Jumat, 29 Oktober 2010

29 Okt ‘ 10 - Penggantian (Substitusi)

DALAM Renungan “Penggantian” hari ini ditegaskan, bahwa kita diterima oleh Allah bukan karena kita taat, bukan juga karena kita telah berjanji untuk berhenti melakukan hal-hal tertentu, namun hanya karena kematian Kristus, dan tidak ada alasan lain. Selanjutnya dibawah ini:




PENGGANTIAN (SUBSTITUSI)

 “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (2 Korintus 5:21).

PANDANGAN modern tentang kematian Yesus adalah bahwa Ia mati bagi dosa-dosa kita karena rasa simpati terhadap kita. Namun pandangan Perjanjian Baru ialah bahwa Ia memikul dosa-dosa kita karena Ia menyamakan diri-Nya, atau pengidentifikasian diri-Nya dengan kita. Ia “dibuat menjadi dosa….”

Dosa-dosa kita diangkat karena kematian Yesus, dan satu-satunya penjelasan dari kematian-Nya adalah karena ketaatan-Nya kepada Bapa-Nya, bukan karena rasa simpati-Nya kepada kita. Kita diterima oleh Allah bukan karena kita taat, bukan juga karena kita telah berjanji untuk berhenti melakukan hal-hal tertentu, namun hanya karena kematian Kristus, dan tidak ada alasan lain.

Kita berkata bahwa Yesus Kristus datang untuk menunjukkan sifat kebapaan dan penuh kasih serta kebaikan Allah, namun Perjanjian Baru mengatakan bahwa Ia datang untuk “menghapus dosa dunia” (Yohanes 1:29). Dan pernyataan sifat kebapaan Allah hanya diberikan kepada mereka yang telah mengenal Yesus sebagai Juruselamat.

Ketika berbicara kepada dunia, Yesus Kristus tidak pernah menyebut diri-Nya sebagai Dia yang menyatakan diri Bapa, namun la justru berbicara tentang menjadi batu sandungan (lihat Yohanes 15:22-24). Dalam Yohanes 14:9, dimana Yesus berkata, “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa,” Ia mengatakan-Nya kepada para murid-Nya.

Bahwa Kristus mati bagi saya, dan karenanya saya terbebas dari hukuman, tidak pernah diajarkan dalam Perjanjian Baru. Apa yang diajarkan dalam Perjanjian Baru adalah bahwa “Kristus telah mati untuk semua orang” (2 Korintus 5:15) - dan dengan menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya maka saya dapat dibebaskan dari dosa, dan memperoleh kebenaran-Nya yang diberikan sebagai karunia atau pemberian bagi saya.

Penggantian (substitusi) yang diajarkan dalam Perjanjian Baru ini bersifat ganda - “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.”

Pelajarannya bukanlah “Kristus bagi saya” kecuali saya sungguh sungguh-sungguh menghendaki Kristus dibentuk di dalam diri saya (lihat Galatia 4:19).  (My Utmost for His Highest, 29 Oktober)

Kamis, 28 Oktober 2010

28 Okt ’10 - Dibenarkan Oleh Iman

APAKAH yang membuat kita benar dihadapan Allah? Ketaatan, kekudusan, dan pengabdian kita? Bukan! Renungan hari ini menegaskan, kita diperdamaikan dengan Allah karena sebelum semuanya itu, Kristus telah mati. Semuanya itu adalah akibat, bukan sebab. Kita dibenarkan, bukan karena telah bertobat, namun karena apa yang Yesus telah kerjakan. Dan oleh Roh Allah kita tahu bahwa kita telah diselamatkan, walaupun tidak tahu bagaimana hal itu terjadi.


DIBENARKAN OLEH IMAN

“Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah melalui kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!” (Roma 5:10)

SAYA tidak diselamatkan karena percaya - saya percaya bahwa saya diselamatkan karena percaya. Dan bukan juga pertobatan yang menyelamatkan saya – pertobatan hanyalah merupakan tanda bahwa saya menyadari apa yang telah Allah perbuat melalui Yesus Kristus.

Bahayanya di sini adalah jika kita menekankan pada akibat dan bukannya pada sebab. Apakah ketaatan, kekudusan, dan pengabdian saya yang membuat saya benar di hadapan Allah?

Bukan! Saya diperdamaikan dengan Allah karena sebelum semuanya itu, Kristus telah mati. Ketika saya berbalik kepada Allah dan percaya serta menerima apa yang Allah nyatakan, maka mukjizat keselamatan melalui salib Kristus langsung menempatkan saya dalam hubungan yang benar dengan Allah. Dan sebagai hasil dari mukjizat anugerah Allah yang adikodrati, saya dibenarkan, bukan karena saya menyesali dosa-dosa saya, atau saya telah bertobat, namun karena apa yang Yesus telah kerjakan bagi saya. Roh Allah membawa pembenaran dengan sinar yang terang benderang dan saya tahu bahwa saya telah diselamatkan, walaupun saya tidak tahu bagaimana hal itu terjadi.

Keselamatan yang datang dari Allah tidak didasarkan pada logika manusia, namun pada korban kematian Yesus. Kita dapat dilahirkan kembali semata-mata karena karya penebusan Tuhan kita. Pria dan wanita yang berdosa dapat diubahkan menjadi manusa baru, bukan karena pertobatan atau kepercayaan mereka, namun oleh pekerjaan Allah yang ajaib melalui Yesus Kristus yang mendahului mua pengalaman kita (lihat 2 Korintus 5:17-19).

Kepastian mutlak dari pembenaran dan pengudusan adalah Allah sendiri. Kita tidak perlu mengusahakan hal-hal itu sendiri - karena semuanya itu telah dikerjakan melalui karya penebusan dan salib Kristus. Yang adikodrati menjadi hal yang natural/alami bagi kita melalui mukjizat Allah, dan terjadi realisasi atau pewujudan dari apa yang telah dikerjakan oleh Yesus Kristus – “Sudah selesai” (Yohanes 19:30). (My Utmost for His Highest, 28 Oktober)

Kamis, 21 Oktober 2010

21 Okt ‘ 10 - Sifat Impulsif Atau Kemuridan?

IMPULSIF, menurut Kamus Besar Indonesia, biasa bertindak tiba-tiba mengikuti gerakan hati. Renungan hari ini mengatakan, kebanyakan kita mengembangkan kekristenan kita berdasarkan sifat impulsif ini, bukan berdasarkan sifat Allah. Sifat impulsif ini merintangi perkembangan hidup seorang murid.

SIFAT IMPULSIF ATAU KEMURIDAN?

“Akan tetapi kamu, Saudara-sudaraku yang terkasih, bangunlah dirimu sendiri di atas dasar imanmu yang paling suci...” (Yudas 20).

SIFAT impulsif atau tindakan tanpa pikir-panjang bukanlah sifat Tuhan kita Yesus, tetapi Dia selalu bertindak dengan kekuatan yang tenang dan tidak pernah panik.

Kebanyakan dari kita mengembangkan kekristenan kita berdasarkan sifat kita sendiri, bukan berdasarkan sifat Allah. Sifat impulsif merupakan ciri khas kehidupan duniawi/daging, dan Tuhan kita tidak berkenan dengannya, karena sifat impulsif itu merintangi perkembangan hidup seorang murid.

Perhatikanlah cara Roh Allah memberikan pengekangan terhadap sifat impulsif. Roh itu kemudian membawa kepada kita suatu kesadaran diri akan kebodohan diri, yang membuat kita selalu ingin membela atau membenarkan diri.

Sifat impulsif ini tidak apa-apa di dalam diri seorang anak, tetapi berbahaya di dalam diri seorang pria atau wanita dewasa. Seorang dewasa yang impulsif selalu merupakan seorang pribadi yang manja. Sifat impulsif perlu dilatih menjadi intuisi melalui disiplin.

Kemuridan dibangun sepenuhnya atas dasar anugerah Allah yang adikodrati. Berjalan di atas air itu mudah bagi seseorang dengan keberanian impulsif, tetapi berjalan di atas tanah kering sebagai seorang murid Yesus Kristus adalah hal yang berbeda sama sekali. Petrus berjalan di atas air untuk pergi kepada Yesus, tetapi dia “mengikuti Dia dari jauh” di tanah kering (Markus 14:54).

Kita tidak memerlukan anugerah Allah untuk bertahan terhadap krisis. Sifat dan keangkuhan manusiawi cukup bagi kita untuk menghadapi tekanan dan ketegangan dengan gagah. Akan tetapi, dibutuhkan anugerah Allah yang adikodrati untuk hidup dua puluh empat jam setiap hari sebagai seorang percaya, dengan menekuni pekerjaan yang membosankan dan menghayati kehidupan biasa, tidak diperhatikan, dan diabaikan sebagai seorang murid Yesus.

Kesan bahwa kita harus melakukan hal-hal yang luar biasa (eksepsional) bagi Allah telah mendarah-daging di dalam kita, tetapi kita tidak perlu bertindak demikian. Kita harus menjadi luar biasa dalam hal-hal biasa dalam kehidupan, dan menjadi suci dalam lingkungan biasa, di antara orang-orang biasa - dan hal ini tidak dapat dipelajari dalam waktu yang singkat. (My Utmost for His Highest, 21 Oktober)

Rabu, 20 Oktober 2010

20 Okt ’10 – Adakah Kehendak Allah Kehendaku?

SOAL PENGUDUSAN, tegas Renungan “My Utmost” hari ini, bukanlah pertanyaan apakah Allah mau menguduskan saya. Melainkan pertanyaan mengenai kehendak atau kemauan saya: mempersilakan Allah melakukan dalam diri saya segala sesuatu yang telah dimungkinkan melalui penebusan Salib Kristus; mempersilakan Yesus menguduskan saya, dan mempersilakan hidup-Nya dinyatakan dalam saya?


ADAKAH KEHENDAK ALLAH KEHENDAKU?

“Inilah kehendak Allah: Pengudusanmu...” (1 Tesalonika 4:3).

SOAL Pengudusan bukanlah pertanyaan apakah Allah mau menguduskan saya - melainkan pertanyaan mengenai kehendak atau kemauan saya. Bersediakah saya mempersilakan Allah melakukan dalam diri saya segala sesuatu yang telah dimungkinkan melalui penebusan Salib Kristus? Bersediakah saya mempersilakan Yesus menguduskan saya, dan mempersilakan hidup-Nya dinyatakan dalam daging kemanusiaan saya? (lihat 1 Korintus 1:30).

Waspadalah terhadap ucapan, “Oh, aku rindu untuk dikuduskan.“ Tidak, bukan itu soalnya”. Sadarilah akan kebutuhan Anda, tetapi berhentilah sekadar merindukannya tetapi jadikanlah itu sebagai tindakan. Sambutlah Yesus Kristus yang akan menguduskan Anda, dengan iman yang mutlak dan tanpa ragu, maka mukjizat besar dari penebusan Yesus akan menjadi nyata di dalam diri Anda.

Semua yang telah dimungkinkan oleh Yesus menjadi milik saya melalui karunia Allah yang bebas dan penuh kasih, atas dasar pengorbanan Kristus di kayu salib. Dan sikap saya sebagai jiwa yang diselamatkan dan dikuduskan ialah sikap kekudusan yang rendah hati (tidak ada kekudusan yang sombong).

Itu adalah kesucian yang berlandaskan pertobatan dengan penyesalan yang mendalam, suatu rasa malu dan rusak/gagal yang tidak terungkapkan, dan juga berlandaskan kesadaran bahwa kasih Allah ditunjukkan kepada saya justru ketika saya tidak menghiraukan Dia (lihat Roma 5:8).

Dia melengkapi segala sesuatu untuk keselamatan dan pengudusan saya. Tidaklah mengherankan bila Paulus menyatakan bahwa tidak ada apa pun yang “akan dapat memisahkan kita dan kasih Allah yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Roma 8:39).

Pengudusan menyatukan saya dengan Yesus Kristus, dan di dalam Dia saya satu dengan Allah; dan itu tercapai hanya melalui penebusan Kristus yang sangat indah.

Jangan sekali-kali keliru antara akibat dengan sebab. Hasil atau akibat di dalam saya ialah kepatuhan, pelayanan dan doa, dan itu adalah hasil dari ucapan syukur yang tidak terungkapkan dan pengaguman atas pengudusan ajaib yang telah diwujudkan di dalam saya karena penebusan melalui Salib Kristus. (My Utmost for His Highest, 20 Oktober)

Rabu, 13 Oktober 2010

14 Okt ’10 - Kunci Tugas Pekerjaan Misionaris

DALAM panggilan pelayanan, kita sering seperti Musa. Kita terfokus pada sudut pandang pribadi mengenai sesuatu yang kita yakini benar, dan lalu mengatakan, “Saya tahu, inilah yang Allah inginkan kulakukan.” Tetapi kita belum belajar untuk mengikuti gerak langkah dan waktu Allah. ….. Musa oleh Allah harus menunggu 40 tahun.


TAWAR HATI DAN KEDEWASAAN ROHANI



“….ketika Musa telah dewasa, ia keluar mendapatkan saudara-saudaranya untuk rnelihat kerja paksa mereka” (Keluaran 2:11).

KETIKA Musa melihat penindasan atas bangsanya dia merasa pasti bahwa dia harus membebaskan mereka. Dalam kegeraman yang didorong rasa keadilannya, dia mulai membela mereka. Setelah dia melancarkan pukulannya yang pertama demi Allah dan kebenaran, Allah membiarkan Musa masuk dalam tawar hati yang dalam, dan mengutusnya ke padang gurun selama empat puluh tahun.

Pada akhir masa itu, Allah menampakkan diri kepada Musa dan berkata kepadanya, “...bawa umat-Ku... keluar dari Mesir.” Tetapi Musa berkata kepada Allah: “Siapakah aku ini, maka aku ...membawa orang Israel keluar dan Mesir” (Keluaran 3:10-11).

Sejak awal Musa telah menyadari bahwa dialah orang yang harus membebaskan bangsa itu. Tetapi dia harus dilatih dan disiplin oleh Allah lebih dahulu. Dia benar dalam sudut pandang pribadinya, tetapi dia bukanlah orang yang tepat untuk tugas (dari Allah) sampai dia belajar tentang persekutuan yang benar dan kesatuan dengan Allah.

Kita mungkin mempunyai visi tentang Allah dan pemahaman yang jelas mengenai apa yang Allah kehendaki, namun bila kita mulai melakukannya, ada waktunya bagi kita mengalami sesuatu yang serupa dengan empat puluh tahunnya Musa di padang belantara.

Adalah seperti Musa alami, ketika Allah seolah-olah telah mengabaikan segalanya, dan ketika kita benar-benar tawar hati, Allah datang dan menghidupkan kembali (revive) panggilan-Nya kepada kita. Dan kemudian kita mulai gemetar dan berkata, “Siapakah aku ini, maka aku harus pergi...?”

Kita harus belajar bahwa gerak langkah Allah terangkum dalam – “AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu” (Keluaran 3:14). Kita juga harus belajar bahwa usaha diri kita sendiri bagi Allah tidak menunjukkan apa-apa kecuali sikap tidak hormat bagi-Nya. Kita sendiri harus bersinar melalui hubungan pribadi dengan Allah, agar dapat berkenan kepada-Nya (Matius 3:17).

Kecendrungan kita, kita terfokus pada sudut pandang pribadi mengenai sesuatu – yang kita yakini benar; kita mempunyai visi dan lalu mengatakan, “Saya tahu, inilah yang Allah inginkan kulakukan.” Tetapi kita belum belajar untuk mengikuti gerak langkah Allah.

Jika Anda mengalami suatu masa tawar hati, maka akan ada pertumbuhan kedewasaan bagi Anda pribadi didepan. (My Utmost for His Highest, 13 Oktober)