari Kehancuran Aku Bangkit

PENGAKUAN bahwa ”Yesus mengasihiku” tidaklah sukar apabila dapat berkat, atau segala sesuatunya baik. Tetapi bagaimana ketika berbagai kesukaran menyesak? Ketika orang-orang di sekitar tampaknya mengatakan bahwa kasih Allah itu dusta? Allah tidak ada keadilan? Hanya satu hal dalam situasi seperti ini, yang memampukan kita bangkit: kasih Allah di dalam Kristus Yesus dinyatakan didalam diri kita.

DARI KEHANCURAN AKU BANGKIT
Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kritus? ” (Roma 8:35).
Allah tidak membuat anak-Nya kebal dari kesesakan; Dia berjanji, ”Aku akan menyertai dia dalam kesesakan ”(Mazmur 9 1:15).
Tidak menjadi soal betapa nyata atau menyesakkan kesukaran itu; tidak ada kesukaran yang dapat memisahkan seseorang dari hubungannya dengan Allah. “Tetapi dalam semuanya itu kita lebih daripada orang orang yang menang... ” (Roma 8:37).
Paulus disini tidak berbicara tentang hal yang khayali, melainkan tentang hal-hal yang nyata-nyata membawa ke keputus-asaan; dan dia menyatakan bahwa kita adalah “pemenang sempurna” di tengah kesukaran itu, bukan karena kecerdikan kita sendiri ataupun keteguhan hati kita, atau oleh hal lainnya, melainkan karena semua kesukaran itu tidak berpengaruh pada hubungan kita yang esensial dengan Allah di dalam Yesus Kristus. Karena benar atau salah, kita adalah dimana kita berada, persis dalam kondisi dimana kita berada. Saya merasa kasihan terhadap orang Kristen merasa yang tidak pernah menghadapi kesukaran sehingga ia tahu apa artinya berharap hal-hal itu diangkat dari hidupnya.
Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan ... ?” Penindasan tidak pernah menjadi hal yang enak. Tetapi apa pun bentuknya – kelelahan, sakit hati atau sekadar penyebab suatu kelemahan - itu takkan sanggup “memisahkan kita dari kasih Kristus’. Jangan sekali-kali membiarkan penindasan atau “kekhawatiran dunia ini” memisahkan Anda dari fakta bahwa Allah mengasihi Anda.
Kesengsaraan ... ?” Dapatkah kasih Allah tetap kokoh di hati kita, bahkan ketika setiap orang dan segala sesuatu di sekitar tampaknya mengatakan bahwa kasih Allah itu dusta, dan bahwa tidak ada keadilan?
 Kelaparan ... ?“ Dapatkah kita tidak hanya mempercayai kasih Allah tetapi menjadi “lebih daripada orang-orang yang menang”, bahkan selagi kita kelaparan?
Ketika sepertinya seluruhnya mempertanyakan kasih Allah, atau sesuatu yang luar biasa terjadi atas seseorang yang berpaut pada kasih-Nya, maka bisikan dapat datang, mengatakan Yesus Kristus itu seorang penipu, atau bahkan mengatakan telah menipu Paulus. Logikapun bungkam dihadapkan dengan hal-hal itu. Hanya satu hal dalam situasi seperti ini - kasih Allah di dalam Kristus Yesus. Dan kitapun akan mengatakan ”Dari kehancuran aku bangkit”. Setiap waktu. (My Utmost for His Highest, 19 Mei 2010).

Selasa, 18 Mei 2010

18 Mei ’10 - Hidup Bersahaja – Namun Tetap Fokus

SUNGGUH mulia, ingin tetap maju secara rohani dan berguna bagi orang lain. Tapi renungan hari ini mengatakan, usaha kita secara sadar untuk itu justru menjadi penghalang, merusak rancangan Allah yang Ia ingin tunjukkan melalui kita. Dikatakan, hanya ada satu cara bertumbuh secara rohani yaitu melalui pemusatan perhatian kepada Allah. Dengan kata lain, perhatikanlah Sumbernya, dan dari kita “akan mengalir aliran-aliran air hidup”
HIDUP BERSAHAJA – NAMUN TETAP FOKUS
Pandanglah burung-burung di langit... Perhatikanlah bunga bakung di ladang... ” (Matius 6:26,28).
Perhatikanlah bunga bakung di ladang yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal - bebungaan itu hanya ada! Pikirkanlah tentang laut, udara, matahari, bintang-bintang dan bulan - semuanya juga hanya ada ditempatnya masing-masing, simply there- namun betapa besar apa yang diberikannya bagi kita.
Sering kita merusak pengaruh rancangan Allah, yang Ia ingin tunjukkan melalui kita, karena usaha sadar kita untuk menjadi tetap maju (consistent) dan berguna. Yesus menyatakan, hanya ada satu cara bertumbuh secara rohani yaitu melalui pemusatan perhatian kepada Allah.
Secara esensi, Yesus berkata, “Jangan cemas tentang bagaimana dapat berguna bagi orang lain; percayalah saja kepada-Ku.” Dengan kata lain, perhatikanlah Sumbernya, dan dari Anda “akan mengalir aliran-aliran air hidup” (Yohanes 7:38).
Kita tidak dapat menemukan sumber kehidupan alamiah (natural life) kita melalui akal sehat dan penalaran, dan Yesus mengajarkan bahwa pertumbuhan dalam kehidupan rohani kita tidak berasal dan pemusatan perhatian kita pada langsung atas hal itu, melainkan berasal dari pemusatan perhatian kita pada Bapa yang di surga. Bapa surgawi mengetahui situasi kita, dan jika kita tetap memusatkan perhatian kepada-Nya, makaa kita akan bertumbuh secara rohani - seperti bunga bakung di ladang”.
Orang-orang yang paling mempengaruhi kita bukanlah mereka yang memukau kita dengan kata-kata atau pembicaraan mereka, melainkan mereka yang menghayati hidupnya bagaikan bintang-bintang di langit dan “bunga bakung di ladang” - sederhana dan tidak dibuat-buat. Kehidupan merekalah yang membentuk kita.
Jika Anda ingin berguna bagi Allah, peliharalah hubungan dengan Yesus Kristus, maka tanpa Anda sadari Dia akan memakai Anda setiap saat dalam kehidupan Anda – namun Anda tidak akan sadar, pada tingkat kesadaran hidup Anda, bahwa Anda dipakai oleh Tuhan. (My Utmost for His Highest, 18 Mei 2010).

Senin, 17 Mei 2010

17 Mei ’10 - Kenaikan Kristus dan Jalan Masuk Kita

SEORANG blogger beberapa hari yang lalu menulis merasa sangat sedih setelah ngobrol dengan seorang temannya, yang sudah lebih lama menjadi kristen, tidak tahu perbedaan/hubungan ”antara jumat agung, paskah, kenaikan dan pantekosta. Sepertinya tidak sedikit yang masih demikian. Dan itu menyedihkan. Renungan hari ini kiranya menyegarkan pemahaman dan pengaguman kita akan kebenaran hal itu.


KENAIKAN KRISTUS DAN JALAN MASUK KITA
Ketika Ia sedang memberkati mereka, Ia berpisah dari mereka dan terangkat ke surga” (Lukas 24:51).
Kita tidak mempunyai pengalaman dalam hidup kita yang sesuai dengan peristiwa-peristiwa dalam hidup Tuhan setelah pemuliaan-Nya di gunung. Sejak saat itu Ia memberikan seluruh hidup-Nya menjadi pengganti bagi kita. Sebelum pemuliaan (tranfiguration), Dia menyatakan kehidupan Seorang Manusia yang sempurna.
Akan tetapi, sejak setelah pemuliaan itu dan selanjutnya - peristiwa Getsemani, Salib, Kebangkitan - segala sesuatunya tidak lazim bagi kita. SalibNya ialah pintu yang melaluinya umat manusia dapat memasuki kehidupan Allah; oleh kebangkitan-Nya Dia berhak memberi hidup kekal kepada setiap orang, dan oleh kenaikanNya Tuhan kita masuk ke surga, tetap membuka pintu bagi umat manusia.
Pemuliaan menjadi lengkap di Gunung Kenaikan. Jika Yesus pergi ke surga langsung dari Gunung Pemuliaan, Dia akan pergi sendirian. Dia tidak lebih dari menjadi seorang Tokoh yang mulia bagi kita. Akan tetapi, Dia tidak langsung naik ke surga dari Gunung Pemuliaan. Tetapi dia meninggalkan kemuliaan dan turun dari gunung itu untuk mempersatukan diri-Nya dengan umat manusia yang jatuh dalam dosa.
Kenaikan ke surga adalah penggenapan sepenuhnya dari pemuliaan. (Sekarang) Tuhan kita kembali kepada kemuliaan asal-Nya, tetapi bukan hanya sebagai Anak Allah - Dia kembali kepada Bapa-Nya juga sebagai Anak Manusia. Sekarang ada jalan masuk yang bebas untuk setiap orang langsung menuju takhta Allah karena kenaikan Anak Manusia.
Sebagai Anak Manusia, Yesus Kristus dengan penuh sadar mengesampingkan kemahakuasaan-Nya, kemahahadiran-Nya dan kemahatahuan-Nya. Akan tetapi, sekarang semuanya itu menjadi milik-Nya dalam kuasaNya yang mutlak, kuasa yang penuh.
Sebagai Anak Manusia, Yesus Kristus mempunyai segala kuasa di takhta Allah. Sejak kenaikanNya, Dialah Raja segala raja dan Tuan di atas segala tuan. (My Utmost for His Highest, 17 Mei 2010)

Minggu, 16 Mei 2010

16 Mei ’10 - Mengenali Kekayaan Yang Disediakan Allah

”ALLAH kita maha kaya”, ungkapan yang sering kita dengarkan dalam khotbah-khotbah. Renungan hari ini ” The Habit of Recognizing God’s Provision” (edisi pertama, “The Habit of Wealth”), merupakan ajakan mengembangkan kebiasaan menyadari kekayaan pemeliharaan (provision) Allah yang telah disiapkan bagi kita. Dan sebaliknya menjauhkan dosa iba diri, yang menyingkirkan Allah dari hidup kita.

MENGENALI KEKAYAAN YANG DISEDIAKAN ALLAH
.... kamu boleh mengambil bagian dalam kodrat ilahi (2 Petrus 1:4).
Kita dipanggil untuk “mengambil bagian dalam kodrat ilahi, yaitu menerima dan mengambil bagian dalam sifat Allah sendiri melalui janji-janji-Nya. Kemudian kita harus melibatkan kodrat ilahi (divine nature) itu dalam kodrat manusiawi (human nature) kita dengan mengembangkan godly habit - kebiasaan saleh. Kebiasaan pertama yang harus dikembangkan ialah kebiasaan menyadari atau mengenali kekayaan pemeliharaan (provision) Allah yang telah disiapkan bagi kita.
Barangkali kita berkata, “Wah, aku tidak sanggup membayarnya*)”. Salah satu dusta terburuk terbungkus dalam pernyataan itu. Kita berbicara seolah-olah Bapa surgawi telah membiarkan kita tanpa memberi apa pun!**) Kita pikir inilah tanda kerendahan hati sejati berkata pada saat penghujung hari tiba, “Wah, aku baru saja selesai dengan tugasku hari ini, tetapi sugguh merupakan perjuangan berat”. Padahal seluruh kekayaan Allah Yang Mahakuasa menjadi milik kita dalam Tuhan Yesus! Dan Dia akan melakukan segalanya***) untuk memberkati kita, asalkan kita taat pada-Nya.
Apakah sungguh menjadi masalah kalau situasi kita sulit? Memang kenapa kalau situasi kita tidak sulit? Jika kita memberi kesempatan pada rasa iba diri dan larut dalam penderitaan, kita menyingkirkan kekayaan Allah dari hidup kita dan penghalang bagi orang lain masuk dalam pemeliharaan-Nya yang penuh berkat.
Tidak ada dosa yang lebih buruk daripada dosa iba diri, karena dosa ini menyingkirkan Allah dari takhta hidup kita dan menggantikan Dia dengan kepentingan diri sendiri (self interest). Itu menyebabkan kita membuka mulut kita mengeluh dan mengeluh, dan hidup kita hanya seperti karet busa – hanya menerima, tidak pernah memberi, dan tidak pernah puas.
Sebelum Allah melihat kita belum seperti yang diinginkan-Nya, Dia akan mengambil semua kekayaan kita, sampai kita belajar bahwa Dialah Sumber kita. Seperti pemazmur bersaksi, “Segala mata airku ada di dalammu” (Mazmur 87:7).
Jika keagungan, anugerah dan kuasa Allah tidak ditunjukkan di dalam kita, maka Allah menuntut tanggung jawab kita. (Bukankah sesungguhnya) “Allah sanggup melimpahkan segala anugerah kepada kamu, supaya kamu ... berkelebihan... ” (2 Korintus 9:8).
Jadi, belajarlah untuk mengalirkan anugerah Allah kepada orang lain, berilah dirimu dengan tulus. Kiranya Anda dikenali dan menyatakan sifat Allah, dan berkat-Nya akan mengalir melalui Anda setiap saat. (My Utmost for His Highest, 16 Mei 2010).

Catatan: Dalam renungan hari ini ada bagian yang sedikit sukar ditangkap maksudnya, khususnya alinea kedua. Ini adalah “risiko” pembatasan ruangan (karena untuk renungan harian), dimana hal yang begitu dalam disampaikan harus dalam satu dua baris kalimat. Alasan kedua, gaya penulisnya, dengan kata-kata idiomatik – gaya Inggris klasik. Contoh, Oh, I can’t afford it”*),”we talk as if our heavenly Father has cut us off without a penny! ”*), dan, “he will reach to the last grain of sand and the remotest star to bless us***)”. Mungkin ada pendapat? (Admin)

Sabtu, 15 Mei 2010

15 Mei ’10 - Biasakanlah Setiap Kali Menang Menghadapi Kesukaran

RENUNGAN hari ini masih lanjutan kemarin – menghadapi kesukaran. Judulnya, ”The Habit of Rising to the Occasion”, suatu pernyataan idiomatik untuk membiasakan diri menang atas tantangan atau kesulitan. Dikatakan, bagi orang yang telah mengenal keselamatan, kesukaran dilihat sebagai kesempatan untuk memanifestasikan hidup Yesus dalam hidupnya. Dan tidak seorangpun anak Tuhan diistimewakan, tidak mengenal kesukaran. Lebih lanjut dibawah ini:


BIASAKANLAH SETIAP KALI MENANG MENGHADAPI KESUKARAN
....agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya” (Efesus 1:18).
INGATLAH bahwa Anda diselamatkan agar kehidupan Yesus dapat dimanifestasikan dalam tubuh Anda (lihat 2 Korintus 4:10). Arahkan seluruh kekuatan Anda untuk mencapai segala sesuatu yang Allah berikan atas pemilihan Anda sebagai seorang anak Allah; siaplah setiap kali menang atas tantangan atau kesukaran.
Anda tidak berbuat apa pun untuk memperoleh keselamatan Anda, tetapi Anda harus berbuat sesuatu untuk menyatakannya. Anda harus ”mengerjakan keselamatan” Anda yang telah dikerjakan Allah dalam diri Anda (Filipi 2:12).
Apakah perkataan, pikiran dan perasaan Anda membuktikan bahwa Anda ”menunjukkan” dengan baik keselamatan itu?
Jika Anda masih tetap menjadi seorang penggerutu, mudah tersinggung, memaksakan kehendak, maka merupakan dusta untuk mengatakan bahwa Allah telah menyelamatkan dan menguduskan Anda.
Allah adalah Perancang Ulung; Master Designer, dan Dia membiarkan kesukaran masuk dalam hidup Anda untuk melihat apakah Anda dapat “melompati”nya dengan baik – “dengan Allahku aku berani melompati tembok” (Mazmur 18:30).
Allah takkan pernah mengistimewakan atau membeda-bedakan Anda dari persyaratan menjadi anak-anak-Nya. Dalam 1 Petrus 4:12 dikatakan, “Saudara-saudara yang terkasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu.
Lakukanlah apa yang dibutuhkan pada waktunya - lakukanlah hal yang dituntut oleh ujian itu dari diri Anda. Tidak menjadi masalah betapa menyakitkannya hal tersebut bagi Anda, sejauh ujian tersebut memberi kesempatan bagi Allah untuk memanifestasikan hidup Yesus dalam tubuh Anda.
Kiranya Allah tidak mendapati lagi keluhan dalam diri kita, tetapi mendapati vitalitas, semangat rohani - siap menghadapi apa pun yang ditetapkan-Nya pada jalan kita.
Satu-satunya tujuan hidup kita ialah bahwa kita memanifestasikan Anak Allah, dan dalam tujuan tersebut, semua tuntutan-tuntutan kita pada Allah lenyap. Tuhan tidak pernah mendiktekan tuntutan kepada Bapa-Nya, dan kita pun tidak boleh membuat tuntutan-tuntutan kepada Allah. Kita harus tunduk kepada kehendak-Nya supaya Dia dapat mengerjakan melalui kita apa yang diinginankan-Nya.
Pada saat kita menyadari hal ini, Dia akan menjadikan kita sebagai roti yang dipecah-pecahkan dan anggur yang dicurahkan yang dengannya menjadi berkat bagi orang lain. (My Utmost for His Highest, 14 Mei 2010).

Jumat, 14 Mei 2010

14 Mei ’10 - Menjalani Hidup Dengan Kesukaran


SECARA naluri kita akan menolak hal-hal yang tidak menyenangkan atau kesukaran. Akan tetapi renungan hari ini, “The Habit of Enjoying Adversity” justru mengajak kita menikmatinya. Koq bisa? Ya, hal itu dimungkinkan, karena didalam kesukaranlah kita dapat memanifestasikan hidup Yesus dalam diri kita. Kita tidak memilih kesukaran. Tapi …………  (selanjutnya dibawah ini):



MENJALANI HIDUP DENGAN KESUKARAN
…. supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami”. (2 Korinlus 4:10).
Kita harus mengembangkan kebiasaan baik untuk menyatakan hal-hal yang telah dikerjakan oleh anugerah Allah di dalam kita. Hal ini bukan soal diselamatkan dari neraka, melainkan diselamatkan agar kehidupan Yesus juga boleh dimanifestasikan di dalam tubuh kita. Dan dalam hal-hal yang tidak menyenangkan (disagreeable) atau kesukaran (adversity) kita dapat memanifestasikan hidup-Nya dalam hidup kita.
Apakah hidup saya (dengan segala hal yang tidak menyenangkan dan dengan kesukarannya) menunjukkan esensi dari keindahan hidup Anak Allah, ataukah saya menunjukkan “keakuan” saya yang ingin terpisah dari Dia?
Hal satu-satunya yang menyanggupkan saya untuk sabar menanggung kesukaran adalah kesediaan mempersilakan Anak Allah menyatakan diri-Nya dalam diri saya. Tidak jadi masalah betapa sulitnya suatu kondisi, saya harus katakan, “Tuhan, saya senang mematuhi Engkau dalam hal ini.” Dengan segera, Anak Allah akan maju ke garis depan hidup saya, akan memanifestasikan dalam tubuh saya hal-hal yang akan memuliakan Dia.
Anda tidak boleh mendebat. Pada saat Anda mentaati Allah, Anak-Nya dinyatakan melalui Anda dalam kesulitan tersebut; tetapi jika Anda mendebat Allah, Anda mendukakan Roh-Nya (lihat Efesus 4:30). Anda harus menjaga diri Anda tetap siap untuk mempersilakan kehidupan Anak Allah untuk dimanifestasikan di dalam Anda, dan Anda tidak dapat menjaga Anda siap jika Anda memberi jalan bagi iba diri.
Situasi kita merupakan sarana yang dipakai Allah untuk menunjukkan betapa amat sempurna dan kudusnya Anak Allah. Menemukan cara baru untuk memanifestasikan Anak Allah seharusnya membuat jantung kita berdebar-debar dipenuhi semangat baru.
Memilih kesukaran berbeda dengan memasuki kesukaran melalui situasi yang diatur dengan indah oleh kedaulatan Allah. Jika Allah menempatkan Anda ke dalam kesukaran, itu berarti Dia sanggup untuk “memenuhi segala keperluan” Anda (Filipi 4:19).
Jagalah agar jiwa Anda siap untuk memanifestasikan kehidupan Anak Allah. Jangan hidup dalam memori atau pengalaman masa lampau, tetapi izinkan Firman Allah selalu hidup dan aktif dalam diri Anda. (My Utmost for His Highest, 14 Mei 2010).

Kamis, 13 Mei 2010

13 Mei ‘10 - Memelihara Hati Nurani Yang Murni

HATI NURANI adalah kompas kita, kata seorang ternama. Tapi renungan hari ini lebih jauh lagi: Hati nurani adalah mata jiwa yang memandang keluar, baik ke arah Allah atau ke arah tolok ukur tertinggi, dan yang terus-menerus mengingatkan kita tentang apa yang dituntut oleh tolok ukur tersebut untuk dilakukan. Kita diajak untuk memelihara hati nurani agar tetap peka dengan kebiasaan untuk membuka hati kepada Allah.

MEMELIHARA HATI NURANI YANG MURNI
…. berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia”. (Kisah Para Rasul 24:16).
Perintah Allah kepada kita sesungguhnya karena kehidupan Anak-Nya ada di dalam kita. Terhadap sifat manusiawi kita, perintah-Nya itu terasa sulit, ”sampai rupa Kristus menjadi nyata” di dalam kita (Galatia 4:19). Didalam Dia, perintah itu menjadi mudah secara ilahi jika kita segera mematuhinya.
Hati nurani adalah kesanggupan dalam diri kita yang mengaitkan dirinya dengan tolok ukur tertinggi yang saya ketahui, dan kemudian terus-menerus mengingatkan saya tentang apa yang dituntut oleh tolok ukur tersebut untuk saya lakukan. Hati nurani adalah mata jiwa yang memandang keluar, baik ke arah Allah atau ke arah tolok ukur tertinggi.
Hal ini menjelaskan mengapa suara hati nurani pada masing-masing orang selalu berbeda. Jika saya terbiasa dengan berpegang teguh pada tolok ukur Allah, maka hati nurani saya akan selalu mengarahkan saya pada hukum Allah yang sempurna dan memberi tuntunan pada apa yang harus saya lakukan.
Pertanyaannya adalah apakah saya mau mematuhinya?
Saya harus berusaha memelihara hati nurani saya tetap peka agar saya dapat hidup tanpa menggusarkan siapa pun. Saya harus hidup dalam keserasian yang sempuma dengan Anak Allah supaya roh saya dibarui melalui dalam setiap situasi kehidupan, dan supaya saya dengan cepat sanggup “membedakan mana kehendak Allah: Apa yang baik, yang berkenan kepada-Nya dan sempurna” (Roma 12:2; lihat juga Efesus 4:23).
Allah selalu memberi petunjuk kepada kita dengan amat rinci. Apakah telinga saya cukup peka untuk mendengar bisikan Roh Kudus yang paling lembut, sehingga saya tahu apa yang harus saya lakukan? “Janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah... ” (Efesus 4:30).
Roh Allah tidak berbicara dengan suara seperti guntur. Suara-Nya sedemikian lembutnya sehingga mudah bagi kita untuk mengabaikannya.
Satu-satunya cara untuk memelihara hati nurani kita agar tetap peka ialah kebiasaan untuk membuka hati kepada Allah. Bila Anda mulai mendebat, berhentilah seketika. Jangan bertanya ”Tuhan, mengapa saya tidak dapat melakukan (yang) ini?”. Anda berdiri di jalur yang salah. Tidak ada kemungkinan untuk perdebatan jika hati nurani Anda berbicara. Apa pun itu - buanglah, dan jagalah agar hati nurani Anda tetap jernih. (My Utmost for is Highest, 13 Mei 2010).
* * * * 
Doa: 
Ya Yesus, aku berdoa Engkau kiranya membuat kami jadi peka terhadap Roh-Mu. Kiranya kami menyukai hal-hal yang Engkau sukai dan membenci hal-hal yang Engkau. Tolonglah kami. Mampukanlah kami untuk hidup dengan hati yang takut akan Engkau dan mengasihi-Mu. Kiranya kebenaran-Mu menjadi standar kami. Berilah agar kami mudah untuk disiplin dan cepat untuk percaya. Terima kasih atas kasih-karunia-Mu yang lebih besar daripada semua dosa kami! Amin
(Marian Jordan, pendiri Redeemed Girl Ministries, merespons renungan diatas)

Rabu, 12 Mei 2010

12 Mei ’10 Kebiasaan Tidak Mempunyai Kebiasaan

KESOMBONGAN timbul ketika seseorang sadar bahwa ia menjadi orang yang lebih baik, beribadah, berperbuatan kasih, dll. Renungan hari ini mengatakan, kesadaran seperti ini seharusnya berlalu sejalan dengan pertumbuhan rohani. Juga diingatkan bahaya menjadikan kebiasaan hidup kekristenan kita menjadi ilah kita, seperti kebiasaan berdoa atau membaca Alkitab pada waktu tertentu. Selanjutnya dibawah ini:

KEBIASAAN TIDAK MEMPUNYAI KEBIASAAN
Sebab apabila semuanya itu ada padamu dengan berlimpah-limpah, kamu akan dibuatnya menjadi giat dan berhasil” (2 Petrus 1:8).
Ketika kita mulai membentuk suatu kebiasaan, kita benar-benar menyadarinya. Ada waktunya ketika kita sadar telah menjadi orang yang baik dan beribadah, tetapi kesadaran ini seharusnya hanya berupa sebuah tahap yang dengan cepat kita lalui sejalan dengan pertumbuhan rohani. Jika kita berhenti pada tahap ini, maka kita akan menjadi sombong rohani.
Hal yang benar yang harus dilakukan dengan kebiasaan saleh (godly habits) ialah dengan menenggelamkannya dalam hidup bersama Tuhan sampai setiap kebiasaan menjadi suatu ekspresi spontan hidup kita, sehingga kita tidak lagi menyadarinya. Memang, kehidupan rohani kita terus-menerus menyebabkan kita memfokuskan perhatian kita pada bermawas diri, karena setiap kita ada beberapa kualitas yang belum kita capai dalam hidup kita.
Ilah Anda mungkin berupa kebiasaan hidup kekristenan Anda - kebiasaan berdoa atau membaca Alkitab pada waktu tertentu. Perhatikanlah bagaimana Bapa surgawi akan mengguncangkan jadwal Anda jika Anda mulai menyembah kebiasaan Anda. Kita berkata, “Saya tidak dapat melakukan hal itu sekarang, ini waktu saya menyendiri dengan Tuhan”. Bukan, itu adalah waktu Anda menyendiri dengan kebiasaan Anda.
Ada kualitas yang masih belum ada dalam diri Anda. Kenalilah kekurangan Anda dan kemudian carilah peluang untuk melatih diri Anda mencapai kualitas yang kurang tersebut.
Kasih seharusnya bukan suatu kebiasaan (yang disadari) . Kebiasaan Anda sedemikian tenggelamnya dalam Tuhan sehingga Anda menerapkan kebiasaan itu tanpa menyadarinya.
Jika Anda secara sadar melihat kesucian Anda sendiri, ada hal-hal tertentu yang Anda bayangkan Anda tidak dapat lakukan, hubungan tertentu yang masih jauh dari yang seharusnya, berarti memang ada kualitas yang kurang yang perlu ditambahkan pada hidup Anda.
Satu-satunya hidup adikodrati ialah hidup yang dihayati oleh Tuhan Yesus, dan Dia betah, at home, dengan Allah di mana saja pun. Adakah suatu tempat yang di dalamnya Anda merasa tidak betah dengan Allah?
Jika demikian, biarkan Allah bekerja melalui situasi apapun itu sampai Anda bertambah di dalam Dia, dan bertambah dalam kualitas-Nya. Maka hidup Anda akan menjadi sederhana – apa adanya - seperti hidup seorang anak. (My Utmost for His Highest, 12 Mei 2010)

Selasa, 11 Mei 2010

11 Mei ‘10 Saling Mengasihi

ALLAH adalah kasih bisa sekedar keyakinan teologis. Akan tetapi bahwa Allah mengasihi saya bukan karena saya pantas dikasihi, sungguh suatu pengalaman merupakan pekerjaan Roh Kudus. Dalam renungan hari ini Oswald Chambers sepertinya tidak hendak berbicara kepada orang lain (ia tidak menggunakan kata “Anda”), tapi menyaksikan pergumulan dan pengalamannya sendiri tentang kasih Allah dan membagikannya pada kita.

SALING MENGASIHI
berusaha untuk menambahkan ……. kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang” (2 Petrus 1:5,7).
Kasih adalah sesuatu yang tidak jelas bagi kebanyakan kita; kita tidak tahu apa yang kita maksudkan saat kita berbicara tentang kasih. Kasih adalah tingkat tertinggi dari tindakan seseorang kepada orang lain, dan secara rohani Yesus menuntut agar tindakan ini tertuju bagi Dia sendiri (lihat Lukas 14:26). Bila “kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus” (Roma 5:5), maka mudah untuk menjadikan Yesus yang pertama. Tetapi kemudian kita harus menerapkan nasihat-nasihat yang disebutkan dalam 2 Petrus 1 untuk melihat hal tersebut diwujudkan dalam hidup kita.
Hal pertama yang dilakukan Allah ialah merobohkan ketidak-tulusan, kesombongan dan kesia-siaan dalam hidup saya. Dan Roh Kudus mengungkapkan kepada saya bahwa Allah mengasihi saya bukan karena saya pantas dikasihi, melainkan karena memang sifat (nature) Allah untuk mengasihi.
Kini Dia memerintahkan saya untuk menunjukan kasih yang sama kepada orang lain dengan mengatakan ”supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu” (Yohanes 15:12). Dia mengatakan ”Aku akan membawa sejumlah orang sekelilingmu yang tidak dapat kau hormati, tetapi engkau harus menunjukkan kasih-Ku kepada mereka, sama seperti Aku telah menunjukkannya kepadamu”.
Jenis kasih ini bukanlah sekedar kasih yang diteladankan untuk orang yang tidak layak dikasihi. - Inilah kasih Allah, dan ini tidak akan dibuktikan dalam diri kita dalam waktu singkat. Sebagian dari kita mungkin telah mencoba untuk memaksakannya, namun kita segera merasa letih dan kecewa atau frustasi.
Tuhan .. sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa... ”.(2 Petrus 3:9). Saya melihat kedalam diri saya dan mengingat betapa ajaibnya Tuhan telah berurusan dengan saya. Pengetahuan bahwa Allah mengasihi saya melampaui segala batas akan mendorong saya untuk mengasihi orang lain dengan cara yang sama. Saya mungkin terganggu, karena saya harus hidup dengan seseorang yang ”susah” luar biasa. Tetapi pikirkanlah betapa saya telah hidup tidak sesuai dengan yang dikehendaki-Nya!
Apakah saya siap untuk ”dipersatukan” sedemikian dekat dengan Tuhan Yesus sehingga hidup-Nya dan kebaikan-Nya akan terus-menerus dicurahkan melaui saya? Tidak ada kasih alami demikian juga kasih Allah akan tinggal dan bertumbuh didalam saya kecuali dipupuk. Kasih memang harus spontan, akan tetapi harus dipelihara melalui disiplin. (My Utmost for His Highest, 11 Mei 2010).

Senin, 10 Mei 2010

10 Mei ’10 – Berprakarsalah!



BERPRAKARSALAH!
menambahkan kepada imanmu kebajikan” (2 Petnts 1-5).
Menambahkan berarti kita harus melakukan sesuatu. Kita ada dalam bahaya melupakan bahwa kita tidak dapat melakukan hal yang dilakukan Allah, dan Allah takkan melakukan hal yang dapat kita lakukan. Kita tidak dapat rnenyelamatkan atau menguduskan diri sendiri – Allah yang melakukannya.
Tetapi Allah takkan memberi kebiasaan atau karakter yang baik, dan Dia takkan memaksa kita hidup benar di hadapan-Nya. Kitalah yang harus melakukan semua itu. Kita harus ”mengerjakan” ”keselamatan kita” yang telah dikerjakan Allah di dalam kita (Filipi 2:12).Menambahkan berarti kita harus membiasakan diri untuk melakukan sesuatu, dan pada langkah awal hal itu memang sulit. Mangambil inisiatif atau prakarsa ialah membuat langkah awal - mengajar diri sendiri menurut jalan yang harus ditempuh.
Waspadalah terhadap kecenderungan untuk menanyakan jalan bila Anda sudah mengetahuinya dengan sempuma. Berprakarsalah - jangan ragu atau enggan - ayunkanlah langkah pertama.
Putuskanlah untuk segera bertindak dalam iman berdasarkan apa yang dikatakan oleh Allah kepada Anda ketika Dia berbicara, dan dan jangan sekali-kali mempertirnbangkannya lagi atau rnengubah keputusan Anda. Jika Anda ragu-ragu pada saat Allah menyuruh Anda melakukan sesuatu, Anda menunjukkan keteledoran, dengan angkuh menolak anugerah tempat Anda berpijak.
Ambillah prakarsa, buatlah keputusan langsung, buatlah agar tidak ada kemungkinan utnuk mundur. Hapuskanlah niat untuk mundur sambil berkata, ”Aku harus dan tidak mau menunda menulis surat itu”, atau ”Aku harus melunasi utang itu”; dan kemudian lakukanlah! Jangan tarik kembali kembali keputusan itu.
Kita harus membiasakan diri mendengarkan Allah dengan cermat tentang semua hal, membentuk kebiasaan menemukan atau mengetahui apa yang diilhamkan-Nya dan lalu mengindahkannya. Jika, saat krisis datang, kita secara naluri akan berpaling kepada Allah, maka kita akan tahu bahwa kebiasaan itu telah terbentuk dalam diri kita. Kita harus berprakarsa untuk hal-hal yang kita hadapi sekarang, bukan untuk hal-hal yang belum kita hadapi. (My Utmost for His Highest 10 Mei 2010)