Jumat, 30 April 2010

30 Apr ’10 - Kasih Yang Spontan


BICARA kasih barangkali mudah. Tapi RENUNGAN hari ini mengatakan, kasih seperti dimaksudkan Firman Tuhan, yang mengalir secara spontan, bukan saja tidak mudah, namun tidak juga mungkin. Dikatakan, sungguh konyol untuk menyangka bahwa kasih Allah itu secara alami ada di dalam hati kita, sebagai akibat dari sifat kita sendiri. Kalau demikian, bagaimana? Selanjutnya dibawah ini:

KASIH YANG SPONTAN
Kasih itu sabar; kasih itu baik hati (1 Korintus 13:4).
Kasih itu tidak direncana-rencanakan. Tidak diatur-atur. Kasih bersifat spontan. Timbul dalam cara-cara yang luar biasa. Tidak ada suatu penjabaran yang rinci dalam uraian Paulus tentang kasih (dalam 1 Korintus 13). Kita tidak dapat mengatur sebelumnya pikiran dan tindakan kita dengan berkata, ”Sekarang aku takkan pernah punya pikiran-pikiran buruk, dan aku akan mempercayai apa pun yang dikehendaki Yesus untuk kupercayai”.
Tidak, sifat kasih itu spontan. Kita tidak menaruhkan didepan kita pernyataan Yesus sebagai tolok ukur kita, tetapi bila Roh-Nya menuntun kita, maka kita hidup sesuai dengan tolok ukur-Nya bahkan tanpa menyadarinya. Dan bila kita melihat ke masa lalu, kita merasa heran betapa tidak pedulinya kita atas dorongan yang ada dalam diri kita, dan hal ini merupakan bukti bahwa kasih spontan yang sejati itu memang ada disana. Masalahnya sering, sifat dan segala sesuatu yang melibatkan kehidupan Allah di dalam kita hanyalah dipahami bila kita telah mengalaminya dan itu ada di masa lalu kita.
Sumber yang memancarkan dan mengalirkan kasih itu ada dalam Allah, bukan dalam diri kita. Sungguh konyol untuk menyangka bahwa kasih Allah itu secara alami ada di dalam hati kita, sebagai akibat dari sifat kita sendiri. Kasih-Nya ada di dalam kita karena ”telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus...” (Roma 5:5).
Jika kita berusaha membuktikan kepada Allah betapa kita mengasihi Dia, maka itu merupakan bukti bahwa sesungguhnya kita tidak mengasihi Dia.
Bukti kasih kita kepada-Nya adalah spontanitas mutlak dan kasih kita, yang mengalir secara alami dari sifat-Nya di dalam kita. Dan bila kita melihat kembali ke belakang, kita tidak sanggup menemukan mengapa kita melakukan sesuatu perbuatan kasih yang tampaknya mustahil, tetapi kita mengetahui bahwa kita melakukannya oleh spontanitas kasih-Nya di dalam kita.
Kehidupan Allah dinyatakan dalam cara yang spontan karena pancaran kasih-Nya ada di dalam Roh Kudus. (My Utmost for His Highest, 30 April 2010)

Kamis, 29 April 2010

29 Apr ’10 - Keadaan Yang Belum Nyata Yang Mulia

HAL YANG SULIT dalam iman, apalagi dalam dunia yang menilai segala sesuatu dengan nalar ini, adalah hal yang belum nyata. Kepastian memang adalah tanda kehidupan yang bernalar. Tapi tanda kehidupan rohani adalah gracious uncertainity, hal yang belum nyata yang agung mulia. Seperti kehidupan seorang anak kecil. Lebih jauh dibawah ini:

KEADAAN YANG BELUM NYATA YANG MULIA
..... belum nyata apa keadaan kita kelak (1 Yohanes 3:2).
Kecenderungan lahiriah kita adalah untuk selalu cermat – mencoba membuat prakiraan apa yang terjadi kedepan ini, karena kita cenderung beranggapan bahwa sesuatu yang belum pasti, belum nyata, adalah hal yang buruk. Kita berpendapat bahwa kita harus mencapai suatu sasaran yang sudah harus diantisipasi sebelumnya.
Tetapi pandangan demikian bukanlah ciri kehidupan rohani. Ciri kehidupan rohani adalah bahwa kita pasti dalam hal-hal yang belum nyata, sehingga kita tidak (perlu) merasa gamang karenanya. Memang akal sehat kita akan berkata, “Bagaimana seandainya aku berada dalam situasi itu?” Kita tidak dapat membayangkan diri kita dalam situasi yang tidak pernah kita alami sebelumnya tersebut.
Kepastian adalah tanda kehidupan yang bernalar, sedangkan gracious uncertaintyhal yang belum nyata yang agung mulia adalah tanda kehidupan rohani.
Memiliki kepastian tentang Allah berarti kita tidak memiliki kepastian dalam semua jalan kita sendiri, tidak mengetahui hal yang akan dapat terjadi besok, sesuatu yang biasanya membuat orang menarik nafas panjang tanda hati rusuh. Tetapi orang yang memiliki kepastian tentang Allah seharusnya terekspresi dalam adanya kegembiraan dan pengharapan hidup. Karena walaupun kita tidak nyata langkah berikutnya, tetapi kita pasti tentang Allah.
Pada saat kita menyerahkan diri kepada Allah dan melakukan tugas yang Dia taruhkan dekat dihati kita, maka Dia mulai memenuhi hidup kita dengan kejutan atau surprises.
Bila kita sekedar menjadi seorang ”militan” atau pembela atas keyakinan kita, maka ada sesuatu di dalam diri kita yang mati. Itu bukan mempercayai Allah - itu hanya mempercayai kepercayaan kita tentang Dia.
Yesus berkata, “. ..jika kamu tidak... menjadi seperti anak kecil...” (Matius 18:3).
Kehidupan rohani adalah kehidupan seorang anak kecil. Kita bukannya tidak pasti tentang Allah, tetapi kita tidak tahu pasti tentang apa yang akan dilakukan Allah selanjutnya.
Jika kepastian kita hanya dalam dalam kepercayaan keberagamaan, maka kita cenderung membangun kebenaran diri sendiri, menjadi reaktif suka mengkritik, dan terkungkung oleh pandangan bahwa kepercayaan kita adalah sempurna dan mantap.
Akan tetapi, bila kita mempunyai hubungan yang baik dengan Allah, maka hidup kita dipenuhi dengan pengharapan yang penuh sukacita dan spontan. Yesus berkata, “...percayalah juga kepada-Ku” (Yohanes 14:1), bukan: “Percayalah hal-hal tertentu tentang diri-Ku.
Serahkanlah segala sesuatu kepada-Nya, dan meskipun cara Dia datang merupakan sesuatu yang belum Anda ketahui, Anda dapat pasti bahwa Dia akan datang. Tetaplah setia kepadaNya. (My Umost for His Highest, 29 April 2010).

Rabu, 28 April 2010

28 Apr ’10 - Apa Yang Akan Anda Peroleh

BANYAK orang senang memberi kesaksian tentang berkat Tuhan. Chambers dalam renungan hari menyebutnya pamer berkat. Namun semua hal-hal ini yang dengan bangga kita pertunjukkan ini harus lenyap. Hanya ada satu, yang lebih besar, yang tidak pernah dapat lenyap: kehidupan yang “tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah”, yang diperoleh ketika berserah sepenuhnya kepada-Nya. Lebih jauh dibawah ini:

APA YANG AKAN ANDA PEROLEH
tetapi kepadamu akan Kuberikan nyawamu sebagai jarahan di segala tempat ke mana engkau pergi." (Yeremia 45:5)
Inilah rahasia yang teguh dan tak tergoyahkan dari Tuhan untuk mereka yang mempercayakan diri kepada-Nya - “Kepadamu akan Kuberikan nyawamu…”. Apakah lagi yang dibutuhkan seseorang selain nyawanya, hidupnya? Itu hal yang penting. “... nyawamu ..” berarti bahwa kemana pun Anda pergi, Anda akan keluar dengan nyawa yang utuh dan tiada apa pun yang dapat membahayakannya.
Banyak di antara kita yang mudah pamer untuk untuk dilihat oleh orang lain, bukan pamer harta atau milik, melainkan berkat-berkat yang kita terima. Semua hal-hal ini yang dengan bangga kita pertunjukkan ini harus lenyap. Akan tetapi, ada sesuatu yang lebih besar yang tidak pernah dapat lenyap, yaitu kehidupan yang “tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah” (Kolose 3:3).
Siapkah Anda untuk mempersilakan Allah membawa Anda ke dalam persekutuan yang total dengan diri-Nya, dan tidak lagi memberikan perhatian pada apa yang Anda sebut sebagai hal-hal yang besar dalam kehidupan? Siapkah Anda untuk berserah sepenuhnya dan melepas hal-hal itu?
Ujian yang sesungguhnya dari penyerahan adalah menolak untuk mengatakan, “Wah, bagaimana dengan ini?” Waspadalah dengan gagasan-gagasan dan spekulasi Anda. Saat Anda membiarkan diri Anda berpikir, “Bagaimana dengan ini?” Anda menunjukkan bahwa Anda belum berserah dan belum sungguh-sungguh mempercayakan diri pada Allah. Akan tetapi, pada saat Anda menyerah, Anda takkan lagi memikirkan hal yang akan dilakukan Allah.
Menyerah berarti Anda menolak diri Anda dari keinginan mengajukan segala macam pertanyaan. Jika Anda menyerah sepenuhnya kepada Allah, Dia segera berkata kepada Anda, ”Ke mana pun engkau pergi, engkau akan tetap hidup. Aku, TUHAN telah berbicara.” (BIS).
Alasan mengapa orang bosan hidup adalah karena mereka belum mendengar Allah berkata, ”Ke mana pun engkau pergi, engkau akan tetap hidup”. Cara untuk keluar dari keadaan itu adalah dengan menyerahkan diri kepada Allah. Dan ketika Anda berserah sepenuhnya kepada-Nya, maka Anda akan menjadi pribadi yang paling merasa terkagum-kagum akan Allah dan senang di muka bumi ini. Allah ingin mendapatkan Anda secara mutlak, tanpa suatu batas apapun, maka Dia pasti akan memberikan kepada Anda nyawa atau hidup Anda. Jika Anda tidak mengalaminya, itu karena Anda tidak patuh atau Anda menolaknya. (My Utmost for His Highest, 28 April 2010)

Selasa, 27 April 2010

27 Apr '10 - Apakah Yang Anda Inginkan?

RENUNGAN ”Apakah Yang Anda Inginkan?” hari ini secara kritis mempertanyakan kembali bagaimana sesungguhnya kita sering salah dalam meminta. Kita sering datang pada Allah hanya sebatas meminta hal-hal yang kita inginkan—yang besar-besar bagi diri kita. Kita tidak mencari Tuhan, tetapi sesuatu untuk diri sendiri. Jika demikian kenapa kita harus meminta? Lebih lanjut dibawah ini:

APAKAH YANG ANDA INGINKAN?
Masakan engkau mencari hal-hal yang besar bagimu sendiri? (Yeremia 45:5).
APAKAH ANDA berusaha mencari hal-hal yang besar bagi diri Anda sendiri, atau bukannya berusaha menjadi seorang yang besar? Allah menginginkan Anda semakin akrab dengan Dia ketimbang hanya menerima karunia-karunia-Nya - Dia ingin Anda sungguh mengenal diri-Nya.
Beberapa hal-hal besar mungkin kita inginkan, namun itu kurang penting.  Hal-hal itu datang dan pergi. Tetapi Allah tidak pernah memberikan sesuatu yang kurang penting. Tidak ada yang lebih sederhana ketimbang masuk kedalam hubungan yang benar dengan Allah; kecuali bukan Allah yang Anda cari melainkan hanya pemberian-Nya.
Jika Anda datang pada Allah hanya sebatas meminta hal-hal yang Anda inginkan, maka Anda belum sampai pada titik pengertian yang paling dasar (untuk diketahui) apa artinya penyerahan. Anda telah menjadi seorang Kristen berdasarkan syarat atau pengertian Anda sendiri. Mungkin Anda protes dengan berkata, “Aku telah memohon Roh Kudus kepada Allah, tetapi Dia tidak memberiku kelegaan dan sejahtera yang kuharapkan.” Dan dengan seketika Allah menujukan jari-Nya pada alasan tersebut - bahwa Anda sama sekali tidak mencari Tuhan; Anda mencari sesuatu untuk Anda sendiri.
Yesus berfirman, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu...” (Matius 7:7). Mintalah kepada Allah hal yang Anda inginkan dan jangan khawatir kalau meminta untuk hal yang salah, karena pada saat Anda lebih dekat dengan Dia, Anda akan berhenti meminta semua hal-hal itu, karena tahu, “Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya” (Matius 6:8).
Jika demikian mengapa Anda harus minta?
Supaya Anda dapat mengenal Dia.
Apakah Anda sedang mencari hal-hal yang besar bagi Anda sendiri? Sudahkah Anda berkata, “Tuhan, penuhilah aku dengan Roh Kudus-Mu?” Jika Allah tidak memenuhi Anda, itu karena Anda tidak sepenuhnya menyerah kepadaNya; ada sesuatu yang Anda masih menolak melakukannya.
Bersediakah Anda bertanya pada diri sendiri tentang hal yang Anda inginkan dari Allah dan alasan Anda untuk menginginkannya?
Allah selalu mengesampingkan  kesempurnaan (completeness) Anda saat ini demi kesempurnaan penuh Anda kelak. Bagi Allah yang penting bukanlah membuat Anda diberkati dan berbahagia sekarang ini, tetapi Dia terus-menerus mengerjakan kesempurnaan akhir bagi Anda - “...supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita adalah satu” (Yohanes 17:22). (My Utmost for His Highest, 27 April 2010)

Senin, 26 April 2010

26 APRIL 2010 Pendakian Penting dan Utama

RENUNGAN “Pendakian Penting dan Utama” hari ini menggambarkan bagian dari perjalan iman Abraham, yang juga harus dilalui setiap orang percaya. Perjalanan yang menghadapi rintangan dan menuntut ketaatan. Perjalanan yang akan membawa kita ke dalam pengenalan yang lebih baik tentang diri Allah. Perjalanan dimana Allah memurnikan iman kita. Selanjutnya dibawah ini:

PENDAKIAN PENTING DAN UTAMA
Ambillah anakmu …………… persembahkanlah dia …….. sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu(Kejadian 22:2).
KARAKTER atau sifat seseorang menentukan cara dia menafsirkan kehendak Allah (lihat Mazmur 18:26-27). Abraham menafsirkan perintah Allah dalam arti bahwa dia harus membunuh putranya, dan dia hanya dapat melepas kepercayaan tradisional ini melalui sakitnya suatu ujian berat. Allah tidak dapat memurnikan imannya dengan cara lain.
Jika kita mentaati apa yang Allah katakan sesuai dengan kesungguhan dan ketulusan percaya kita, Allah akan melepaskan kita dari kepercayaan tradisional yang menggambarkan Dia secara keliru.
Ada banyak kepercayaan semacam itu yang harus disingkirkan - misalnya bahwa Allah menyingkirkan seorang anak karena ibunya terlampau mencintainya. Itulah dusta dari iblis dan ejekan terhadap sifat Allah yang sejati!
Jika iblis dapat merintangi kita agar kita tidak melakukan pendakian penting dan utama serta agar tidak membuang semua tradisi kita yang keliru tentang Allah, maka dia pasti akan melakukannya. Akan tetapi, jika kita mau tetap setia kepada Allah, maka Allah akan mengantar kita melalui suatu ujian berat yang akan membawa kita ke dalam pengenalan yang lebih baik tentang diri-Nya.
Pelajaran besar yang dapat ditarik dari iman Abraham kepada Allah adalah bahwa dia siap melakukan apa saja bagi Allah. Dia siap untuk mentaati Allah, tanpa mempedulikan apakah kepercayaannya mungkin bertentangan dengan kepatuhannya. Abraham tidak mengabdi pada keyakinannya atau kalau tidak demikian, dia telah membunuh Ishak dan berkata bahwa suara malaikat itu sebenarnya adalah suara iblis. Itu (mengabdi pada keyakinan sendiri) adalah sikap seorang yang fanatik.
Jika Anda mau tetap setia kepada Allah, Allah akan menuntun Anda langsung menembus setiap rintangan dan dibawa masuk ke dalam pengenalan tentang diri-Nya. Tetapi Anda harus selalu rela sampai pada titik melepaskan keyakinan Anda sendiri dan semua kepercayaan tradisional Anda.
Jangan meminta Allah untuk menguji Anda. Jangan sekali-kali berkata seperti Petrus bahwa Anda bersedia berbuat apa saja, bahkan “bersedia masuk penjara dan mati” (Lukas 22:33). Abraham tidak mengeluarkan pernyataan semacam itu - dia hanya tetap setia kepada Allah, dan Allah memurnikan imannya. (My Utmost for His Highest, 26 April 2010)

Minggu, 25 April 2010

25 Apr ’10 - Siap Sedialah Pada Waktu Yang Baik

OBESI, MENURUT kamus Cambridge, adalah seseorang atau sesuatu yang kita pikirkan setiap waktu. Dan mereka enggan berbuat apa pun jika mereka tidak terinspirasi secara adikodrati. Seharusnya bukti bahwa hubungan kita benar dengan Allah ialah kita berbuat sebaik-baiknya, entah pada saat kita merasa terinspirasi atau tidak. Apa akibatnya? Lebih lanjut dibawah ini:

SIAP SEDIALAH PADA WAKTU YANG BAIK
Siap sedialah baik atau tidak baik waktunya“(2 Timotius 4:2).
Banyak di antara kita menderita dari kecenderungan yang tidak seimbang untuk “siap sedia” hanya “tidak baik waktunya”. Masalahnya bukan mengacu kepada waktu, melainkan mengacu kepada kita.
Ayat ini mengatakan, “Beritakanlah Firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya.” Dengan kata lain, kita harus “siap sedia” apakah kita menginginkannya atau tidak. Jika kita hanya melakukan hal yang ingin kita lakukan, maka sebagian dari kita takkan pemah melakukan apa-apa.
Ada sebagian orang yang sama sekali tidak dapat berbuat apa-apa dalam segi rohani. Mereka tidak pantas dan lemah secara rohani, dan mereka enggan berbuat apa pun jika mereka tidak terinspirasi secara adikodrati (supernatural). Mestinya, bukti bahwa hubungan kita benar dengan Allah ialah kita berbuat sebaik-baiknya, entah pada saat kita merasa terinspirasi atau tidak.
Salah satu jerat terburuk yang kedalamnya seorang pekerja Kristen dapat jatuh adalah terobsesi dengan saat istimewa mendapat pengilhalam. Bila Roh Allah memberi Anda suatu waktu untuk beroleh ilham dan pengertian, Anda cenderung untuk berkata, “Sekarang, setelah aku mengalami pengilhaman seperti saat ini, aku akan selalu seperti ini bagi Allah.” Tidak, Anda takkan selalu seperti itu dan Allah akan memastikan hal itu.
Saat-saat seperti itu merupakan karunia Allah. Anda tidak dapat menentukannya bagi diri Anda dan kapan Anda mengehendakinya. Apabila Anda berkata bahwa Anda hanya mau berusaha sebaik-baiknya bagi Allah, pada saat-saat luar biasa itu, maka Anda sesungguhnya menjadi suatu beban yang tidak tertanggungkan bagi-Nya, karena Anda takkan pernah berbuat apa-apa kecuali Allah tetap menyadarkan Anda akan ilham atau inspirasi-Nya sepanjang waktu.
Jika Anda mempertuhankan atau memberhalakan saat-saat terbaik Anda, maka Anda akan mendapati bahwa Allah akan berangsur-angsur jauh dari hidup Anda, dan tidak pernah kembali sampai Anda patuh dalam pekerjaan yang telah diberikan-Nya kepada Anda, sampai Anda telah belajar untuk tidak terobsesi dengan saat-saat istimewa yang telah diberikan-Nya kepada Anda. (My Utmost for His Highest, 25 April 2010)

Sabtu, 24 April 2010

24 Apr ‘10 - Hasrat Untuk Keberhasilan Rohani

CHAMBERS dalam renungan hari ini memberikan suatu peringatan menyentakkan, bahwa jerat yang paling membahayakan pekerja Kristen bukanlah keduniawian, juga bukan dosa. Tapi hasrat yang luar biasa untuk memperoleh sukses spiritual, yang tampaknya kebanyakan orang memang menyukainya, tetapi, dikatatakan, justru menjerumuskan dan cendrung menjadi diktator (pendikte). Lebih lanjut dibawah ini:

PERINGATAN TERHADAP HASRAT KEBERHASILAN ROHANI
Janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu” (Lukas 10:20).
Keduniawian bukanlah jerat yang paling membahayakan kita sebagai pekerja Kristen. Juga bukan dosa. Jerat yang menjerumuskan kita adalah hasrat atau keinginan yang luar biasa untuk memperoleh keberhasilan rohani - spiritual success; yaitu keberhasilan yang diukur oleh, dan memiliki pola, tata cara zaman ini dimana kita hidup. Jangan mencari sesuatu selain perkenan atau persetujuan Allah, dan hendaklah selalu bersedia pergi kepada-Nya ”di luar perkemahan dan menanggung kehinaan-Nya” (Ibrani 13:13).
Dalam Lukas 10:20, Yesus melarang murid-murid-Nya untuk bersukacita dalam pelayanan yang berhasil, namun tampaknya hal ini merupakan hal yang kebanyakan kita memang menyukainya.
Kita telah dipengaruhi pandangan komersial, sehingga kita menghitung berapa banyak jiwa yang telah diselamatkan dan dikuduskan, kita bersyukur kepada Allah, dan kemudian kita menyangka bahwa segala sesuatunya beres.
Namun pekerjaan hanya mulai dimana kasih karunia Allah telah meletakkan dasarnya. Pekerjaan kita bukanlah menyelamatkan Jiwa, melainkan menjadikan mereka murid. Keselamatan dan pengudusan adalah karya kasih karunia Allah yang Mahakuasa, dan pekerjaan kita sebagai murid-Nya adalah mejadikan orang lain menjadi murid sampai hidup mereka sepenuhnya menyerah kepada Allah. Satu kehidupan yang sepenuhnya diabdikan kepada Allah lebih berharga bagi-Nya ketimbang seratus kehidupan yang hanya dibangkitkan oleh Roh-Nya.
Sebagai pekerja Allah, kita harus menghasilkan jenis spiritualitas seperti kita, dan kehidupan itu akan menjadi kesaksian Allah kepada kita sebagai pekerja-Nya. Allah membawa kita kepada suatu tolok ukur kehidupan melalui anugerah-Nya, dan kita bertanggung jawab untuk menghasilkan tolok ukur yang sama dalam hidup orang lain.
Jika seorang pekerja tidak menjalani kehidupan yang “tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah” (Kolose 3:3), maka dia cenderung menjadi dictator*) yang menjengkelkan bagi yang lain. Banyak di antara kita menjadi diktator, dengan mendikte keinginan kita kepada perorangan dan kelompok.
Akan tetapi, Yesus tidak pernah mendikte kita dengan cara itu. Bila Tuhan berbicara tentang pemuridan, Dia selalu mendahului perkataan-Nya dengan “jika”, tidak pernah dengan pernyataan yang mendesak atau bersifat dogmatis - “Engkau harus”. Di dalam pemuridan ada hak untuk memilih. (My Utmost for His Highest, 24 April 2010)

*)Catatan: Kata diktator disini barangkali tidak dalam pengertian cara pemerintahan, tapi lebih pada pengertian pendikte untuk mengejar sukses spiritual tadi. (Admin) 

Jumat, 23 April 2010

23 Apr ’10 - Apakah Anda Menyembah Pekerjaan?


Apakah Anda Menyembah Pekerjaan? - judul renungan hari ini, yang menekankan perlunya kewaspadaan akan hal-hal yang menyebabkan kita tidak memusatkan perhatian kepada Allah, dalam pekerjaan pelayanan apapun itu. Banyak pekerja Kristen yang oleh Oswald Chambers menyebutnya sebagai “memyembah pekerjaan mereka”. Padahal perhatian atau concern satu-satunya pekerja Kristen seharusnya kepada Allah. Lebih lanjut dibawah ini:

APAKAH ANDA MENYEMBAH PEKERJAAN?
Kami adalah kawan sekerja untuk Allah...” (1 Korintus 3:9).
Waspadalah terhadap pekerjaan apa pun bagi Allah, yang menyebabkan Anda tidak memusatkan perhatian kepada-Nya. Banyak pekerja Kristen yang memyembah pekerjaan mereka. Padahal perhatian atau concern satu-satunya pekerja Kristen seharusnya kepada Allah. Hal ini akan berarti, semua batas kehidupan lainnya, baik mental, moral maupun rohani, sepenuhnya bebas bersama dengan kebebasan yang diberikan Allah kepada anak-Nya; yaitu anak-Nya yang menyembah, bukan anak-Nya yang tidak taat.
Seorang pekerja yang tidak mempunyai kesungguhan dalam berkonsentrasi kepada Allah cenderung menjadi terlalu dibebani oleh pekerjaannya. Dia menjadi budak dari keterbatasannya sendiri, tidak mempunyai kebebasan atas tubuh, pikiran atau rohnya. Akibatnya, dia menjadi kelelahan, kehilangan semangat dan kalah. Tidak ada kebebasan dan tidak ada kegembiraan dalam hidupnya sama sekali. Saraf, pikiran dan hatinya begitu diliputi beban sehingga berkat Allah tidak dapat berdiam atas dirinya.
Akan tetapi hal sebaliknya, pada saat konsentrasi kita tertuju kepada Allah, semua batas hidup kita ada dalam keadaan bebas dan di bawah pengendalian dan penguasaan Allah. Tanggung jawab suatu pekerjaan tidak lagi dibebankan atas diri Anda. Tanggung jawab satu-satunya yang Anda pikul adalah tetap hidup berhubungan dengan Allah, dan memperhatikan agar Anda tidak membiarkan apapun merintangi kerja-sama Anda dengan Dia.
Kebebasan yang datang sesudah pengudusan adalah kebebasan seorang anak, dan hal-hal yang biasanya mengekang hidup Anda sudah lenyap. Akan tetapi hati-hati dan ingatlah bahwa Anda telah dibebaskan hanya untuk satu hal - sepenuhnya mengabdi kepada Allah.
Kita tidak berhak untuk memutuskan di mana kita harus ditempatkan, atau mengajukan konsep atau gagasan mengenai hal apa Allah persiapkan untuk kita lakukan. Allah mengatur segala sesuatu; dan di mana pun Dia menempatkan kita, sasaran utama kita adalah mencurahkan hidup kita dalam pengabdian segenap hati kepada-Nya untuk pekerjaan khusus daripada-Nya itu. “Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga...” (Pengkhotbah 9:10). (My Utmost for His Highest, 23 April 2010)

Kamis, 22 April 2010

22 Apr ’10 - Terang Yang Tidak Pernah Redup

PENYAKIT orang masa kini adalah kesepian – walau dalam keramaian. Ia tidak tahan (lagi) hidup dengan diri sendiri. Tapi renungan hari ini mengatakan bahwa seorang hamba Tuhan (saya kira juga setiap orang Kristen) harus sering mengambil waktu sendirian. Dan tidak tergantung pada orang-orang ”penting” dalam hidup kita – yang suatu waktu dapat pergi dari kita. Dalam kesendirian seperti itu dapat bersama dengan Tuhan dan memandang wajah-Nya ......, yang menjadi rahasia hidup pelayanan kita.  Lebih lanjut dibawah ini: 

TERANG YANG TIDAK PERNAH REDUP
Kita semua, dengan wajah tak berselubung, memandang... kemuliaan Tuhan (2 Korinlus 3:18, NKJV).
Seorang hamba Allah harus sedemikian sering mengambil sikap dan waktu menyendiri sehingga dia tidak pernah sadar bahwa dia seorang diri. Pada tahap awal kehidupan Kristen, kekecewaan akan datang - orang-orang yang tadinya menjadi terang akan memudar, dan mereka yang tadinya sejalan dengan kita akan pergi. Kita harus terbiasa dengan hal itu sehingga kita bahkan tidak sadar bahwa kita sedang dalam keadaan seorang diri. Paulus berkata, “...tidak seorang pun yang membantu aku, semuanya meninggalkan aku... tetapi Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku” (2 Timotius 4:16-17).
Paulus berkata, “...tidak seorang pun yang membantu aku, semuanya meninggalkan aku... tetapi Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku” (2 Timotius 4:16-17). Kita harus membangun iman kita bukan berdasarkan terang yang akan pudar, melainkan berdasarkan Terang yang tidak pernah redup atau gagal. Bila orang-orang ”penting” dalam hidup kita pergi kita menjadi sedih, sampai kita memahami maksud kepergiannya, sehingga satu-satunya tindakan yang harus kita lakukan hanyalah memandang wajah Allah.
Jangan membiarkan apapun menahan Anda dengan tekad bulat memandang wajah Allah, baik yang berkaitan dengan diri Anda maupun doktrin Anda. Dan setiap kali Anda berkhotbah pastikanlah bahwa Anda terlebih dahulu memandang wajah Allah mengenai isi khotbah itu, maka kemuliaan-Nya akan tetap terasa sepanjang pemberitaan Firman itu.
Seorang pelayan Kristus ialah seorang yang senantiasa memandang wajah Allah dan kemudian pergi berbicara kepada orang lain. Pelayanan Kristus ditandai oleh suatu kemuliaan yang tak kunjung hilang yang sama sekali tidak disadari oleh pelayan tersebut – seperti Musa yang “... tidak ...tahu, bahwa kulit mukanya bercahaya oleh karena ia telah berbicara dengan Tuhan (Keluaran 34:29).
Kita tidak pernah dipanggil untuk menunjukkan kebimbangan kita keluar atau mengekspresikan sukacita dan kegembiraan tersembunyi dalam hidup kita bersama Tuhan.
Rahasia hidup pelayan adalah bahwa dia tetap hidup senada dengan Tuhan sepanjang waktu. (My Utmost for His Highest, 22 April 2010)

Rabu, 21 April 2010

21 Apr ’10 - Jangan Menyakiti Hati Tuhan

BANYAK kita senang bicara tentang mengasihi Tuhan - yang sepertinya tampak lebih rohani. Tapi tidak tentang menyakiti hati Tuhan? Renungan hari ini mengatakan, bahwa kita bisa mengaku pengikut Tuhan, tetapi tetapi kita sangat mungkin menyakiti hati-Nya melalui permintaan kita yang salah, melalui hidup yang tidak sesuai dengan janji atau Firman Tuhan atau sifat-sifat Tuhan yang kita percayai. Lebih jauh dibawah ini:




JANGAN MENYAKITI HATI TUHAN

Telah sekian lama Aku bersama-sana kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku?” (Yohanes 14:9).

Tuhan pasti berulang merasa heran akan kita – heran melihat betapa ”tidak sederhananya” kita ini. Adalah pendapat kita sendiri membuat kita bodoh dan lambat untuk mengerti. Jika kita sederhana, maka kita tidak akan menjadi bodoh, tetapi kita akan mempunyai ketajaman pembedaan (discernment) setiap kali. Filipus mengharapkan pernyataan/pengungkapan masa depan yang penuh rahasia, namun tidak dalam diri Yesus yaitu Pribadi yang disangkanya telah dikenalnya.

Rahasia Allah bukanlah terdapat dalam hal yang akan terjadi, melainkan sekarang ini, walaupun kita menantikannya untuk diungkapkan di masa depan dalam suatu peristiwa dan saat yang luar biasa - in some overwhelming, momentous event. Kita memang tidak mempunyai keengganan mentaati Yesus, tetapi kita sangat mungkin menyakiti hati-Nya melalui permintaan kita - “Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami....”(Yohanes 14:8).

Tanggapan Yesus dengan seketika dikemukakan balik kepada kita ketika Dia berkata, ”Tidak dapatkah kamu melihat Dia?

Dia selalu ada tepat di sini atau Dia tidak dapat ditemukan di mana-mana.” Kita berharap Allah menunjukkan diri-Nya kepada anak-anak-Nya, tetapi Allah hanya menunjukkan diri-Nya dalam anak-anak-Nya. Dan selagi orang lain melihat buktinya, anak Tuhan tidak melihatnya. Kita ingin sepenuhnya menyadari hal yang sedang dikerjakan Allah di dalam kita, namun dalam hal pengharapan kita tentang Dia, kita tidak dapat mempunyai kesadaran penuh akan hal tersebut dan kita tidak dapat berharap untuk tetap segala sesuatunya harus masuk akal.

Jika yang kita minta dari Allah untuk memberikan kita pengalaman-pengalaman, kesadaran akan pengalaman tersebut akan merintangi jalan kita, dan kita menyakiti hati Tuhan. Perhatikanlah bahwa pertanyaan-pertanyaan yang kita sampaikan menyakiti atau melukai hati Yesus,sebab itu bukan pertanyaan seorang anak Tuhan.

Janganlah gelisah hatimu... (Yohanes 14:1,27). Adakah saya menyakiti hati Yesus dengan membiarkan hati saya gelisah? Jika saya mempercayai Yesus dan sifat-sifat atau attribute-atribute Yesus, apapak saya hidup sesuai dengan kepercayaan saya akan hal itu? Apakah saya membiarkan sesuatu menggelisahkan hati saya, atau membiarkan sesuatu pertanyaan yang tidak sehat atau tidak seimbang memasuki pikiran saya?

Saya harus mencapai hubungan yang mutlak dan tidak diragukan, yang menerima segala sesuatu sebagaimana itu datang dari Dia. Allah tidak pernah menuntun kita pada suatu waktu nanti di masa depan, tetapi senantiasa menuntun kita sekarang ini dan saat ini. Sadarilah senantiasa bahwa Tuhan ada di sini sekarang, maka Anda segera menerima kebebasan. (My Utmost for His Highest, 21 April 2010)

Selasa, 20 April 2010

20 Apr - 10 - Dapatkah Seorang Percaya Menuduh Allah?


SERING, kita mengukur kemampuan spiritual berdasarkan pendidikan atau kecerdasan. Tapi renungan hari ini menekankan bahwa kemampuan kita dalam hal- hal spiritual diukur oleh dan berdasarkan janji-janji Allah, atau apa yang Allah janjikan. Dikatakan, kekhawatiran bukan saja menunjukkan ketidak-percayaan pada janji Allah tapi menuduh Allah tidak benar dalam Firman-Nya. Lebih lanjut dibawah ini:
DAPATKAH SEORANG PERCAYA MENUDUH ALLAH?
Sebab Kristus adalah “ya” bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya... kita mengatakan Amin (2 Korintus 1:20).
Perumpamaan Yesus tentang talenta dalam Matius 25:14- 30 merupakan suatu peringatan bahwa ada kemungkinan bagi kita untuk salah menilai (misjudge) kemampuan kita. Perumparnaan ini tidak ada hubungannya dengan bakat dan kemampuan alamiah, melainkan berhubungan dengan karunia Roh Kudus seperti yang diberikan pertama kali pada hari Pentakosta.
Kita jangan mengukur kemampuan spiritual kita berdasarkan pendidikan atau kecerdasan kita. Kemampuan kita dalam hal- hal spiritual diukur berdasarkan janji-janji Allah, atau apa ang Allah janjikan.
Jika kita menerima pemberian yang kurang daripada bagian yang dikehendaki Allah bagi kita, kita akan menuduh Dia seperti hamba itu menuduh tuannya. “Tuan mengharapkan dan aku lebih daripada kuasa yang tuan berikan padaku. Tuan menuntut terlampau banyak dariku dan aku tidak dapat bersikap setia kepada tuan di tempat tuan telah menetapkan aku di sini.”
Bila persoalannya menyangkut Roh Allah Yang Mahakuasa, jangan pernah berkata, “Aku tidak dapat.” Jangan biarkan keterbatasan kesanggupan alamiah Anda turut campur. Jika kita telah menerima Roh Kudus, Allah mengharapkan karya Roh Kudus diperlihatkan dalam diri kita.
Hamba itu membenarkan diri sambil menyalahkan tuannya dalam segala hal, seolah-olah berkata, “Tuntutan tuan atas diriku sama sekali tidak sesuai dengan pemberian tuan kepadaku.” Pernahkah kita menuduh Allah tidak benar dengan kekhawatiran kita setelah Dia bersabda, “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kehendak-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu?” (Matius 6:33).
Kekhawatiran berarti seperti yang diutarakan oleh hamba mi - “Aku tahu maksud tuan adalah membiarkan aku tidak terlindung dan mudah diserang.” Seseorang yang malas selalu mencela atau cari alasan dengan berkata, “Aku tidak pernah mendapat peluang yang baik,” dan seseorang yang malas secara rohani juga suka menyalahkan Allah.
Janganlah lupa bahwa kemampuan dan kesanggupan kita dalam hal-hal spiritual diukur oleh, dan berdasarkan janji-janji Allah.
Sanggupkah Allah memenuhi janji-janji-Nya? Jawaban kita bergantung pada sudah atau belumnya kita menerima Roh Kudus. (My Utmost for His Highest, 20 April 2010)

Senin, 19 April 2010

19 Apr ‘10 Selalu Waspada

RENUNGAN hari ini mengajak kita untuk selalu waspada terhadap hal-hal yang tampaknya paling mustahil menggoda kita. Dan janganlah pernah berpikir bahwa kita tidak mungkin terantuk dan jatuh. Dikatakan, kekuatan yang tidak dijaga sebenarnya adalah kelemahan yang besar, karena di situlah godaan yang tidak terduga berhasil melemahkan kekuatan. Selanjutnya dibawah ini:

SELALU WASPADA

memang Yoab telah memihak kepada Adonia, sekalipun ia tidak memihak kepada Absalom” (1 Raja-raja 2:28).

Yoab bertahan dalam ujian terbesar dalam hidupnya dengan tetap setia kepada Daud, tanpa berpaling untuk mengikuti Absalom yang memesona dan berambisi. Namun menjelang akhir hidupnya dia berpaling untuk mengikuti Adonia yang lemah dan pengecut.

Hendaklah Anda waspada, karena tempat di mana seseorang telah berpaling itu merupakan tempat di mana siapa pun mungkin tergoda untuk berpaling (lihat 1 Korintus 10:11-13). Anda mungkin telah berhasil menang atas suatu krisis besar, tetapi sekarang waspadalah terhadap hal-hal yang tampaknya paling mustahil menggoda Anda. Janganlah berpikir bahwa Anda tidak mungkin terantuk dan jatuh dalam segi-segi hidup yang di dalamnya Anda telah mengalami kemenangan pada masa lalu.

Kita cenderung berkata, “Aku tidak mungkin akan berbalik lagi kepada hal-hal duniawi setelah mengalami krisis terbesar dalam hidupku.” Jangan mencoba meramal dimana godaan akan datang karena justru dalam hal yang paling tidak terduga terdapat bahaya yang sesungguhnya. Adalah setelah peristiwa rohani yang besar maka hal-hal yang tidak terduga itu mulai menunjukkan pengaruhnya. Hal-hal itu mungkin tidak tampak kuat dan dominan, namun hal-hal tersebut ada hadir. Dan jika Anda tidak berhati-hati, hal- hal itu akan menjatuhkan Anda. Anda telah tetap setia kepada Allah dalam pencobaan yang besar - sekarang waspadalah terhadap arus bawah yang tidak terlihat.

Jangan menyelidiki batin Anda sendiri secara berlebihan, dan menanti-nanti dengan dengan ketakutan, melainkan tetaplah waspada; biarlah ingatan Anda tetap tajam di hadapan Allah. Kekuatan yang tidak dijaga sebenarnya adalah kelemahan yang besar, karena di situlah godaan yang tidak terduga berhasil melemahkan kekuatan. Para tokoh Alkitab tersandung pada sifat-sifat mereka yang kuat, tidak pernah pada kelemahan mereka.

“...dipelihara dalam kekuatan Allah...” - itulah satu-satunya keselamatan/kekuatan kita (l Petrus 1:5). (My Utmost for His Highest, 19 April 2010)

Minggu, 18 April 2010

18 April 2010 Kesiap-sediaan


SERING kesiap-sediaan kita bagi pekerjaan Tuhan dipengaruhi oleh pemikiran yang salah: Kalau tampak sebagai suatu kesempatan besar, kita dengan cepat mengatakan: “Inilah aku.” Tetapi kita tidak siap sedia untuk suatu tugas yang tampak biasa-biasa. Seharusnya, kita harus siap untuk melakukan hal terkecil atau terbesar - tanpa membuat pembedaan. Lebih lanjut dibawah ini:

KESIAP-SEDIAAN
 “…. berserulah Allah dari tengah-tengah semak duri itu kepadanya: "Musa, Musa!" dan ia menjawab: "Ya, Allah."  (Keluaran 3:4)
Ketika Allah berbicara, banyak di antara kita seperti orang yang berada dalam kabut, dan kita tidak memberi jawaban. Jawaban Musa kepada Allah menyatakan bahwa dia tahu di mana dia berada dan bahwa dia siap sedia.
Kesiapsediaan berarti mempunyai hubungan yang benar dengan Allah dan mengerti di mana kita berada. Kita sering begitu sibuk memberi tahu Allah ke mana kita ingin pergi. Namun orang yang siap sedia bagi Allah dan pekerjaan-Nya adalah orang yang menyambut panggilan seperti menerima hadiah ketika panggilan datang. Kita menanti dengan pemikiran bahwa suatu kesempatan besar atau sesuatu yang sensasional akan datang dan bila itu tiba kita dengan cepat berseru, “Inilah aku.” Setiap kali kita merasa bahwa Yesus Kristus akan turun tangan dengan kuasa-Nya dalam suatu tugas besar, kita ada di sana. Tetapi (sering) kita tidak siap sedia untuk suatu tugas yang tampak biasa-biasa.
Kesiap-sediaan bagi Allah berarti bahwa kita siap untuk melakukan hal terkecil atau terbesar - tanpa membuat pembedaan. Itu berarti kita tidak mempunyai pilihan mengenai hal yang ingin kita lakukan, tetapi apa pun yang merupakan rencana Allah, kita ada di sana dan siap sedia. Bila ada tugas, kita mendengar suara Allah seperti Tuhan kita mendengar suara Bapa-Nya, dan kita siap sedia menyambutnya dengan seluruh kesiapan kasih kita kepada-Nya. Yesus Kristus berharap untuk bekerja dengan kita seperti Bapa-Nya bekerja dengan Dia. Dia dapat menempatkan kita di mana pun Dia menghendakinya, dalam tugas yang menyenangkan atau yang tampak membosankan. karena persatuan kita dengan Dia itu sama seperti persatuan Dia dengan Bapa. “ ..supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu” (Yohanes 17:22).
Bersiaplah untuk menghadapi kunjungan tiba-tiba Allah. Orang yang siap sedia tidak perlu mempersiapkan diri - dia senantiasa siap sedia. Pikirkanlah tentang waktu yang kita boroskan untuk mempersiapkan diri pada saat Allah memanggil! Semak duri yang menyala adalah lambang dan segala sesuatu yang mengelilingi orang yang siap sedia, dan semak itu menyala dengan kehadiran Allah sendiri. (My Utmost for His Highest, 18 April 2010)

Sabtu, 17 April 2010

17 Apr ’10 - Semua Atau Tidak Sama Sekali?

RENUNGAN hari ini, ”Penyerahan Total atau Tidak Sama Sekali”, tentang arti penyerahan yang sesungguhnya, tidak lahiriah, tapi batiniah, menyangkut penyerahan kehendak, sampai hal-hal yang terdalam dalam diri kita. Selanjutnya dibawah ini:


 
SELURUHNYA ATAU TIDAK SAMA SEKALI


Ketika Petrus mendengar, bahwa itu adalah Tuhan, maka Ia mengenakan pakaiannya... lalu terjun ke dalam danau” (Yohanes 21:7).

Pernahkah Anda mengalami suatu krisis dalam hidup Anda, dalam mana Anda lalu dengan penuh sadar meninggalkan segala sesuatu tanpa mempedulikannya lagi? Itulah suatu krisis kehendak.

Anda mungkin sering mengalami keadaan itu secara lahiriah, tetapi itu tak berarti apa-apa. Krisis penyerahan yang benar dalam atau total dicapai secara batiniah, bukannya lahiriah. Penyerahan secara lahiriah saja boleh jadi sebenarnya merupakan suatu petunjuk bahwa Anda berada dalam perbudakan total.

Sudahkah Anda dengan suka rela menyerahkan kehendak Anda kepada Yesus Kristus? Ini adalah penyerahan, atau tepatnya, transaksi kehendak, bukan emosi; kalaupun ada emosi positif yang dihasilkan, hanyalah suatu berkat superfisial yang timbul dari transaksi itu. Jika Anda memusatkan perhatian Anda pada emosi, maka Anda takkan pernah membuat transaksi tersebut. Jangan bertanya kepada Allah tentang apa jadinya dengan transaksi itu, tetapi bertekadlah untuk menyerahkan kehendak Anda mengenai hal apa pun yang Anda lihat secara batin, apakah itu hal yang tampak sepele atau yang jauh dalam diri Anda.

Jika Anda telah mendengar suara Yesus Kristus pada gelombang laut (seperti Petrus ketika melihat Yesus), Anda dapat membiarkan keyakinan dan konsistensi Anda berkembang dengan memusatkan diri untuk memelihara hubungan yang akrab dengan Dia. (My Utmost for His Highest, 17 April 2010)

Jumat, 16 April 2010

16 Apr ‘10 - Dapatkan Anda Turun dari Puncak Gunung


SEMUA orang kristen yang sungguh pernah mengalami saat-saat di puncak gunung rohani - mendapatkan insight (pengertian rohani yang dalam), yang sukar dilukiskan sepenuhnya. Bahkan, kata renungan hari ini, ada kecenderungan keinginan yang kuat untuk terus mendapatkan pengalaman puncak gunung tersebut. Tetapi untuk apa sebenarnya Tuhan memberikan kita pengalaman tersebut? Lebih lanjut dibawah ini:

DAPATKAN ANDA TURUN DARI PUNCAK GUNUNG
Percayalah kepada terang itu, selama terang itu ada padamu ….” (Yohanes 12:36).
Kita semua mengalami saat-saat ketika kita merasa lebih baik daripada yang paling baik sebelumnya, dan kita berkata, “Aku merasa fit untuk apa saja; kalau saja aku dapat selalu begini!”
Kita tidak dimaksudkan untuk menjadi demikian. Saat-saat itu adalah saat-saat memperoleh insight (pengertian yang lebih mendalam) yang mana kita harus hidup sesuai dengannya bahkan ketika kita merasa tidak menginginkannya.
Banyak diantara kita tidak cakap dalam menjalani kehidupan sehari-hari ketika tidak berada di puncak gunung (pengalaman rohani). Namun kita harus memelihara hidup kita sehari-hari agar sesuai dengan tolok ukur yang telah dinyatakan kepada kita di puncak gunung.
Jangan biarkan perasaan yang telah dibangkitkan dalam diri Anda di puncak gunung menjadi padam. Jangan tempatkan diri Anda di lemari panjang sambil berpikir. “Betapa hebatnya berada dalam pandangan rohani yang indah begini!”*) Bertindaklah segera - lakukan sesuatu walaupun alasan satu-satunya untuk bertindak adalah daripada tidak berbuat apa-apa.
Jika dalam suatu kebaktian doa, Allah menunjukkan sesuatu kepada Anda untuk dilakukan, janganlah berkata, ”Akan kulakukan itu” - langsung saja lakukan! Bangkitlah dan buanglah kemalasan daging Anda. Kemalasan tampak dalam keinginan kita yang kuat untuk mendapatkan pengalaman puncak gunung; dan yang kita bicarakan adalah rencana kita waktu berada di gunung. Kita harus belajar untuk hidup di hari biasa yang ”kelabu” sesuai dengan apa yang kita lihat di gunung.
Jangan menyerah karena Anda pernah terhalang dan tidak mengerti – maju saja lagi. Bakarlah jembatan yang ada di belakang Anda, dan tetaplah commit kepada Tuhan dengan suatu tindakan nyata berdasarkan tekad atau kehendak Anda sendiri. Jangan pernah mengubah keputusan Anda, tetapi pastikanlah untuk membuat semua keputusan didalam terang apa yang Anda lihat dan pelajari di gunung. (My Utmost for His Highest, 16 April 2010)
Catatan:
*) Suatu ekspresi indah yang rasanya sukar diterjemahkan dengan pas, yang dalam aslinya (1935) dikatakan, “What a marvelous state of mind tobe in”, dalam edisi RBC, "How great to be in such a wonderful state of mind!" Ada yang bisa bantu? (Admin).

Rabu, 14 April 2010

14 Apr ’10 - Keyakinan Batin Yang Tak Terkalahkan


RENUNGAN ”Keyakinan Batin Yang Tidak Terkalahkan” diakhri dengan satu pernyataan: Sungguh merupakan suatu hal yang ”jahat” atau tidak benar bagi seorang Kristen untuk menjadi lemah di dalam kekuatan Allah. Seperti dikatakan, kita sering ingin kekuatan Allah, tetapi kita tidak mau beban yang diletakkan Allah atas kita - satu-satunya cara untuk mengenal kekuatan Allah. Selanjutnya dibawah ini:

KEYAKINAN BATIN YANG TAK TERKALAHKAN
Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku ..... ”(Matius 11:29).
Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya... ” (Ibrani 12:6). Betapa piciknya keluhan kita! Tuhan mengantar kita pada titik dimana kita dapat mempunyai persekutuan dengan Dia, tetapi Ia hanya mendengar kita mengeluh dan mengerang, “Ya Tuhan, biarkan aku menjadi seperti orang lain!”
Yesus meminta kita berjalan bersama Dia lalu mengambil satu ujung kuk agar kita dapat menanggung bersama-sama dengan Dia. Itulah sebabnya Yesus berkata kepada kita, ”Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan" (Matius 11:30).
Apakah Anda dipersatukan sedemikian erat dengan Yesus? Jika demikian, Anda akan bersyukur kepada Allah bila Anda merasakan ”tekanan” tangan-Nya atas diri Anda.
Dia memberi kekuatan kepada yang lelah” (Yesaya 40: 29). Allah datang dan mengeluarkan kita dari emosi yang tidak benar (emosionalisme), dan kemudian keluhan kita berubah menjadi kidung pujian. Satu-satunya cara untuk mengenal kekuatan Allah adalah mengenakan kuk Yesus dan belajar kepada-Nya.
Kegembiraan yang diberikan TUHAN kepada kalian akan menguatkan kalian” (Nehemia 8:11, BIS). Dari manakah orang kudus mendapatkan sukacita mereka? Jika mengenal beberapa orang Kristen yang sungguh, hanya secara lahiriah, kita mungkin berpikir dari pengamatan kita bahwa mereka sama sekali tidak mempunyai beban untuk ditanggung. Akan tetapi, kita harus mengangkat selubung dari mata kita. Kenyataannya bahwa damai sejahtera, terang dan sukacita dari Allah yang nyata ada di dalam diri mereka tidaklah tanpa ada beban.
Beban yang diletakkan Allah atas kita akan memeras buah anggur dalam hidup kita dan menghasilkan air anggur. Akan tetapi, kebanyakan dari kita hanya melihat air anggur, bukan beban dibalik semua itu.
Tidak ada kuasa di dunia atau di neraka yang dapat menaklukkan Roh Allah yang hidup dalam roh manusia; hal mana menciptakan suatu keyakinan batin yang tak terkalahkan
Apabila hidup Anda hanya menghasilkan keluhan, bukannya air anggur, enyahkanlah hal itu jauh-jauh. Sungguh merupakan suatu hal yang “jahat” atau tidak benar bagi seorang Kristen untuk menjadi lemah di dalam kekuatan Allah. (My Utmost for His Highest 14 April 2010)

Selasa, 13 April 2010

13 Apr ’10 – Bila Beban Anda Teramat Berat

RENUNGAN hari ini bicara tentang beban dalam pelayanan. Apa yang membuat pelayanan menjadi beban yang teramat berat dan membuat kita terkalahkan dan lesu? Padahal pelayanan dimulai dengan semangat dan keteguhan hati yang besar, dan dengan motif yang benar. Apa jalan keluarnya? Selanjutnya dibawh ini:


BILA BEBAN ANDA TERAMAT BERAT

Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN ... ” (Mazmur 55:23).

Kata ”kuatir” dalam ayat diatas dalam Alkitab King James Version diterjemahkan ”beban”. Kita harus mengetahui perbedaan antara beban yang patut untuk kita tanggung dan beban yang salah kita tanggung. Kita seharusnya jangan menanggung beban dosa atau kebimbangan, tetapi menanggung beban yang diletakkan Allah atas kita. Allah menginginkan kita menyerahkannya kembali kepada-Nya - secara harfiah “serahkanlah bebanmu”, yang telah diberikan-Nya kepada Anda, “kepada Tuhan...”

Jika kita bermaksud melayani Allah dan melakukan pekerjaan-Nya, kehilangan hubungan yang berlanjut dengan Dia, tanggung jawab yang kita rasakan akan terlampau berat dan mengalahkan kita. Akan tetapi, jika kita menyerahkan kembali hanya kepada Allah beban-beban yang diletakkan-Nya ke atas kita, Dia akan mengambil rasa tanggung jawab yang besar tersebut, menggantikannya dengan kesadaran dan pengertian akan diri-Nya dan hadirat-Nya.

Banyak pelayan memulai melayani Allah dengan keteguhan hati yang besar dan dengan motif yang benar. Akan tetapi, tanpa persekutuan yang akrab dengan Yesus Kristus, mereka akan segera terkalahkan. Mereka tidak tahu tindakan yang harus dilakukan terhadap beban mereka, dan itu membuat hidup mereka menjadi lesu. Orang lain akan melihat ini dan berkata, “Alangkah sedihnya akhir dari sesuatu yang mempunyai awal yang hebat!

Serahkanlah bebanmu kepada Tuhan ..“ Anda telah menanggungnya semua, tetapi Anda perlu menaruhkan salah satu ujungnya ke atas bahu Allah, yang “... lambang pemerintahan ada di atas bahu-Nya” (Yesaya 9:5). Serahkanlah kepada Allah apa pun beban yang telah ditaruhkan-Nya di atas Anda. Jangan hanya melemparkannya ke samping, tetapi serahkan semuanya kepada-Nya dan tempatkan diri Anda sendiri di sana bersama beban itu. Anda akan melihat bahwa beban itu terasa ringan oleh keyakinan pendampingan dan penyertaan-Nya. Akan tetapi, Anda jangan berusaha memisahkan diri dan beban Anda. (My Utmost for His Highest 12 April 2010)

Senin, 12 April 2010

12 Apr ’10 - Kuasa-Nya Yang Penuh Dalam Kita


BARANGKALI sering menjadi pertanyaan, mengapa kuasa yang begitu sangat nyata dalam diri Yesus, tidak nyata didalam diri kita? Renungan ini menyatakan, salah satu sebabnya karena kita belum mengambil keputusan yang sungguh-sungguh dan efektif tentang dosa. Dan ada yang kita tidak mau lepas dari genggaman kita, yang tetap ingin kita pertahankan. Selanjutnya dibawah ini:


KUASA-NYA YANG PENUH DALAM KITA
Maut tidak berkuasa lagi atas Dia.. namun Ia hidup, yakni hidup bagi Allah. Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah (Roma 6:9-11).
Hidup kekal adalah hidup yang diperlihatkan Yesus pada tingkat kemanusiaan. Dan hidup yang sama seperti inilah, bukan “copy”-nya, yang dijadikan nyata dalam hidup fana kita ketika kita dilahirkan kembali. Hidup kekal bukanlah pemberian dari Allah; hidup kekal adalah pemberian Allah.
Daya dan kuasa yang sangat begitu nyata dalam diri Yesus akan diperlihatkan dalam diri kita oleh tindakan anugerah Allah yang berdaulat mutlak, pada saat kita mengambil keputusan yang sungguh-sungguh dan efektif tentang dosa.
Kamu akan menerima kuasa bilamana Roh Kudus telah turun ke atas kamu...” (Kisah Para Rasul 1:8). – ini bukanlah kuasa sebagai pemberian Roh Kudus; kuasa itu ialah Roh Kudus sendiri. Hidup yang ada di dalam Yesus menjadi milik kita karena Salib-Nya, pada saat kita mengambil keputusan untuk dipersatukan dengan Dia.
Jika kita sukar sejalan dengan kehendak Allah, itu karena kita menolak mengambil keputusan moral tentang dosa. Akan tetapi, pada saat kita mengambil keputusan, kehidupan Allah yang penuh masuk seketika. Yesus datang untuk memberi kita persediaan hidup yang tiada habis-habisnya - “.. .supaya kamu dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah” (Efesus 3:19). Hidup kekal tiada kaitannya dengan waktu. Itu adalah hidup yang dijalani Yesus ketika Dia turun ke dunia, dan satu-satunya Sumber kehidupan ialah Tuhan Yesus Kristus.
Bahkan orang kudus yang paling lemah dapat mengalami kuasa keilahian Anak Allah, ketika dia rela melepas apa yang digenggamnya. Akan tetapi, usaha apa pun untuk bertahan pada hal terkecil dari kekuatan kita sendiri hanya akan mengurangi kehidupan Kristus yang ada di dalam kita. Kita harus terus melepaskan kebiasaan itu, dan lambat laun, tetapi pasti, kehidupan Allah yang penuh akan datang, masuk ke dalam setiap bagian dan diri kita. Kemudian Yesus akan mendapat kekuasaan penuh dan berhasil guna di dalam kita, dan orang-orang akan memperhatikan bahwa kita telah bersama-sama dengan Dia. (My Utmost for His Highest 12 April 2010)

12 Apr ’10 - Kuasa-Nya Yang Penuh Dalam Kita


BARANGKALI sering menjadi pertanyaan, mengapa kuasa yang begitu sangat nyata dalam diri Yesus, tidak nyata didalam diri kita? Renungan ini menyatakan, salah satu sebabnya karena kita belum mengambil keputusan yang sungguh-sungguh dan efektif tentang dosa. Dan ada yang kita tidak mau lepas dari genggaman kita, yang tetap ingin kita pertahankan. Selanjutnya dibawah ini:

KUASA-NYA YANG PENUH DALAM KITA
Maut tidak berkuasa lagi atas Dia.. namun Ia hidup, yakni hidup bagi Allah. Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah (Roma 6:9-11).
Hidup kekal adalah hidup yang diperlihatkan Yesus pada tingkat kemanusiaan. Dan hidup yang sama seperti inilah, bukan “copy”-nya, yang dijadikan nyata dalam hidup fana kita ketika kita dilahirkan kembali. Hidup kekal bukanlah pemberian dari Allah; hidup kekal adalah pemberian Allah.
Daya dan kuasa yang sangat begitu nyata dalam diri Yesus akan diperlihatkan dalam diri kita oleh tindakan anugerah Allah yang berdaulat mutlak, pada saat kita mengambil keputusan yang sungguh-sungguh dan efektif tentang dosa.
Kamu akan menerima kuasa bilamana Roh Kudus telah turun ke atas kamu...” (Kisah Para Rasul 1:8). – ini bukanlah kuasa sebagai pemberian Roh Kudus; kuasa itu ialah Roh Kudus sendiri. Hidup yang ada di dalam Yesus menjadi milik kita karena Salib-Nya, pada saat kita mengambil keputusan untuk dipersatukan dengan Dia.
Jika kita sukar sejalan dengan kehendak Allah, itu karena kita menolak mengambil keputusan moral tentang dosa. Akan tetapi, pada saat kita mengambil keputusan, kehidupan Allah yang penuh masuk seketika. Yesus datang untuk memberi kita persediaan hidup yang tiada habis-habisnya - “.. .supaya kamu dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah” (Efesus 3:19). Hidup kekal tiada kaitannya dengan waktu. Itu adalah hidup yang dijalani Yesus ketika Dia turun ke dunia, dan satu-satunya Sumber kehidupan ialah Tuhan Yesus Kristus.
Bahkan orang kudus yang paling lemah dapat mengalami kuasa keilahian Anak Allah, ketika dia rela melepas apa yang digenggamnya. Akan tetapi, usaha apa pun untuk bertahan pada hal terkecil dari kekuatan kita sendiri hanya akan mengurangi kehidupan Kristus yang ada di dalam kita. Kita harus terus melepaskan kebiasaan itu, dan lambat laun, tetapi pasti, kehidupan Allah yang penuh akan datang, masuk ke dalam setiap bagian dan diri kita. Kemudian Yesus akan mendapat kekuasaan penuh dan berhasil guna di dalam kita, dan orang-orang akan memperhatikan bahwa kita telah bersama-sama dengan Dia. (My Utmost for His Highest 12 April 2010)

Minggu, 11 April 2010

11 Apr ’10 - Keilahian Yang Sempurna dan Berhasil-Guna



RENUNGAN hari ini masih lanjutan dari yang kemarin. Dimana dikatakan, sekali saya mengambil keputusan penting tentang dosa, maka adalah mudah untuk memandang bahwa saya sesungguhnya “mati terhadap dosa”, karena saya menemukan kehidupan Yesus di dalam diri saya sepanjang waktu. Hidup kebangkitan Yesus menembus ke dalam setiap bagian dan sifat manusia saya. Selanjutnya dibawah ini:

KEILAHIAN YANG SEMPURNA DAN BERHASIL-GUNA
Sebab jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya (Roma 6:5).
Kebangkitan Bersama Kristus. Bukti bahwa saya telah mengalami penyaliban dengan Yesus adalah bahwa saya mempunyai keserupaan dengan Dia. Roh Yesus masuk dan membentuk kembali hidup pribadi saya di hadapan Allah. Kebangkitan Yesus telah memberi Dia wewenang untuk memberi kehidupan Allah kepada saya, dan pengalaman hidup saya sekarang harus dibangun di atas dasar kehidupanNya. Saya dapat memiliki hidup kebangkitan Yesus disini dan sekarang ini, dan hal itu akan terlihat dengan sendirinya melalui kesucian.
Gagasan yang terbentang di seluruh tulisan Paulus adalah bahwa sesudah kita dipersatukan dengan Yesus dalam kematian-Nya, hidup kebangkitan Yesus menembus ke dalam setiap bagian dan sifat manusia kita. Dibutuhkan kemahakuasaan Allah - keilahian-Nya yang sempurna dan berhasil-guna - untuk menjalankan kehidupan Anak Allah dalam tubuh manusia.
Roh Kudus tidak dapat diterima sebagai seorang tamu yang tinggal hanya dalam sebuah kamar saja di rumah - Dia mengisi dan menguasai seluruh rumah; dan sekali saya memutuskan bahwa “manusia lama” saya (yaitu dosa turunan saya) harus disatukan dengan kematian Yesus, maka Roh Kudus mengisi dan menguasai saya. Dia mengambil alih pimpinan dalam segala sesuatu. Bagian saya adalah berjalan dalam terang dan mematuhi semua yang dinyatakan-Nya kepada saya.
Sekali saya mengambil keputusan penting tentang dosa itu, maka adalah mudah untuk memandang bahwa saya sesungguhnya “mati terhadap dosa”, karena saya menemukan kehidupan Yesus di dalam diri saya sepanjang waktu (Roma 6:11).
Sama seperti hanya ada satu jenis kemanusiaan, maka hanya ada satu jenis kekudusan – kekudusan Yesus. Dan adalah kekudusan-Nya yang telah diberikan kepada saya. Allah menaruh kekudusan Anak-Nya ke dalam diri saya, dan saya masuk dalam sebuah tata kehidupan rohani yang baru. (My Utmost fo His Highest, 11 April 2010)

Sabtu, 10 April 2010

10 Apr ’10 - Keputusan Yang Sungguh-Sungguh Tentang Dosa


TIDAK SEDIKIT orang berpikir bahwa dosa harus dikekang, ditekan atau dilawan. Renungan hari ini mengatakan, tidak sekedar demikian itu. Kita harus disalibkan - disalibkan dengan Kristus, sampai yang tersisa dalam daging dan darah Anda hanyalah kehidupan-Nya. Dan hal itu membutuhkan keputusan kita. Selanjutnya dalam Notes:

KEPUTUSAN YANG SUNGGUH-SUNGGUH TENTANG DOSA
 “ … manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa.” (Roma 6:6).
Disalibkan Dengan Kristus. Sudahkah Anda mengambil keputusan bahwa dosa harus sepenuhnya dimatikan dalam diri Anda? Dibutuhkan waktu untuk mengambil keputusan yang sungguh-sungguh dan efektif tentang dosa. Meskipun demikian, itu merupakan saat terbesar dalam hidup Anda ketika Anda memutuskan bahwa dosa harus mati dalam diri Anda - bukan sekadar dikekang, ditekan atau dilawan, melainkan disalibkan - seperti halnya Yesus Kristus mati bagi dosa dunia.
Tidak seorang pun dapat mengantar orang lain untuk mengambil keputusan ini. Kita mungkin dapat diyakinkan secara mental dan rohani, tetapi yang perlu kita lakukan adalah benar-benar mengambil keputusan yang ditekankan Paulus kepada kita dalam nas ini.
Berhentilah sejenak, luangkan waktu untuk menyendiri dengan Allah, dan ambillah keputusan penting ini, seraya berkata, “Tuhan, persatukan aku dengan kematian-Mu sampai aku tahu bahwa dosa itu telah mati dalam diriku”. Ambillah keputusan moral bahwa dosa dalam diri Anda harus dimatikan.
Bagi Paulus, hal ini bukanlah semacam harapan masa depan ilahi atau rohani, tetapi sebuah pengalaman yang sangat radikal dan pasti dalam hidup Paulus.
Siapkah Anda untuk mengizinkan Roh Allah menyelidiki Anda sampai Anda tahu seberapa tingkat dan sifat/nature dari dosa yang ada dalam hidup Anda - untuk melihat hal-hal yang sungguh bertentangan dengan Roh Allah dalam diri Anda?
Jika demikian, maukah Anda sepakat dengan putusan Allah mengenai sifat dosa - bahwa itu harus dipersatukan dengan kematian Yesus? Anda tidak dapat “memandangnya bahwa kamu telah mati terhadap dosa” (Roma 6: 1) kecuali Anda telah secara sungguh-sungguh menyelesaikan masalah kehendak Anda di hadapan Allah
Sudahkah masuk kedalam hak istimewa yang mulia disalibkan dengan Kristus, sampai yang tersisa dalam daging dan darah Anda hanyalah kehidupan-Nya? “Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku... ” (Galatia 2:19-20) (My Utmost for His Highest, 10 April 2010)

Jumat, 09 April 2010

9 Apr ’10 - Sudahkah Anda Melihat Yesus?

RENUNGAN hari ini sungguh menggelitik ”Sudahkah Anda Melihat Yesus?”. Dikatakan, diselamatkan dan melihat Yesus bukanlah hal yang sama. .... Dan sekali melihat Dia, kita takkan pernah menjadi orang yang sama, ... dan akan ada kerinduan agar orang lain melihat Dia. Lebih lanjut dibawah ini:

SUDAHKAH ANDA MELIHAT YESUS?

Sesudah itu Ia menampakkan diri dalam rupa yang lain kepada dua orang dan mereka...” (Markus 16:12).


Diselamatkan dan melihat Yesus bukanlah hal yang sama. Banyak orang yang tidak pernah melihat Yesus telah menerima dan membagikan anugerah Allah. Akan tetapi, sekali Anda melihat Dia. Anda takkan pernah menjadi orang yang sama. Hal-hal lain tidak lagi mempunyai daya tarik seperti sebelumnya.

Anda seharusnya mengenal perbedaan antara pribadi Yesus dan karya-Nya bagi Anda. Jika Anda hanya melihat karya-Nya bagi Anda, maka Allah Anda tidak cukup besar. Akan tetapi, jika Anda mendapat suatu visi, melihat Yesus dalam kepribadian-Nya sebagaimana yang sesungguhnya, pengalaman dapat datang dan pergi, namun Anda akan bertahan ” seolah-olah ia sudah melihat Allah yang tidak kelihatan” (Ibrani 11:27, BIS). Orang yang buta sejak lahir itu tidak mengenal Yesus sampai Kristus muncul dan menyatakan diri-Nya kepadanya (lihat Yohanes 9). Yesus memperlihatkan diri-Nya kepada mereka yang telah menerima pelayanan-Nya, tetapi kita tidak dapat mengatur atau minta atau memperkirakan waktu kedatanganNya. Dia bisa saja muncul secara mendadak pada setiap kesempatan. Pada saat itu Anda dapat berseru, “Sekarang aku melihat Dia!” (lihat Yohanes 9:25).

Yesus menampakkan diri kepada Anda dan kawan Anda secara pribadi; tidak ada seorangpun dapat melihat Yesus seperti mata Anda melihatnya.Dan pemisahan akan terjadi ketika seseorang melihat Dia dan yang lain tidak. Anda tidak dapat mengajak kawan Anda dan mengarahkannya untuk melihat Allah; Allahlah yang harus melakukan hal itu.

Sudahkah Anda melihat Yesus? Jika demikian, Anda juga akan menginginkan agar orang lain melihat Dia. “Lalu kembalilah mereka dan memberitahukannya kepada teman-teman yang lain, tetapi kepada mereka pun teman-teman itu tidak percaya” (Markus 16:13). Bila Anda melihat Dia, Anda harus memberitakannya, walaupun mereka tidak percaya.
Ya, dapatkah kuceritakan, engkau pasti percaya!
Ya, seandainya dapat kukatakan apa yang telah aku lihat!
Bagaimana harus kuceritakan atau bagaimana kau menerimanya,
Hanya setelah Dia sendiri membawamu ke tempat dimana saya melihat-Nya.
(My Utmost for His Highest, 6 April 2010).