Minggu, 07 November 2010

7 Nov ’10 – Situasi Suci Yang Tidak Terlihat

MENGHADAPI situasi asing atau tidak lazim? Tunggu  dulu. Jangan Tanya mengapa Tuhan? Dalam kehidupan orang percaya tidak ada hal yang disebut kebetulan. Situasi yang dihadapi justru dapat merupakan kesempatan suci dari Tuhan membawa orang-orang dengan siapa kita berhubungan ke hadapan takhta-Nya melalui doa syafaat, sehingga mereka dapat mengalami jamahan Tuhan.


SITUASI SUCI YANG TIDAK TERLIHAT

“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia,...” (Roma 8:28).

SITUASI atau keadaan kehidupan orang kudus diatur oleh Allah. Dalam kehidupan orang kudus tidak ada hal yang disebut kebetulan. Allah dengan pemeliharaan-Nya membawa Anda masuk dalam keadaan yang sama sekali tidak dapat Anda mengerti, tetapi Roh Allah mengerti. Allah membawa Anda ke tempat-tempat, di antara orang-orang dan dalam kondisi tertentu untuk mencapai tujuan pasti melalui doa syafaat Roh di dalam Anda.

Jangan pernah menempatkan diri Anda mendahului situasi Anda dan berkata, “Aku akan mengatur hidupku disini, aku akan mewaspadai ini, dan melindungi diriku dari hal itu.”
Segala keadaan Anda berada dalam tangan Allah, dan oleh karena itu Anda tidak perlu memikirkan bahwa keadaan atau situasi dimana Anda sebagai asing atau tidak lazim. Bagian Anda dalam doa syafaat bukanlah masuk dalam pergumulan berat dan menekan Anda, tetapi untuk memanfaatkan situasi keadaan setiap hari dan orang-orang yang Allah tempatkan di sekitar Anda melalui pengaturan-Nya untuk membawa mereka ke hadapan takhta-Nya dan memberikan Roh Allah yang di dalam Anda kesempatan untuk bersafaat bagi mereka. Dengan cara ini Allah akan menjamah seisi dunia melalui orang-orang kudus-Nya.

Apakah saya mempersulit pekerjaan Roh Kudus dengan bersikap ragu-ragu dan tidak yakin, atau dengan mencoba untuk melakukan pekerjaan-Nya bagi Dia?

Saya harus melakukan doa syafaat dari sisi manusia, dan sisi manusia adalah situasi dimana saya ada didalamnya dan orang-orang yang kepadanya saya berhubungan. Saya harus menjaga kesadaran saya sebagai tempat kudus bagi Roh Kudus. Lalu saat saya memanjatkan doa bagi orang-orang lain kepada Allah, maka Roh Kudus berdoa bagi mereka.

Doa syafaat Anda tidak pernah dapat menjadi doa syafaat saya, dan doa syafaat saya tidak mungkin menjadi doa syafaat Anda, “. . .tetapi Roh Sendiri berdoa syafaat” dalam setiap kehidupan kita (Roma 8:26). Dan tanpa doa syafaat ini, kehidupan orang lain akan tetap berada dalam kemiskinan (rohani) dan kehancuran.

Sabtu, 06 November 2010

6 Nov ‘ 10 - Teologi Keakraban

APAKAH kepercayaan kita adalah milik, warisan kita pribadi, sehingga jiwa kita merasakan keakraban dengan Tuhan, dan dapat mengatakan “Ya, Tuhan, aku percaya bahwa Engkaulah Kristus”. Tetapi untuk sampai disitu suatu proses, kata Renungan hari ini. Hal ini tidak akan pernah terjadi sampai kita merasakan kebutuhan pribadi , dan kita mendengar bisikan-Nya,  “Apakah engkau percaya ……?”

 TEOLOGI KEAKRABAN

 “Percayakah engkau akan hal ini?” (Yohanes 11:26).

MARTA percaya akan kuasa yang ada pada Yesus Kristus; Marta percaya bahwa jika Dia ada di sana, Dia tentu sudah menyembuhkan saudaranya; Marta juga percaya bahwa Yesus memiliki keakraban yang khusus dengan Allah, dan apa pun yang Dia minta dari Allah, maka Allah akan melakukannya.

Akan tetapi - Marta memerlukan keakraban pribadi yang lebih dekat dengan Yesus. Teologi Marta yang digenapi di masa yang akan datang. Akan tetapi, Yesus terus menarik dan membawa Marta masuk sampai kepercayaan Marta menjadi miliknya yang akrab. Kemudian hal ini perlahan-lahan akan timbul menjadi warisan pribadi - “Ya, Tuhan, aku percaya bahwa Engkaulah Kristus” (Yohanes 11:27).

Apakah Tuhan memperlakukan Anda dengan cara seperti itu? Apakah Yesus mengajar Anda untuk memiliki hubungan pribadi dengan Diri-Nya sendiri?

Izinkanlah Dia membisikkan pertanyaan-Nya langsung kepada Anda – “Apakah engkau percaya akan hal ini?” Apakah keragu-raguan yang tidak mengenakkan dalam kehidupan Anda? Apakah Anda, seperti Marta, tiba di sesuatu persimpangan jalan situasi pribadi yang melingkupi Anda dimana teologi Anda,  mengundang Anda masuk dalam suatu kepercayaan yang sangat pribadi? Hal ini tidak akan pernah terjadi sampai kebutuhan pribadi timbula dari suatu masalah pribadi.

Percaya berarti berpenyerahan, commit. Dalam hal belajar secara intelektual, saya commit secara mental, dan menolak segala sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan kepercayaan itu. Dalam alam kepercayaan pribadi, saya commit secara moral atas keyakinan saya dan menolak untuk berkompromi. Akan tetapi, dalam kepercayaan pribadi secara akrab, saya commit secara rohani/spiritual kepada Yesus Kristus dan membuat keputusan untuk dikuasai hanya oleh Dia saja.

Lalu, ketika saya berhadapan muka dengan muka dengan Yesus Kristus dan Dia mengatakan kepada saya, “Apakah engkau percaya akan hal ini?”, saya mendapati bahwa iman sama wajarnya dengan bernapas. Dan saya tersentak ketika memikirkan betapa bodohnya saya selama ini karena tidak mempercayai-Nya sebelumnya.

Jumat, 05 November 2010

5 Nov ’10 - Mengambil Bagian Dalam Penderitaan Kristus


KECENDRUNGAN banyak orang ikut Tuhan (termasuk beribadah) untuk mendapatkan kesenangan – kesenangan menurut pemikiran/gagasan kita. Renungan hari ini justru tentang makna dan panggilan mengalami “Mengambil Bagian Dalam Penderitaan Kristus”.  Selanjutnya dibawah ini:

MENGAMBIL BAGIAN DALAM PENDERITAAN-NYA
“Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, ….. “ (1 Petrus 4:13).
JIKA Anda mau dipakai oleh Allah, Dia akan membawa Anda melewati beberapa pengalaman yang sama sekali tidak dimaksudkan untuk Anda secara pribadi. Pengalaman ini dirancang untuk menjadikan Anda berguna dalam tangan-Nya, dan untuk memampukan Anda mengerti apa yang terjadi dalam kehidupan orang lain.
Dengan adanya proses ini, Anda tidak akan pernah terkejut dengan apa yang terjadi dalam perjalanan hidup Anda. Anda berkata, “Oh, saya tidak dapat menangani orang itu.” Mengapa tidak? Allah memberi Anda kesempatan yang cukup untuk belajar dari Dia mengenai masalah tersebut. Tetapi Anda berbalik, tidak memperhatikan pelajaran yang dapat ditarik dari pengalaman itu, karena kelihatannya amat bodoh untuk menghabiskan waktu Anda dengan cara seperti itu.
Penderitaan Kristus bukanlah penderitaan manusia biasa. Dia menderita “karena kehendak Allah” (1 Petrus 4:19), jadi mempunyai sudut pandang penderitaan yang berbeda dari penderitaan kita. Hanya melalui hubungan kita dengan Yesus Kristus saja kita dapat mengerti apa yang Allah inginkan dalam berhubungan dengan kita.
Ketika penderitaan datang, adalah merupakan bagian dari kebudayaan kristiani kita untuk ingin mengetahui maksud Allah terlebih dahulu. Dalam sejarah gereja Kristen, terdapat kecenderungan untuk menghindar dari hal-hal yang berkaitan dengan penderitaan Yesus Kristus. Orang mencari cara untuk melaksanakan perintah Alllah melalui jalan pintas mereka sendiri. Jalan Allah selalu jalan penderitaan.
Apakah kita mengambil bagian dalam penderitaan Kristus? Apakah kita siap bila Allah menyingkirkan ambisi pribadi kita? Apakah kita siap bila Allah menghancurkan keputusan-keputusan pribadi kita dengan mengubahnya secara adikodrati?
Ini akan berarti kita tidak tahu persis mengapa Allah memperlakukan kita dengan cara seperti itu, karena bila kita mengetahuinya akan membuat kita menjadi sombong rohani. Kita tidak pernah menyadari saat Allah membawa kita mengalaminya; kita melalui dan mengalaminya tanpa memahaminya sepenuhnya. Kemudian tiba-tiba kita sampai ke tempat pencerahan, dan menyadari - “Allah telah menguatkan saya dan saya bahkan tidak mengetahuinya!”

Kamis, 04 November 2010

4 Nov ’10 - Otorisatas (Kuasa) Kebenaran

ORANG percaya yang paling lemah, kata Renungan hari ini, yang membuka diri dan mengatakan “ya” pada undangan Yesus “Marilah kepada’KU”, pada detik itu juga … kuasa Allah Yang Mahakuasa telah tersedia baginya. Kuasa adikodrati kehidupan Allah memasuki orang tersebut. Itulah otoritas (kuasa) kebenaran Firman Tuhan. Masalahnya sering, hal terakhir yang kita ingin lakukan adalah datang! Selanjutnya dalam NOTES dibawah ini.


OTORISATAS (KUASA) KEBENARAN

“Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu” (Yakobus 4:8).

PENTING bagi Anda untuk memberi kesempatan kepada orang lain untuk bertindak berdasar kebenaran Allah. Tanggung jawab itu harus diserahkan kepada perorangan – Anda tidak dapat bertindak untuk seseorang lain. Itu haruslah merupakan tindakan dari kesadaran diri orang itu sendiri, tetapi berita Injil haruslah selalu menuntun seseorang untuk melakukan suatu tindakan (berdasar kebenaran Allah).

Menolak untuk melakukan hal itu akan menyebabkan orang tersebut tetap lumpuh, persis seperti keadaan dia sebelumnya. Akan tetapi, sekali ia bertindak, ia tidak akan pernah sama lagi.

Kelihatannya kurangnya pengetahuan akan kebenaranlah yang menjadi penghalang bagi ratusan orang diinsafkan oleh Roh Allah.

Begitu saya bertindak, seketika itu saya mulai hidup. Jika saya tidak bertindak maka saya hanya bernyawa tetapi tidak hidup sesungguhnya. Saat dimana saya benar-benar hidup adalah ketika saya bertindak dengan segenap kemauan saya.

Ketika kebenaran Allah mendapat tempat dalam jiwa Anda, jangan pernah membiarkannya berlalu tanpa memberinya kesempatan secara internal bekerja dalam kehendak Anda, bukan secara eksternal dalam kehidupan fisik Anda. Catatlah hal ini dengan tinta dan darah - terapkan hal ini dalam kehidupan Anda.

Orang percaya yang paling lemah, yang membuka diri dan mengatakan “ya” pada Yesus, pada detik itu juga dibebaskan dan kuasa Allah Yang Mahakuasa telah tersedia baginya.

Masalahnya sering, kita datang pada kebenaran Allah, mengaku bersalah, tetapi berbalik lagi. Kemudian kita mendekatinya lagi dan kembali mundur, sampai akhirnya kita belajar bahwa kita tidak perlu mundur lagi.
Ketika kita diperhadapkan dengan Firman kebenaran dari Tuhan Penebus kita, kita harus segera bertindak mengatakan “ya”. Ketika  Yesus berfirman “Marilah kepada-Ku (Matius 11:28), firman-Nya berarti “bertindaklah”, datanglah kepada-Nya.

Namun kenyataannya, hal terakhir yang kita ingin lakukan adalah datang. Akan tetapi, setiap orang yang datang mengetahui bahwa tepat pada saat ia datang, kuasa adikodrati kehidupan Allah memasuki orang tersebut.

Kuasa dunia yang menguasainya, kedagingan dan iblis sekarang dilumpuhkan, bukan karena tindakan Anda, tetapi karena tindakan Anda telah menyatukan Anda dengan Allah dan membuka jalan bagi Anda untuk masuk ke dalam kuasa penebusan-Nya.

Jumat, 29 Oktober 2010

29 Okt ‘ 10 - Penggantian (Substitusi)

DALAM Renungan “Penggantian” hari ini ditegaskan, bahwa kita diterima oleh Allah bukan karena kita taat, bukan juga karena kita telah berjanji untuk berhenti melakukan hal-hal tertentu, namun hanya karena kematian Kristus, dan tidak ada alasan lain. Selanjutnya dibawah ini:




PENGGANTIAN (SUBSTITUSI)

 “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (2 Korintus 5:21).

PANDANGAN modern tentang kematian Yesus adalah bahwa Ia mati bagi dosa-dosa kita karena rasa simpati terhadap kita. Namun pandangan Perjanjian Baru ialah bahwa Ia memikul dosa-dosa kita karena Ia menyamakan diri-Nya, atau pengidentifikasian diri-Nya dengan kita. Ia “dibuat menjadi dosa….”

Dosa-dosa kita diangkat karena kematian Yesus, dan satu-satunya penjelasan dari kematian-Nya adalah karena ketaatan-Nya kepada Bapa-Nya, bukan karena rasa simpati-Nya kepada kita. Kita diterima oleh Allah bukan karena kita taat, bukan juga karena kita telah berjanji untuk berhenti melakukan hal-hal tertentu, namun hanya karena kematian Kristus, dan tidak ada alasan lain.

Kita berkata bahwa Yesus Kristus datang untuk menunjukkan sifat kebapaan dan penuh kasih serta kebaikan Allah, namun Perjanjian Baru mengatakan bahwa Ia datang untuk “menghapus dosa dunia” (Yohanes 1:29). Dan pernyataan sifat kebapaan Allah hanya diberikan kepada mereka yang telah mengenal Yesus sebagai Juruselamat.

Ketika berbicara kepada dunia, Yesus Kristus tidak pernah menyebut diri-Nya sebagai Dia yang menyatakan diri Bapa, namun la justru berbicara tentang menjadi batu sandungan (lihat Yohanes 15:22-24). Dalam Yohanes 14:9, dimana Yesus berkata, “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa,” Ia mengatakan-Nya kepada para murid-Nya.

Bahwa Kristus mati bagi saya, dan karenanya saya terbebas dari hukuman, tidak pernah diajarkan dalam Perjanjian Baru. Apa yang diajarkan dalam Perjanjian Baru adalah bahwa “Kristus telah mati untuk semua orang” (2 Korintus 5:15) - dan dengan menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya maka saya dapat dibebaskan dari dosa, dan memperoleh kebenaran-Nya yang diberikan sebagai karunia atau pemberian bagi saya.

Penggantian (substitusi) yang diajarkan dalam Perjanjian Baru ini bersifat ganda - “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.”

Pelajarannya bukanlah “Kristus bagi saya” kecuali saya sungguh sungguh-sungguh menghendaki Kristus dibentuk di dalam diri saya (lihat Galatia 4:19).  (My Utmost for His Highest, 29 Oktober)

Kamis, 28 Oktober 2010

28 Okt ’10 - Dibenarkan Oleh Iman

APAKAH yang membuat kita benar dihadapan Allah? Ketaatan, kekudusan, dan pengabdian kita? Bukan! Renungan hari ini menegaskan, kita diperdamaikan dengan Allah karena sebelum semuanya itu, Kristus telah mati. Semuanya itu adalah akibat, bukan sebab. Kita dibenarkan, bukan karena telah bertobat, namun karena apa yang Yesus telah kerjakan. Dan oleh Roh Allah kita tahu bahwa kita telah diselamatkan, walaupun tidak tahu bagaimana hal itu terjadi.


DIBENARKAN OLEH IMAN

“Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah melalui kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!” (Roma 5:10)

SAYA tidak diselamatkan karena percaya - saya percaya bahwa saya diselamatkan karena percaya. Dan bukan juga pertobatan yang menyelamatkan saya – pertobatan hanyalah merupakan tanda bahwa saya menyadari apa yang telah Allah perbuat melalui Yesus Kristus.

Bahayanya di sini adalah jika kita menekankan pada akibat dan bukannya pada sebab. Apakah ketaatan, kekudusan, dan pengabdian saya yang membuat saya benar di hadapan Allah?

Bukan! Saya diperdamaikan dengan Allah karena sebelum semuanya itu, Kristus telah mati. Ketika saya berbalik kepada Allah dan percaya serta menerima apa yang Allah nyatakan, maka mukjizat keselamatan melalui salib Kristus langsung menempatkan saya dalam hubungan yang benar dengan Allah. Dan sebagai hasil dari mukjizat anugerah Allah yang adikodrati, saya dibenarkan, bukan karena saya menyesali dosa-dosa saya, atau saya telah bertobat, namun karena apa yang Yesus telah kerjakan bagi saya. Roh Allah membawa pembenaran dengan sinar yang terang benderang dan saya tahu bahwa saya telah diselamatkan, walaupun saya tidak tahu bagaimana hal itu terjadi.

Keselamatan yang datang dari Allah tidak didasarkan pada logika manusia, namun pada korban kematian Yesus. Kita dapat dilahirkan kembali semata-mata karena karya penebusan Tuhan kita. Pria dan wanita yang berdosa dapat diubahkan menjadi manusa baru, bukan karena pertobatan atau kepercayaan mereka, namun oleh pekerjaan Allah yang ajaib melalui Yesus Kristus yang mendahului mua pengalaman kita (lihat 2 Korintus 5:17-19).

Kepastian mutlak dari pembenaran dan pengudusan adalah Allah sendiri. Kita tidak perlu mengusahakan hal-hal itu sendiri - karena semuanya itu telah dikerjakan melalui karya penebusan dan salib Kristus. Yang adikodrati menjadi hal yang natural/alami bagi kita melalui mukjizat Allah, dan terjadi realisasi atau pewujudan dari apa yang telah dikerjakan oleh Yesus Kristus – “Sudah selesai” (Yohanes 19:30). (My Utmost for His Highest, 28 Oktober)

Kamis, 21 Oktober 2010

21 Okt ‘ 10 - Sifat Impulsif Atau Kemuridan?

IMPULSIF, menurut Kamus Besar Indonesia, biasa bertindak tiba-tiba mengikuti gerakan hati. Renungan hari ini mengatakan, kebanyakan kita mengembangkan kekristenan kita berdasarkan sifat impulsif ini, bukan berdasarkan sifat Allah. Sifat impulsif ini merintangi perkembangan hidup seorang murid.

SIFAT IMPULSIF ATAU KEMURIDAN?

“Akan tetapi kamu, Saudara-sudaraku yang terkasih, bangunlah dirimu sendiri di atas dasar imanmu yang paling suci...” (Yudas 20).

SIFAT impulsif atau tindakan tanpa pikir-panjang bukanlah sifat Tuhan kita Yesus, tetapi Dia selalu bertindak dengan kekuatan yang tenang dan tidak pernah panik.

Kebanyakan dari kita mengembangkan kekristenan kita berdasarkan sifat kita sendiri, bukan berdasarkan sifat Allah. Sifat impulsif merupakan ciri khas kehidupan duniawi/daging, dan Tuhan kita tidak berkenan dengannya, karena sifat impulsif itu merintangi perkembangan hidup seorang murid.

Perhatikanlah cara Roh Allah memberikan pengekangan terhadap sifat impulsif. Roh itu kemudian membawa kepada kita suatu kesadaran diri akan kebodohan diri, yang membuat kita selalu ingin membela atau membenarkan diri.

Sifat impulsif ini tidak apa-apa di dalam diri seorang anak, tetapi berbahaya di dalam diri seorang pria atau wanita dewasa. Seorang dewasa yang impulsif selalu merupakan seorang pribadi yang manja. Sifat impulsif perlu dilatih menjadi intuisi melalui disiplin.

Kemuridan dibangun sepenuhnya atas dasar anugerah Allah yang adikodrati. Berjalan di atas air itu mudah bagi seseorang dengan keberanian impulsif, tetapi berjalan di atas tanah kering sebagai seorang murid Yesus Kristus adalah hal yang berbeda sama sekali. Petrus berjalan di atas air untuk pergi kepada Yesus, tetapi dia “mengikuti Dia dari jauh” di tanah kering (Markus 14:54).

Kita tidak memerlukan anugerah Allah untuk bertahan terhadap krisis. Sifat dan keangkuhan manusiawi cukup bagi kita untuk menghadapi tekanan dan ketegangan dengan gagah. Akan tetapi, dibutuhkan anugerah Allah yang adikodrati untuk hidup dua puluh empat jam setiap hari sebagai seorang percaya, dengan menekuni pekerjaan yang membosankan dan menghayati kehidupan biasa, tidak diperhatikan, dan diabaikan sebagai seorang murid Yesus.

Kesan bahwa kita harus melakukan hal-hal yang luar biasa (eksepsional) bagi Allah telah mendarah-daging di dalam kita, tetapi kita tidak perlu bertindak demikian. Kita harus menjadi luar biasa dalam hal-hal biasa dalam kehidupan, dan menjadi suci dalam lingkungan biasa, di antara orang-orang biasa - dan hal ini tidak dapat dipelajari dalam waktu yang singkat. (My Utmost for His Highest, 21 Oktober)

Rabu, 20 Oktober 2010

20 Okt ’10 – Adakah Kehendak Allah Kehendaku?

SOAL PENGUDUSAN, tegas Renungan “My Utmost” hari ini, bukanlah pertanyaan apakah Allah mau menguduskan saya. Melainkan pertanyaan mengenai kehendak atau kemauan saya: mempersilakan Allah melakukan dalam diri saya segala sesuatu yang telah dimungkinkan melalui penebusan Salib Kristus; mempersilakan Yesus menguduskan saya, dan mempersilakan hidup-Nya dinyatakan dalam saya?


ADAKAH KEHENDAK ALLAH KEHENDAKU?

“Inilah kehendak Allah: Pengudusanmu...” (1 Tesalonika 4:3).

SOAL Pengudusan bukanlah pertanyaan apakah Allah mau menguduskan saya - melainkan pertanyaan mengenai kehendak atau kemauan saya. Bersediakah saya mempersilakan Allah melakukan dalam diri saya segala sesuatu yang telah dimungkinkan melalui penebusan Salib Kristus? Bersediakah saya mempersilakan Yesus menguduskan saya, dan mempersilakan hidup-Nya dinyatakan dalam daging kemanusiaan saya? (lihat 1 Korintus 1:30).

Waspadalah terhadap ucapan, “Oh, aku rindu untuk dikuduskan.“ Tidak, bukan itu soalnya”. Sadarilah akan kebutuhan Anda, tetapi berhentilah sekadar merindukannya tetapi jadikanlah itu sebagai tindakan. Sambutlah Yesus Kristus yang akan menguduskan Anda, dengan iman yang mutlak dan tanpa ragu, maka mukjizat besar dari penebusan Yesus akan menjadi nyata di dalam diri Anda.

Semua yang telah dimungkinkan oleh Yesus menjadi milik saya melalui karunia Allah yang bebas dan penuh kasih, atas dasar pengorbanan Kristus di kayu salib. Dan sikap saya sebagai jiwa yang diselamatkan dan dikuduskan ialah sikap kekudusan yang rendah hati (tidak ada kekudusan yang sombong).

Itu adalah kesucian yang berlandaskan pertobatan dengan penyesalan yang mendalam, suatu rasa malu dan rusak/gagal yang tidak terungkapkan, dan juga berlandaskan kesadaran bahwa kasih Allah ditunjukkan kepada saya justru ketika saya tidak menghiraukan Dia (lihat Roma 5:8).

Dia melengkapi segala sesuatu untuk keselamatan dan pengudusan saya. Tidaklah mengherankan bila Paulus menyatakan bahwa tidak ada apa pun yang “akan dapat memisahkan kita dan kasih Allah yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Roma 8:39).

Pengudusan menyatukan saya dengan Yesus Kristus, dan di dalam Dia saya satu dengan Allah; dan itu tercapai hanya melalui penebusan Kristus yang sangat indah.

Jangan sekali-kali keliru antara akibat dengan sebab. Hasil atau akibat di dalam saya ialah kepatuhan, pelayanan dan doa, dan itu adalah hasil dari ucapan syukur yang tidak terungkapkan dan pengaguman atas pengudusan ajaib yang telah diwujudkan di dalam saya karena penebusan melalui Salib Kristus. (My Utmost for His Highest, 20 Oktober)

Rabu, 13 Oktober 2010

14 Okt ’10 - Kunci Tugas Pekerjaan Misionaris

DALAM panggilan pelayanan, kita sering seperti Musa. Kita terfokus pada sudut pandang pribadi mengenai sesuatu yang kita yakini benar, dan lalu mengatakan, “Saya tahu, inilah yang Allah inginkan kulakukan.” Tetapi kita belum belajar untuk mengikuti gerak langkah dan waktu Allah. ….. Musa oleh Allah harus menunggu 40 tahun.


TAWAR HATI DAN KEDEWASAAN ROHANI



“….ketika Musa telah dewasa, ia keluar mendapatkan saudara-saudaranya untuk rnelihat kerja paksa mereka” (Keluaran 2:11).

KETIKA Musa melihat penindasan atas bangsanya dia merasa pasti bahwa dia harus membebaskan mereka. Dalam kegeraman yang didorong rasa keadilannya, dia mulai membela mereka. Setelah dia melancarkan pukulannya yang pertama demi Allah dan kebenaran, Allah membiarkan Musa masuk dalam tawar hati yang dalam, dan mengutusnya ke padang gurun selama empat puluh tahun.

Pada akhir masa itu, Allah menampakkan diri kepada Musa dan berkata kepadanya, “...bawa umat-Ku... keluar dari Mesir.” Tetapi Musa berkata kepada Allah: “Siapakah aku ini, maka aku ...membawa orang Israel keluar dan Mesir” (Keluaran 3:10-11).

Sejak awal Musa telah menyadari bahwa dialah orang yang harus membebaskan bangsa itu. Tetapi dia harus dilatih dan disiplin oleh Allah lebih dahulu. Dia benar dalam sudut pandang pribadinya, tetapi dia bukanlah orang yang tepat untuk tugas (dari Allah) sampai dia belajar tentang persekutuan yang benar dan kesatuan dengan Allah.

Kita mungkin mempunyai visi tentang Allah dan pemahaman yang jelas mengenai apa yang Allah kehendaki, namun bila kita mulai melakukannya, ada waktunya bagi kita mengalami sesuatu yang serupa dengan empat puluh tahunnya Musa di padang belantara.

Adalah seperti Musa alami, ketika Allah seolah-olah telah mengabaikan segalanya, dan ketika kita benar-benar tawar hati, Allah datang dan menghidupkan kembali (revive) panggilan-Nya kepada kita. Dan kemudian kita mulai gemetar dan berkata, “Siapakah aku ini, maka aku harus pergi...?”

Kita harus belajar bahwa gerak langkah Allah terangkum dalam – “AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu” (Keluaran 3:14). Kita juga harus belajar bahwa usaha diri kita sendiri bagi Allah tidak menunjukkan apa-apa kecuali sikap tidak hormat bagi-Nya. Kita sendiri harus bersinar melalui hubungan pribadi dengan Allah, agar dapat berkenan kepada-Nya (Matius 3:17).

Kecendrungan kita, kita terfokus pada sudut pandang pribadi mengenai sesuatu – yang kita yakini benar; kita mempunyai visi dan lalu mengatakan, “Saya tahu, inilah yang Allah inginkan kulakukan.” Tetapi kita belum belajar untuk mengikuti gerak langkah Allah.

Jika Anda mengalami suatu masa tawar hati, maka akan ada pertumbuhan kedewasaan bagi Anda pribadi didepan. (My Utmost for His Highest, 13 Oktober)

Selasa, 28 September 2010

28 Sep ’10 – Panggilan Ikut Tuhan dan Penyatuan Tak Bersyarat

RENUNGAN hari ini kembali tentang tuntutan dalam kemuridan, seperti dikehendaki-Nya. Dikatakan, Tuhan tidak pernah menempatkan kesucian pribadi menjadi yang terutama dalam Dia memanggil seorang murid. Akan tetapi peniadaan mutlak hak atas diri sendiri, dan penyatuan dengan Dia; itu berarti mempunyai hubungan dengan Dia dan hanya Dia. Selanjutnya dibawah ini:


PANGGILAN IKUT TUHAN DAN PENYATUAN TAK BERSYARAT

“Yesus … berkata kepadanya: "Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, ….. kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku." (Markus 10:21).

PEMIMPIN muda yang kaya itu mempunyai hasrat besar untuk menjadi sempurna. Ketika dia melihat Yesus Kristus, dia ingin menjadi seperti Dia.

Tuhan tidak pernah menempatkan kesucian pribadi seseorang menjadi yang terutama dalam Dia memanggil seorang murid. Pertimbangan utama Yesus ialah peniadaan mutlak hak atas diri sendiri dan penyatuan dengan Dia; itu berarti mempunyai hubungan dengan Dia dan hanya Dia.

Lukas 14:26  ("Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku"), tidak ada kaitannya dengan keselamatan atau pengudusan, tetapi semata-mata mengenai penyatuan tidak bersyarat dengan Yesus Kristus. Hanya sedikit dari kita yang benar-benar tahu makna mutlak penyatuan tidak bersyarat dan penyerahan diri kepada Yesus dalam hubungannya dengan panggilan mengikut Tuhan.

 Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya...” (Markus 10:21). Pandangan Yesus ini menuntut putusnya hati Anda selamanya dari kesetiaan terhadap seseorang atau sesuatu lainnya.

Sudah pernahkah Yesus melawat Anda seperti itu? Pandangan Yesus ini mengubahkan, menembus dan menawan. Di mana Anda bersikap menurut dan taat terhadap Allah, di situlah Tuhan telah mengarahkan pandangan-Nya kepada Anda. Jika Anda bersikap keras dan pendendam, bersikukuh pada kemauan Anda sendiri dan selalu merasa yakin bahwa orang lain lebih buruk daripada Anda, itu berarti ada segi-segi sifat Anda yang belum diubahkan oleh pandangan-Nya.

Hanya satu lagi kekuranganmu…...” Satu-satunya “hal yang baik” dari sudut pandang Yesus Kristus adalah kesatuan dengan Dia dan tidak ada yang lain diantara keduanya.

“...juallah apa yang kaumiliki...” Saya harus merendahkan diri sampai saya menyadari keberadaan saya yang sesungguhnya. Saya harus secara mendasar melepaskan segala pemilikan saya, bukan untuk keselamatan jiwa saya (karena hanya ada satu hal yang menyelamatkan seseorang – kebergantungan mutlak pada Yesus Kristus), melainkan untuk mengikut Yesus. “...datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” Dan jalan itu ialah jalan yang dilalui-Nya. (My Utmost for His Highest, 28 September)

Senin, 27 September 2010

27 Sep ’10 – Pangilan Ikut Tuhan dan Keberatan-Keberatannya

RENUNGAN hari ini tentang orang yang sangat semangat untuk ikut panggilan Tuhan, tetapi ….. ada tetapinya. Dalam ikut Tuhan setiap kali akan muncul berbagai keberatan yang akan menyimpangkan kita dari panggilan tersebut. Disinilah akan terlihat dimana ditaruh loyalitas kita. Selanjutnya dibawah ini:

PANGILAN IKUT TUHAN DAN KEBERATAN-KEBERATANNYA

“….berkatalah seseorang... kepada Yesus: ‘Aku akan mengikut Engkau, kemana saja Engkau pergi“(Lukas 9:57).

SIKAP Tuhan terhadap orang ini (seperti terlihat di ayat-ayat berikutnya) merupakan suatu yang sungguh melemahkan semangat, “sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia” (Yohanes 2:25). Kita mungkin dapat berkata, “Aku tidak dapat membayangkan mengapa Dia (Yesus) membuang kesempatan untuk memenangkan orang yang mengatakan mau ikut Tuhan itu! Bayangkan sikap yang sedemikian dingin kepadanya dan menjadikan dia hilang semangat!” Jangan sekali-kali menyesali Tuhan. Kata-kata Tuhan menemplak dan melukai sampai tidak ada lagi yang tersisa untuk disakiti dan dilukai.

Yesus Kristus sama sekali tidak bersikap lembut terhadap apa pun yang akhirnya akan menghancurkan seseorang dalam pelayanannya kepada Allah. Jawaban Tuhan tidak berdasarkan suatu pikiran impulsif, tetapi atas pengetahuan-Nya akan “apa yang ada di dalam hati manusia”.

Jika Roh Allah menaruhkan dalam pikiran Anda suatu firman Tuhan yang menemplak Anda, dapat dipastikan bahwa ada sesuatu di dalam diri Anda yang ingin dibongkar-Nya habis dari Anda.

Lukas 9:58, "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” Kata-kata ini memupuskan keinginan melayani Yesus Kristus sebagai hal yang menyenangkan bagi saya. Dan kerasnya persyaratan yang dituntut-Nya dari saya, membuat tidak ada yang tersisa dalam hidup saya kecuali Tuhan, diri saya dan pengharapan yang pupus. Dia berkata bahwa saya harus membiarkan setiap orang lain datang atau pergi, dan bahwa saya harus dituntun semata-mata oleh hubungan saya dengan Dia. Dan Dia berkata, “ . . .Anak manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.”

Lukas 9:59, “…"Ikutlah Aku!" Tetapi orang itu berkata: "Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku. " Orang ini tidak mau mengecewakan Yesus, tapi juga enggan menunjukkan sikap kurang hormat terhadap ayahnya.

Sering kali kita mendahulukan kesetiaan kita kepada kerabat diatas kesetiaan kita kepada Yesus Kristus, memaksa Dia mengambil tempat terakhir. Bila ada konflik dalam kesetiaan Anda, patuhilah selalu Yesus Kristus apa pun risikonya.

Lukas 9:61. "Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku”. Orang yang berkata, “Aku akan mengikut Engkau,Tuhan, tetapi …..”, ialah orang yang sangat semangat untuk pergi, tetapi tidak pernah pergi. Orang ini mempunyai satu dua syarat atau keberatan untuk pergi.

Panggilan Yesus yang sesungguhnya tidak ada tempat bagi ber “selamat tinggal”; ber “selamat-tinggal” dapat mengalihkan kita dari panggilan itu.  Begitu panggilan Allah datang kepada Anda, mulailah berangkat dan jangan berhenti. (My Utmost for His Highest, 27 September)

Minggu, 26 September 2010

26 Sep ’10 – Sikap Yang Tidak Tercela

UNTUK sampai pada perdamaian dengan orang yang berselisih dengan kita, kata Renungan hari ini, membutuhkan proses, yang dikerjakan oleh dan membutuhkan kepekaan Roh. Perdamaian ditandai dengan sikap tidak menyalahkan orang yang bersangkutan. Hal ini bukan persoalan hak. Tanda yang benar dari orang percaya ialah bahwa dia dapat melepaskan hak-haknya sendiri – walau itu memang haknya - dan mematuhi Tuhan Yesus.


SIKAP YANG TIDAK TERCELA


“….jika engkau... teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau..” (Matius 5:23).

AYAT ini menyatakan, “...jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau...”’ Ayat tersebut tidak berbunyi,  “Jika engkau menyelidiki dan mendapati sesuatu sebagai akibat dari kepekaanmu yang tidak seimbang,” tetapi, “Jika engkau... teringat…..”

Dengan kata lain, jika Roh Allah menyadarkan sesuatu dalam pikiran Anda, “. ..pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu” (Matius 5:24). Jangan sekali-kali menolak kepekaan yang kuat dari Roh Allah di dalam diri Anda bila Dia sedang memberi petunjuk kepada Anda sampai hal yang serinci-rincinya.

Pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu……” Petunjuk Tuhan kita sederhana: “Berdamailah dahulu…..” Apa yang hendak Dia katakan, “Kembalilah ke jalanmu, jalanilah jalan yang ditunjukkan kepadamu oleh penginsafan yang diberikan kepadamu di mezbah; ambillah sikap dalam pikiran dan jiwamu terhadap orang yang melawanmu, sikap yang membuat perdamaian sewajar bernapas.” Yesus tidak menyebutkan orang lain - Dia menyuruh Anda untuk pergi menemuinya.

Ini bukan persoalan hak Anda. Tanda yang benar dari orang percaya ialah bahwa dia dapat melepaskan hak-haknya sendiri – walau itu memang hak kita - dan mematuhi Tuhan Yesus.

 ….lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.” Proses perdamaian/rekonsiliasi itu disebutkan dengan jelas. Pertama-tama kita mempunyai semangat untuk mengorbankan diri, kemudian hadirnya desakan oleh kepekaan Roh Kudus, dan selanjutnya kita sampai pada titik penginsafan kita. Selanjutnya ini diikuti oleh ketataan pada firman Allah, yang membangun suatu sikap atau keadaan pikiran (state of mind) yang tidak menyalahkan orang yang dengannya Anda berselisih. Dan akhirnya ada penyembahan persembahan Anda kepada Allah, yang tidak terhalang dan penuh sukacita. (My Utmost for His Highest, 26 September)

Minggu, 19 September 2010

19 Sep ‘ 10 – Apakah Anda Terus Bersama Yesus?

ADAKAH ada pencobaan dari Tuhan? Jawabnya, dalam Renungan hari ini, ya, bisa! Yaitu dalam situasi rencangan Tuhan. Yang menarik, dikatakan, sesungguhnya hal itu bukan pencobaan kepada kita, tetapi pencobaan kepada kehidupan Anak Allah yang ada di dalam kita (melalui kelahiran baru). Masalahnya apakah kita berjalan terus bersama dengan Yesus?

APAKAH ANDA TERUS BERSAMA YESUS?

Kamulah yang tetap tinggal bersama-sama dengan Aku dalam segala pencobaan yang Aku alami” (Lukas 22:28)
MEMANG benar bahwa Yesus Kristus tinggal bersama dengan kita melalui semua pencobaan kita, tetapi apakah kita akan terus bersama Dia melalui pencobaan-Nya?
Banyak diantara kita berbalik dari bersama dengan Yesus jutru pada saat kita mempunyai pengalaman tentang hal yang dapat dilakukan-Nya.
Perhatikanlah bila Allah mengubah situasi Anda untuk melihat apakah Anda terus bersama dengan Yesus, atau berpihak pada dunia, kedagingan dan iblis. Kita mengenakan nama-Nya, tetapi apakah kita berjalan terus bersama Dia? Atau seperti dikatakan dalam Yohanes 6:66, “Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia”.
Pencobaan-pencobaan yang dialami Yesus berlanjut sepanjang hidup-Nya dibumi, dan itu akan berlanjut sepanjang hidup Anak Allah dalam diri kita. Apakah kita akan berjalan terus bersama Yesus dalam kehidupan yang sedang kita hayati sekarang?
Kita mempunyai pemikiran bahwa kita harus melindungi diri dari hal yang diizinkan Allah terjadi dalam hidup kita. Namun jangan pernah bersikap demikian!
Allah-lah yang merancang situasi kita, dan apapun bentuknya kita harus berusaha untuk menghadapinya serta terus-menerus tinggal bersama Dia dalam pencobaan-Nya. Itu adalah pencobaan-Nya, bukan pencobaan kepada kita, tetapi pencobaan kepada kehidupan Anak Allah yang ada di dalam kita. Kehormatan Yesus Kristus dipertaruhkan didalam kehidupan jasmani kita. Apakah kita tetap setia kepada Anak Allah dalam segala sesuatu yang menyerang hidup-Nya di dalam kita?
Apakah Anda akan terus bersama Yesus?
Jalannya melalui Getsemani, melalui gerbang kota, dan “diluar perkemahan” (Ibrani 13:13). Jalannya sunyi dan terus berlanjut sampai tidak ada lagi tanda bahkan bekas kaki untuk diikuti – hanya suara yang berkata, “ikutlah Aku” (Matius 4:19). (My Utmost for His Highest, 19 September)

Sabtu, 18 September 2010

18 Sep ’10 – Pencobaan-Nya dan Pencobaan Kita

RENUNGAN hari ini tentang pencobaan dari iblis, seperti juga dialami oleh Yesus. Pencobaan ini sesungguhnya lebih mendasar dan serius dari yang dipikirkan orang umumnya. Iblis tidak mencobai kita hanya untuk membuat kita berbuat dosa, tetapi untuk membuat kita kehilangan hal-hal yang ditaruhkan Allah di dalam kita melalui kelahiran baru, … dan untuk menggeser sudut pandang kita. Dan, hanya Roh Allah yang dapat mengenali hal ini sebagai percobaan dari iblis.


PENCOBAAN-NYA DAN PENCOBAAN KITA

 “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa” (Ibrani 5:15)

SEBELUM kita lahir baru, jenis pencobaan yang kita pahami ialah seperti yang disebutan Yakobus 1:14, “… tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya.” Akan  tetapi melalui kelahiran baru kita kita diangkat kedalam alam baru dimana ada pencobaan-pencobaan lain untuk dihadapi, yaitu jenis pencobaan yang dihadapi Tuhan kita.
Pencobaan-pencobaan Yesus tidak menarik bagi kita sebagai orang yang tidak percaya karena hal-hal itu asing atau tidak “at home” bagi sifat manusiawi kita. Pencobaan Tuhan dan pcncobaan kita berada dalam alam (realm) berbeda sampai kita dilahirkan baru dan menjadi saudara-Nya. Pencobaan Yesus tidak sama seperti pencobaan manusia biasa, melainkan pencobaan Allah sebagai manusia.
Melalui kelahiran baru, Anak Allah menjelma, menjadi nyata, di dalam kita (lihat Galatia 4:19), dan di dalam kehidupan jasmani kita Dia mempunyai latar (setting) yang sama seperti dahulu ketika Dia dibumi.
Iblis tidak mencobai kita hanya untuk membuat kita berbuat kesalahan. Iblis mencobai kita untuk membuat kita kehilangan hal-hal yang ditaruhkan Allah di dalam kita melalui kelahiran baru, yaitu kemungkinan untuk menjadi berguna atau bernilai bagi Allah. Iblis tidak datang kepada kita dengan alasan untuk menggoda kita agar berdosa, melainkan dengan alasan untuk menggeser sudut pandang kita, dan hanya Roh Allah yang dapat mengenali hal ini sebagai percobaan dari iblis.
Pencobaan berarti suatu ujian dari apa yang kita miliki dalam batin kita, kekuatan rohani kita, oleh kuasa yang ada diluar kita dan asing bagi kita.
Ini membuat pencobaan dari Tuhan kita dapat dijelaskan. Sesudah Yesus dibaptis, setelah menerima tugas-Nya sebagai tokoh “yang menghapus dosa  dunia” (Yohanes 1:29), Dia “dibawa oleh Roh ke padang gurun” (Matius 4:1) untuk dicobai Iblis. Namun Dia tidak menjadi letih atau kepayahan. Dia mengalami pencobaan dengan “tidak berbuat dosa” dan Dia tetap memelihara semua milik sifat rohani-Nya seluruhnya utuh. (My Utmost for His Highest, 18 September)

Jumat, 17 September 2010

17 Sep ’10 – Guna Dari Pencobaan

BARANGKALI tidak ada hal bagi awam yang begitu sering membingungkan dan mengundang pertanyaan seperti pencobaan. Renungan hari ini melihat sisi “Guna Dari Pencobaan”. Selanjutnya dibawah ini, yang dibahas secara padat dan mendalam, dan dilanjutkan besok 18/9.



GUNA DARI PENCOBAAN


“Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, …..” (1 Korintus 10:13)

KATA pencobaan telah mempunyai kontasi buruk bagi kita dewasa ini, karena kita cenderung menggunakan kata tersebut dalam cara yag salah.
Pencobaan itu sendiri bukanlah dosa: pencobaan adalah sesuatu yang harus kita hadapi karena kita adalah manusia. Tidak dicobai berarti bahwa kita salah sedemikian memalukan sehingga sudah terlalu hina untuk dihiraukan.
Namun banyak diantara kita yang mengalami pencobaan yang tidak seharusnya kita derita, hanya karena kita telah menolak untuk mempersilahkan Allah mengangkat kita ke tingkat yang lebih tinggi, dimana kita akan menghadapi pencobaan dari jenis yang lain.
Keberadaan batin seseorang, apa yang dimilikinya secara batiniah, bagaimana keberadaan rohani dirinya, menentukan bentuk pencobaan yang dialaminya dari luar. Pencobaan itu sesuai dengan keberadaan sesungguhnya dari orang yang sedang dicobai dan menyingkapkan kemungkinan dari keberadaan/sifatnya.
Setiap orang sebenarnya menentukan atau “memilih” tingkat pencobaannya sendiri, karena pencobaan akan datang kepadanya sesuai dengan tingkat keberadaan batin yang mengendalikannya.
Pencobaan datang kepada saya, menuntun saya pada suatu kemungkinan jalan pendek untuk perwujudan sasaran saya yang tertinggi. Pencobaan tidak mengarahkan saya menuju apa yang saya ketahui sebagai hal yang jahat, tetapi terhadap hal yang menurut pengertian saya baik.
Memang, pencobaan dapat menjadi sesuatu yang sungguh membingungkan sebentar, dimana saya tidak tahu apa yang benar atau apa yang salah. Tetapi bila saya menyerah pada pencobaan, saya telah menjadikan nafsu menjadi ilah saya, dan menjadi bukti bahwa saya tidak jatuh kedalam dosa lebih dini, sebelumnya, hanya karena malu-malu.
Pencobaan bukanlah sesuatu yang dapat kita hindari. Malah sebenarnya, pencobaan perlu bagi kehidupan seseorang yang begitu cepat berputar.
Waspadalah dengan pemikiran bahwa Anda dicobai melebihi siapapun. Apa yang  Anda alami merupakan bagian dari “warisan” hidup manusia, dan bukanlah sesuatu yang tidak pernah dialami orang lain sebelumnya.
Allah tidak menyelamatkan kita dari pencobaan, tetapi Dia menopang kita ditengah-tengah pencobaan itu (lihat Ibrani 2:18 dan 4:15-16). (My Utmost for His Highest, 17 September)

Rabu, 15 September 2010

15 Sep ’10 – Hal Yang Harus Ditolak

TIDAK ADA orang yang ingin perbuatannya yang memalukan diketahui orang lain - Ia pasti berupaya menutupinya. Renungan hari ini berbicara tentang hal yang memalukan, yang tersembunyi dalam hati: Pikiran buruk tentang seseorang, dengki, cemburu, dan permusuhan, ketidak-jujuran, kelicikan, tipu daya, dll. Semuanya harus ditolak.






HAL YANG HARUS DITOLAK

 “ ….. kami menolak segala perbuatan tersembunyi yang memalukan…” (2 Korintus 4:2)

SUDAHKAH Anda “menolak segala perbuatan tersembunyi yang memalukan” dalam hidup Anda – hal-hal yang oleh karena alasan nama baik, kehormatan atau kebanggaan Anda tak boleh diketahui umum?

Anda dapat dengan mudah menyembunyikannya. Adakah sesuatu pikiran dalam hati Anda tentang seseorang tidak Anda inginkan untuk diketahui orang lain? Jika demikian, tolaklah itu begitu timbul dalam pikiran Anda – tolaklah semuanya sampai tidak ada lagi ketidak-jujuran atau kebusukan tersembunyi dalam diri Anda.

Dengki, cemburu, dan permusuhan tidak selalu timbul dari alam dosa Anda yang lama, tetapi dari kebiasaan daging dalam hal-hal serupa dimasa lampau (lihat Roma 6:19 dan 1 Petrus 4:1-3). Anda harus mempertahankan kewaspadaan terus-menerus supaya tidak ada hal-hal yang timbul dalam kehidupan Anda yang akan membuat Anda malu.

“….tidak berlaku licik…” (2 Korintus 4:2). Ini berarti jangan melakukan sesuatu yang memang Anda tidak ingin lakukan tetapi Anda lakukan untuk menunjukkan pendapat atau kebolehan sendiri. Ini adalah jebakan berbahaya. Anda tahu Allah hanya mengizinkan Anda bekerja menurut satu cara, yaitu cara kebenaran.

Kemudian berhati-hatilah agar jangan menjebak orang dengan dengan tipudaya. Jika Anda bertindak dengan tipudaya, kutuk Allah akan menimpa Anda. Hal yang merupakan “kepiawaian” bagi Anda, mungkin tidak demikian bagi orang lain.

Allah telah memberikan pada Anda cara-pandang (standpoint) yang lain. Jangan menumpulkan kerinduan Anda mengabdi untuk kemuliaan-Nya – memberikan yang terbaik untuk kemuliaan-Nya. Bagi Anda, melakukan hal-hal lain selain untuk maksud apa yang tertinggi dan terbaik,  hanya akan menumpulkan motivasi yang telah diberikan Allah kepada Anda.

Banyak orang telah berpaling (dari kebenaran Allah) karena mereka takut untuk memandang sesuatu dari sudut pandang Allah – yang hanya akan membawanya masuk dalam krisis besar rohani. (My Utmost for His Highest, 15 September)

Selasa, 14 September 2010

14 Sep ‘ 10 - Argumen atau Ketaatan

ROHANI atau batin yang kacau, bersumber pada adanya hal, bahkan mungkin hanya hal kecil,  dalam hidup yang kita tidak taruh dibawah pengendalian Roh Kudus. Dan kekacauan rohani hanya dapat menjadi terang melalui ketaatan. Begitu kita taat, kita diberi pengertian melihat sesuatu hal dan kemampuan memahami kehendak Allah.

ARGUMEN ATAU KETAATAN

 “……kamu disesatkan dari kesahajaan yang ada dalam Kristus (2 Korintus 11:3, KJV)

KESAHAJAAN (simplicity) merupakan rahasia untuk melihat segala hal dengan jelas. Seorang percaya bukan hanya berpikir dengan jelas, tetapi ia harus melihat dengan jelas tanpa ada kesulitan.

Anda tidak dapat berpikir melalui rohani yang kacau untuk melihat segala sesuatu dengan jelas; untuk melihat segala sesuatunya jelas, Anda harus taat. Dalam urusan intelektual, Anda dapat berpikir membolak balik semua kemungkinan jawabannya, tetapi dalam hal rohani, dengan rohani yang kacau, Anda hanya akan menemukan diri Anda dalam pikiran yang mengembara jauh dan bingung.

Jika ada sesuatu dalam hidup Anda yang atasnya Allah telah mengingatkan, maka taatilah hal itu. Bawalah semua hal mengenai “argument dan setiap pikiran Anda untuk ditawan menuju kepatuhan kepada Kristus”, dan segala sesuatu akan menjadi jelas seperti siang hari bagi Anda (lihat 2 Korintus 10:5). Kemampuan penalaran Anda akan datang kemudian, tetapi kita tidak melihat dengan penalaran. Kita melihat seperti anak kecil, dan bila kita mencoba menjadi “bijaksana” maka kita tidak melihat apa-apa (Matius 11:25).

Bahkan hal terkecil dalam hidup kita yang kita biarkan tidak dibawah pengendalian Roh Kudus cukup untuk menyebabkan kekacauan rohani, dan menghabiskan waktu untuk memikirkannya tidak akan pernah membuatnya jelas.

Kekacauan rohani hanya dapat menjadi terang melalui ketaatan. Begitu kita taat, kita mempunyai pengertian melihat masalahnya.

Ini memang membuat kita malu hati, karena ketika kita kacau maka kita tahu sebabnya terletak dalam keadaan pikiran kita. Akan tetapi, ketika daya penglihatan alami kita diserahkan dan ditundukkan dalam ketaatan kepada Roh Kudus, ia itu menjadi daya atau kemampuan yang tajam yang dengannya kita memahami kehendak Allah, dan seluruh hidup kita terpelihara dalam kesahajaan. (My Utmost for His Highest, 14 September).

Senin, 13 September 2010

SETELAH BERSERAH – LALU APA?

MENYENANGKAN memang menyanyikan “Berserah kepada Yesus”. Tetapi yang penyerahan yang benar bukanlah sekedar penyerahan hidup lahiriah, tetapi penyerahan kehendak kita. Renungan ini menyebutnya “Masalah terbesar yang pernah kita hadapi” sebagai orang percaya. Apakah tanda penyerahan yang benar? Selanjutnya dibawah ini:


SETELAH  BERSERAH  – LALU APA?

“Aku …. telah …menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya.” (Yohanes 17:4)

PENYERAHAN yang benar bukanlah sekedar penyerahan hidup lahiriah kita, tetapi penyerahan kehendak kita – dan jika hal tersebut dilakukan, penyerahan kita menjadi lengkap.
Masalah terbesar yang pernah kita hadapi ialah penyerahan kehendak kita. Namun Allah tidak pernah memaksa seseorang, dan Dia tidak pernah meminta-minta. Dia dengan sabar menanti sampai orang itu dengan rela menyerah kepada-Nya. Dan sekali perang (penyerahan kehendak) ini diperjuangkan, ia tidak pernah lagi perlu diperjuangkan.

Penyerahan untuk Kelepasan.Marilah kepada-Ku, ….. Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” (Matius 11:28). Hanyalah setelah kita mulai mengalami apa makna sesungguhnya keselamatan maka kita menyerahkan kehendak kita kepada Yesus untuk beroleh kelegaan/perhentian (rest). Apapun yang menyebabkan suatu rasa ketidak-pastian pada kita sebenarnya merupakan panggilan bagi kehendak kita (untuk) - “Marilah kepada-Ku”. Dan itu merupakan respons/jawaban yang sukarela.

Penyerahan untuk Pengabdian (Devotion). “Jika seseorang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya …. (Matius 16:24). Penyerahan disini ialah penyerahan diri saya sendiri kepada Yesus, dengan kelegaan/perhentian-Nya di jantung keberadaaan saya. Dia berkata, “Jika engkau menjadi murid-Ku, engkau harus menyerahkan hakmu atas dirimu kepada-Ku”. Dan begitu hal itu dilakukan, sisa hidup Anda akan menunjukkan bukti penyerahan ini, dan Anda tidak perlu khawatir dengan masa depan Anda. Apapun situasi Anda, Yesus totally sufficient – sepenuhnya cukup bagi kita. (lihat 2 Korintus 12:9 dan Filipi 4:19).

Penyerahan untuk Kematian. “…orang lain akan mengikat engkau … (Yohanes 21:18; juga lihat ayat 19). Sudahkah Anda mempelajari apa maknanya diikat untuk kematian? Hati-hatilah terhadap penyerahan yang Anda buat kepada Allah pada saat luapan kegembiraan (ecstatic) dalam hidup Anda, karena Anda cenderung untuk menarik kembali penyerahan itu. Penyerahan yang benar adalah soal “menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya (Yesus)” (Roma 6:5) sampai tidak ada yang menarik bagi Anda yang tidak menarik bagi-Nya.

Setelah Anda berserah – apakah selanjutnya? Seluruh hidup Anda harus ditandai dengan kerinduan untuk memelihara persekutuan dan kesatuan yang tidak pecah dengan Allah. (My Utmost for His Highest, 13 September).