Sabtu, 31 Juli 2010

31 Jul ’10 - Menjadi Milik-Nya Sepenuhnya

CEROBOH, serampangan dan malas, merupakan sikap hidup yang tidak patut dalam hidup kristiani. Sikap hidup seperti ini dapat terbawa-bawa dalam berbagai segi kehidupan, termasuk hidup ibadah/penyembahan – sesuatu yang mendukakan Roh Kudus. Dan Oswald Chambers mengatakan, sesungguhnya, dengan banyak cara Allah akan membawa kita untuk menyadari setiap ketidak-benaran dalam hidup sampai kita menjadi milik-Nya sepenuhnya.

MENJADI MILIK-NYA SEPENUHNYA
Biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tidak kekurangan apa pun” (Yakohus 1:4).
BANYAK diantara kita pada umumnya tampak baik-baik saja, namun masih ada beberapa segi yang di dalamnya kita bersikap ceroboh, serampangan (careless) dan malas. Dalam hal ini bukannya soal dosa, melainkan sisa kehidupan daging kita yang cenderung membuat kita ceroboh, serampangan.
Kecerobohan merupakan penghinaan kepada Roh Kudus. Kita tidak boleh serampangan dalam cara kita menyembah Allah, atau bahkan dalam cara kita makan dan minum. Bukan hanya hubungan kita dengan Allah harus benar, tetapi ekpresi lahiriah dari hubungan itu juga harus benar.
Sesungguhnya, Allah takkan membiarkan apa pun luput; setiap rincian hidup kita ada di bawah pengamatan-cermat-Nya. Dengan banyak cara Allah akan membawa kita kembali dan kembali ke titik yang sama. Dan Dia tidak pernah jemu membawa kita kembali pada satu titik tersebut sampai kita memperoleh pelajaran, karena maksud-Nya ialah untuk menghasilkan buah yang matang.
Mungkin masalah kita timbul dari sifat yang impulsif – menurutkan kata hati tanpa pikir panjang, tetapi berulang kali, dengan kesabaran yang tak habis-habisnya Allah membawa kita kembali ke satu titik tersebut. Atau masalah kita mungkin berupa pemikiran yang malas dan melantur, atau keinginan bebas kita dan kepentingan diri sendiri.
Melalui proses ini, Allah mencoba mengingatkan kita tentang hal-hal tertentu yang tidak benar dalam hidup kita.
Kita telah melihat pelajaran tentang kebenaran penebusan Allah, dan hati kita dengan sempurna terarah kepada Dia. Dan karya-Nya yang ajaib di dalam kita membuat kita mengetahui bahwa kita dibenarkan secara penuh di hadapan-Nya. Roh Kudus berbicara melalui Yakobus, ”Biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang...
Waspadalah agar jangan ceroboh dengan perkara-perkara yang kecil dalam kehidupan ini dengan berkata, “Ah, cukuplah itu untuk sekarang.” Dalam apa pun, Allah akan terus menunjukkan setiap ketidak-benaran itu sampai kita menjadi milikNya sepenuhnya. (My Utmost for His Highest, 31 Juli).

Jumat, 30 Juli 2010

30 Jul ‘ 10 – Pengajaran Dari Hal Disilusi



KECEWA dengan seseorang, atau sesuatu keadaan; merasa tertipu, karena semuanya tidak seperti diharapkan, atau dipikirkan? Mengalami kepahitan karenanya? Ingin membalas?
Renungan hari ini, ” PENGAJARAN DARI HAL DISILUSI”, mengajak kita melihat apa akibat dari disilusi ini pada diri kita, dan bagaimana bebas dari jebakan sini.

PENGAJARAN DARI HAL DISILUSI
Yesus sendiri tidak mempercayakan diri-Nya kepada mereka..., sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia” (Yohanes 2:24-25).
KEADAAN disilusi (disillusionment) berarti tidak ada lagi pengertian salah (miskonsepsi) , kesan yang palsu dan penilaian yang salah dalam kehidupan; itu berarti bebas dari semua desepsi ini. (Menurut kamus, disilusi, adalah bebas dari ilusi, atau menyebabkan kehilangan kepercayaan, atau kekecewaan ketika menemukan sesuatu tidak sebaik yang dipikirkan semula, penj.) Namun, walaupun tidak lagi tertipu oleh hal-hal salah tersebut, pengalaman kita mengenai dissilusi dapat mengakibatkan sikap sinis dan suka mengkritik dalam kita menilai orang lain. Akan tetapi, disilusi – pembebasan dari ilusi - yang berasal dari Allah memampukan kita melihat orang-orang sebagaimana adanya, tanpa sikap sinis atau kritik yang menyengat dan pahit.
Banyak hal dalam kehidupan yang mengakibatkan luka, duka atau nyeri dalam, bersumber pada kenyataan bahwa kita menderita oleh ilusi atau pandangan kita yang menyesatkan. Kita tidak mempercayai atau tulus kepada sesama kita berdasarkan fakta-fakta, melihat satu sama lain seperti diri kita; kita hanya “ngotot” pada gagasan kita yang keliru tentang sesama kita. Menurut pemikiran kita, segala sesuatunya dilihat sebagai menyenangkan dan baik, atau jahat, dengki dan pengecut.
Menolak dikecewakan merupakan penyebab penderitaan hidup manusia. Dan beginilah penderitaan itu terjadi - jika kita mengasihi seseorang, tetapi tidak mengasihi Allah, kita menuntut kesempurnaan dan kebenaran penuh dari orang itu, dan bila kita tidak mendapatkannya maka kita menjadi tak berperasaan dan ingin membalas; namun kita lupa, bahwa kita salah jika  menuntut dari seseorang sesuatu yang ia mungkin tidak dapat berikan.
Hanya ada satu Pribadi yang dapat memuaskan sepenuhnya sampai kepada kedalaman hati manusia yang terluka, yaitu Tuhan Yesus Kristus.
Tuhan nyata-nyata tidak-kompromi dalam hal hubungan manusiawi karena Dia tahu bahwa setiap hubungan yang tidak dilandasi kesetiaan kepada diri-Nya akan berakhir dengan bencana. Tuhan tidak mempercayai (trusted) siapa pun, dan tidak pernah menaruh iman-Nya pada manusia, namun Dia tidak pernah bersikap curiga atau pahit.
Kepercayaan Tuhan kita Yesus adalah kepada Allah, dan dalam apa yang dapat dikerjakan anugerah Allah bagi setiap orang, sedemikian sempurnanya sehingga Dia tidak pernah putus asa, tidak pernah putus harap atas siapa pun. Jika trust/kepercayaan kita diletakkan kepada manusia, maka kita pada akhirnya akan merasa putus asa terhadap setiap orang.(My Utmost for His Highest, 30 Juli)

Kamis, 29 Juli 2010

29 Jul ‘10 - Melihat Yesus di Awan Kehidupan

RENUNGAN hari ini mengatakan bahwa awan-awan dukacita, penderitaan sering datang dalam kehidupan kita, yang kita rasakan benar-benar tampak  berkontradiksi dengan kedaulatan Allah (yang berkuasa, yang mengasihi, dll). Namun, dikatakan, melalui awan-awan ini Roh Allah mengajar kita dalam iman. Dan yang penting apakah kita tetap melihat Yesus dalam awan-awan tersebut?
MELIHAT YESUS DI AWAN KEHIDUPAN
29 JULI 2010
Lihatlah, Ia datang dengan awan-awan (Wahyu 1:7).
Dalam Alkitab, awan-awan selalu dikaitkan dengan Allah. Awan-awan adalah dukacita, penderitaan atau situasi kemujuran (providential circumstances), di dalam atau diluar kehidupan pribadi kita, yang benar-benar tampak  berkontradiksi dengan kedaulatan Allah. Namun adalah melalui awan-awan ini Roh Allah mengajar kita cara berjalan dengan iman. Jika awan-awan tidak pernah ada dalam hidup kita, kita takkan mempunyai iman. “Awan adalah debu kaki-Nya” (Nahum 1:3). Awan-awan itu menandai bahwa Allah hadir.
Hanyalah pengungkapan yang membuat kita dapat mengetahui bahwa dukacita, perkabungan dan penderitaan sebenarnya adalah awan-awan yang datang bersama Allah! Allah tidak dapat datang mendekati kita tanpa awan-awan - Dia tidak datang dalam langit cerah bersih tanpa awan.  
Tidaklah benar untuk mengatakan bahwa Allah ingin mengajarkan sesuatu di dalam pencobaan kita. Melalui setiap awan yang didatangkan-Nya, Dia ingin kita belajar melupakan atau melepas (unlearn) sesuatu. Maksud Allah menggunakan awan ialah untuk ”menyederhanakan” kepercayaan kita sampai hubungan kita dengan Dia sama seperti yang ada pada seorang anak kecil – hanya hubungan antara Allah dan jiwa kita sendiri, sedangkan orang lain hanya bagaikan bayang-bayang (. Sebelum orang lain menjadi bayang-bayang bagi kita, maka sesekali awan dan kegelapan akan menjadi bagian kita.
Apakah hubungan kita dengan Allah menjadi semakin sederhana dibanding sebelumnya?
Ada kaitan antara situasi “kemujuran aneh” (strange providential) yang diizinkan Allah dengan hal yang kita ketahui tentang Dia, dan kita harus belajar untuk mengertikan rahasia kehidupan menurut terang pengetahuan kita tentang Allah.
Sebelum kita dapat berhadapan langsung dengan fakta kehidupan yang terdalam dan paling gelap tanpa merusak pandangan kita tentang sifat Allah, maka kita sesungguhnya belum mengenal Dia.
Ketika mereka masuk ke dalam awan itu, takutlah mereka” (Lukas 9:34). Adakah orang lain kecuali Yesus dalam awan Anda? Jika demikian, keadaan akan menjadi semakin gelap sampai Anda masuk di tempat dimana ”tidak ada seorang pun, kecuali Yesus” (lihat Markus 9:8; lihat juga ayat 2-7) (My Utmost for His Highest, 28 Juli).

Note:
Dear all. Ada bagian yang sulit dimengerti dalam ”My Utmost” hari ini, mungkin karena kedalaman materinya, sehingga memang tidak mudah ditangkap. Pertama pengertian ””strage providential” (yang kita coba terjemahkan sebagai ”kemujuran aneh”) yang diizinkan oleh Allah”. Kedua, pengertian ”sebelum orang lain menjadi bayang-bayang (shadows) bagi kita”. Please, any comment?  (Admin)

Rabu, 28 Juli 2010

28 Jul ’10 - Maksud Allah atau Maksud Saya?

MENGGELITIK renungan, ”Maksud Allah atau Maksud Saya?” hari ini. Dikatakan, kita cenderung berpikir bahwa jika kita taat kepada Tuhan, maka Dia akan mengantar kita kepada sukses besar. Kita jangan sekali-kali berpikir bahwa impian keberhasilan kita merupakan maksud Allah bagi kita. Yang terpenting maksud Allah bagi kita adalah kita mampu melihat Dia dapat berjalan dalam badai kehidupan saya saat ini juga.
MAKSUD ALLAH ATAU MAKSUD SAYA?
Yesus segera mendesak murid-murid-Nya naik keperahu dan berangkat lebih dahulu ke seberang,... ” (Markus 6:45).
Kita cenderung berpikir bahwa jika Yesus Kristus mendesak kita melakukan sesuatu dan kita taat kepada-Nya, maka Dia akan mengantar kita kepada sukses besar. Kita jangan sekali-kali berpikir bahwa impian keberhasilan kita merupakan maksud Allah bagi kita.
Faktanya, maksud-Nya mungkin justru sebaliknya. Kita berpikir bahwa Allah menuntun kita ke suatu tujuan tertentu atau sasaran yang diinginkan, tetapi Dia tidak berbuat demikian.
Pertanyaan apakah kita berhasil atau tidaknya tiba di suatu tujuan tertentu, adalah kurang penting, dan pencapaian itu hanya menjadi sebuah episode di sepanjang perjalanan. Apa yang kita lihat hanya sebagai proses untuk mencapai tujuan tertentu, namun Allah melihatnya sebagai tujuan itu sendiri.
Apakah visi atau penglihatan saya tentang maksud Allah bagi saya? Apa pun itu, maksud-Nya ialah agar saya bergantung kepada-Nya dan pada kuasa-Nya sekarang. Jika saya dapat tetap tenang, setia dan tidak bingung di tengah-tengah huru-hara kehidupan, sasaran maksud Allah sedang dipenuhi di dalam diri saya.
Allah tidak sedang bekerja ke arah suatu finish atau tujuan akhir tertentu - maksud-Nya ialah proses itu sendiri. Apa yang diinginkan-Nya bagi saya ialah agar saya melihat “Dia berjalan di atas air” tanpa tepian/pantai, tanpa keberhasilan, juga tanpa sasaran yang terlihat jelas, tetapi hanyalah kepastian mutlak bahwa segala sesuatu beres karena saya melihat “Dia berjalan di atas air’ (Markus 6:49). Proses inilah, bukan hasilnya, yang memuliakan Allah.
Pelatihan (dari) Allah dimaksudkan untuk sekarang, saat ini, bukan suatu waktu kemudian. Maksud-Nya adalah untuk saat ”menit” ini, bukan suatu waktu kelak. Kita tidak punya urusan dengan apa yang selanjutnya setelah ketaatan kita, dan kita keliru jika memusingkan diri dengan hal itu. Apa yang disebut orang sebagai persiapan, Allah melihatnya sebagai sasaran itu sendiri.
Maksud Allah adalah untuk memampukan saya melihat bahwa Dia dapat berjalan dalam badai kehidupan saya sekarang juga. Jika kita mempunyai sasaran lebih lanjut dalam benak kita, maka kita tidak cukup menaruh perhatian terhadap masa kini. Namun, jika kita menyadari bahwa ketaatan saat demi saat merupakan sasaran (goal), maka setiap saat menjadi berharga.  (My Utmost for His Highest, 28 Juli).

Selasa, 27 Juli 2010

27 Jul ’10 - Cara Untuk Tahu

RENUNGAN hari ini, ”CARA UNTUK TAHU” (Way to Know) adalah tentang hukum utama memperoleh pengertian rohani, atau pengetahuan dan wawasan tentang ajaran Yesus Kristus, yaitu ketaatan.
Dikatakan,  kegelapan rohani adalah akibat dari ketidaktaatan. Tidak bertumbuh secara rohani juga karena ketidaktaatan. Selanjutnya dibawah ini:


CARA UNTUK TAHU  
 Barangsiapa mau melakukan kehendak-Nya, ia akan tahu entah ajaran-Ku ini berasal dari Allah, entah Aku berkata-kata dari diri-Ku sendiri” (Yohanes 7:17).
HUKUM utama yang harus diikuti agar memperoleh pengertian rohani bukanlah masalah intelektual, melainkan ketaatan. Jika seseorang menginginkan pengetahuan ilmiah, maka keingintahuan intelektualnya haruslah menjadi pemandunya. Akan tetapi, jika dia menginginkan pengetahuan dan wawasan mengenai ajaran Yesus Kristus, maka dia hanya dapat memperolehnya melalui ketaatan.
Jika hal-hal rohani tampak gelap dan tersembunyi bagi saya, maka saya yakin bahwa ada segi ketidaktaatan dalam hidup saya. Kegelapan akal adalah akibat dari ketidaktahuan, tetapi kegelapan rohani adalah akibat dari ketidaktaatan.
Tidak seorang pun yang pernah menerima sepatah kata dari Allah tanpa segera mengujinya. Kita tidak-taat dan kemudian merasa heran mengapa kita tidak bertumbuh secara rohani. Yesus berkata,  Jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, ... “ (Matius 5:23-24). Yesus sebenarnya berkata, “Jangan ucapkan sepatah kata pun kepada-Ku; pertama-tama patuhlah dengan membereskan segala sesuatu.”
Ajaran Yesus selalu tepat mengena di mana pun kita hidup. Kita tidak dapat berdiri sebagai seorang yang berpura-pura di hadapan-Nya walaupun hanya sekejap. Dia memerintahkan kita dengan penuh detil. Roh Allah membuka kedok pembelaan/pembenaran diri kita dan menjadikan kita peka terhadap hal-hal yang belum pernah terpikirkan oleh kita sebelumnya.
Bila Yesus meyakinkan sesuatu kepada Anda melalui firman-Nya, jangan berusaha mengelak. Jika Anda mengelak, maka Anda akan menjadi seorang penipu. Periksalah hal-hal yang cenderung membuat Anda ”angkat bahu” dan dalam hal-hal apa Anda menolak untuk taat, maka Anda akan tahu mengapa Anda tidak bertumbuh secara rohani. Seperti kata Yesus, ” Pergilah berdamai dahulu... ” Sekalipun dengan risiko dituduh sebagai seorang yang fanatik, Anda harus mentaati apa yang disuruhkan Allah kepada Anda. (My Utmost for His Highest, 27 Juli)

Minggu, 25 Juli 2010

25 Jul ‘10 - Apakah Saya Sunguh Berbahagia Seperti Dimaksudkan Yesus?

KHOTBAH di Bukit ”Berbahagialah” yang terkenal itu, kata renungan hari ini, mungkin tampak hanya berupa aturan-aturan yang indah dan menyenangkan bagi sementara orang, dan sepertinya sangat sedikit manfaat praktisnya di dunia yang kaku ini.
Tetapi lebih lanjut diungkapkan sesungguhnya ucapan-ucapan tersebut berisi “dinamit” Roh Kudus, yang akan mengerjakan aksinya bila situasi hidup kita mendapat tempat untuk itu.


APAKAH SAYA SUNGUH BERBAHAGIA SEPERTI DIMAKSUDKAN YESUS?
Berbahagialah ….” (Matius 5:3-11).
KETIKA kita pada mulanya membaca pernyataan-pernyataan Yesus (dalam Khotbah di Bukit) “Berbahagialah”, tampak sederhana dan tidak ada yang mengejutkan. Tetapi tanpa sadar pernyataan itu masuk ke dalam pikiran bawah sadar kita.
Misalnya, pernyataan “Berbahagialah,” pada mulanya tampak hanya berupa aturan-aturan yang indah dan menyenangkan bagi orang yang terlalu rohani dan sepertinya tidak berguna (overly spiritual and seemingly useless people), dan sepertinya sangat sedikit manfaat praktisnya di dunia yang kaku dimana kita hidup ini.
Namun ada saat dimana kita tiba-tiba mendapati bahwa pernyataan Berbahagialah ini berisi “dinamit” Roh Kudus. Dan ucapan-ucapan Berbahagia itu “meledak” bila situasi hidup kita mendapat tempat untuk itu.
Bila Roh Kudus mengingatkan kita pada salah satu ucapan “Berbahagialah ini, kita berkata, “Alangkah mencengangkan pernyataan ini!” Kemudian kita harus memutuskan apakah kita bersedia menerima gejolak rohani besar yang akan timbul dalam situasi kita jika kita mematuhi firman-Nya.
Itulah cara Roh Allah bekerja. Kita tidak usah dilahirkan kembali untuk menerapkan Khotbah di Bukit secara harfiah. Tafsiran harfiah dari Khotbah di Bukit itu semudah permainan anak-anak. Akan tetapi, interpretasi Roh Allah pada saat Dia menerapkan pernyataan-pernyataan Tuhan pada situasi kita itu merupakan karya yang sangat keras, strict dan sulit bagi seorang percaya.
Ajaran-ajaran Yesus semua terasa diluar proporsi bila kita dibandingkan dengan cara lahiriah kita memandang segala sesuatu, dan pada mulanya ajaran-ajaran tersebut datang dengan menimbulkan kegelisahan yang membuat kita heran. Dalam hal ini kita langkah demi langkah harus menyesuaikan jalan dan hubungan kita dengan ajaran Yesus Kristus pada saat Roh Kudus menerapkannya pada sitiasi kita.
Khotbah di Bukit bukanlah seperangkat aturan dan ketetapan, tetapi ia itu adalah adalah gambaran kehidupan yang akan kita hayati bila Roh Kudus tidak terkendala dalam diri kita. (My Utmost for His Highest, 25 Juli)

Sabtu, 24 Juli 2010

24 Jul ’10 – Sifat Yesus dan Motif Kita

JIKA kamu tidak melakukan kehendak Allah melebihi ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, kata Yesus, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga. Apa yang dimaksudkan Yesus dengan kata-kata keras ini? Bagaimana hal itu bisa terjadi? Hal itulah yang menjadi topik renungan hari ini dengan judul, ”Sifat Yesus dan Motif Kita”.

SIFAT YESUS DAN MOTIF KITA
Jika kamu tidak melakukan kehendak Allah melebihi ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga” (Matius 5:20).
Karakteristik seorang murid bukanlah bahwa dia melakukan hal-hal yang baik, melainkan bahwa dia memiliki motif yang baik oleh anugerah Allah yang adikodrati. Satu-satunya hal yang melebihi perbuatan benar adalah pribadi yang benar. Yesus Kristus datang untuk menaruhkan ke dalam diri seseorang yang memberi tempat bagi-Nya, suatu sifat baru yang mempunyai kebenaran melebihi kebenaran para ahli Taurat dan orang Farisi.
Yesus berkata, “Jika kamu adalah murid-Ku, kamu harus benar, bukan hanya dalam tindakanmu, melainkan juga dalam motifmu, aspirasi atau cita-citamu, dan di kedalaman angan-angan pikiranmu.” Motif Anda haruslah sedemikian murni sehingga Allah Yang Mahakuasa tidak dapat melihat sesuatu untuk menghardiknya.
(Tapi) Siapakah yang dapat berdiri dalam terang Allah yang kekal tanpa dapat dihardik-Nya? Hanyalah Putra Allah; dan Yesus Kristus menyatakan bahwa melalui penebusan-Nya Dia dapat menaruhkan sifat-Nya sendiri di dalam seseorang dan menjadikan orang itu semurni dan sesederhana seorang anak kecil.
Kemurnian yang dituntut Allah adalah mustahil kecuali saya dapat diciptakan kembali secara batiniah, dan itulah yang telah dilakukan Yesus melalui penebusanNya.
Tidak seorang pun dapat memurnikan dirinya dengan mematuhi perintah-peritah. Yesus Kristus tidak memberikan kepada kita aturan-aturan dan ketetapan-ketetapan - Dia memberikan kita ajaran-Nya berupa kebenaran-kebenaran yang hanya dapat ditafsirkan oleh sifat atau nature-Nya yang ditaruh-Nya di dalam diri kita.
Keajaiban besar dari keselamatan Yesus Kristus ialah bahwa Dia mengubahkan sifat warisan kita. Dia tidak mengubahkan sifat atau  nature manusia - Dia mengubahkan sumbernya dan karenanya juga motif-motifnya. (My Utmost for His Highest, 24 Juli)

Jumat, 23 Juli 2010

23 Jul ’10 – Pengudusan (2)


RENUNGAN hari ini masih lanjutan dari yang kemarin, tentang aspek kedua pengudusan: sisi kehidupan. Dimana dinyatakan bahwa rahasia pengudusan ialah bahwa oleh iman, sifat-sifat Yesus Kristus yang sempurna diimpartasi sebagai karunia kepada saya. Pengudusan berarti kesucian Yesus menjadi milik saya dan dinyatakan dalam hidup saya. Bukan tindakan menirukan Yesus. Lebih lanjut dibawah ini:

PENGUDUSAN (2)
“Tetapi oleh Dia kamu berada dalam Kristus Yesus yang... telah.. menguduskan... kita” (1 Korintus 1:30).
Rahasia paling ajaib dari penghayatan hidup suci tidaklah terletak pada tindakan menirukan Yesus, melainkan dalam mempersilakan sifat-sifat Yesus yang sempurna dinyatakan dalam kemanusiaan saya. Pengudusan berarti “Kristus di dalam kamu... ” (Kolose 1:27 - KJV). Yaitu kehidupan ajaib Yesus yang diberikan (diimpartasikan) kepada saya dalam pengudusan – diimpartasi oleh iman sebagai karunia terbaik dari anugerah Allah.
 Adakah saya sedia mempersilakan Allah menjadikan pengudusan nyata dalam saya seperti yang tertulis dalam firman-Nya?
Pengudusan berarti impartasi kualitas kekudusan Yesus Kristus dalam diri saya. Hal itu merupakan pemberian kesabaran-Nya, kasih-Nya, kesucian-Nya, iman-Nya, dan kemurnian serta kesalehan-Nya yang diwujudkan di dalam dan melalui setiap jiwa yang dikuduskan.
Pengudusan bukanlah mengambil dari Yesus kuasa untuk menjadi suci, melainkan mengambil dari Yesus kesucian yang dahulu ditunjukkan di dalam Dia, dan sekarang Dia menunjukkannya di dalam saya. Pengudusan adalah suatu impartasi, bukan imitasi. Imitasi atau peniruan adalah sesuatu yang sama sekali berbeda.
Kesempurnaan dari segala sesuatu ada di dalam Yesus Kristus, dan rahasia pengudusan ialah bahwa semua sifat yang sempurna dari Yesus tersedia bagi saya. Dengan demikian, dengan lambat tetapi pasti saya mulai menghayati kehidupan yang teratur/tertata, sehat dan suci - “... dipelihara dalam kekuatan Allah” (1 Petrus 1: 5).(My Utmost for His Highest, 23 Juli)

Kamis, 22 Juli 2010

22 Jul ’10 - Pengudusan (1)

KAMUS Alkitab (LAI) mendefinisikan orang-orang kudus sebagai ”orang-orang yang dikuduskan oleh Roh Kudus, sehingga mereka ”tidak lagi dari dunia ini”. Paulus mengalamatkan surat-suratnya kepada orang-orang kudus, yang berarti orang-orang Kristen. Renungan ”PENGUDUSAN”, hari ini tentang arti pengudusan, proses dan aspeknya yang terdiri dari dua sisi kematian dan sisi kehidupan. Lebih jauh dibawah ini:

PENGUDUSAN (1)
Inilah kehendak Allah: Pengudusanmu ... “(1 Tesalonika 4:3)
Sisi Kematian. Dalam pengudusan, Allah harus berurusan dengan kita pada sisi kematian dan sisi kehidupan. Pengudusan menuntut kedatangan kita ke tempat kematian, tetapi banyak diantara kita menghabiskan waktu disana sehingga kita menjadi tidak sehat (rohani).
Selalu ada pergumulan berat sebelum pengudusan terwujud - sesuatu di dalam kita menolak tuntutan-tuntutan Kristus. Bila Roh Kudus mulai menunjukkan kepada kita makna pengudusan, pergumulan itu segera dimulai. Yesus berkata, ”Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci ... nyawanya sendiri ... ia tidak dapat menjadi murid-Ku” (Lukas 14:26).
Dalam proses pengudusan, Roh Allah akan menelanjangi saya sampai tidak ada yang tersisa kecuali diri saya yang sesungguhnya, dan itulah tempat kematian.
Apakah saya sedia menjadi diri saya sendiri dan tidak lebih dari itu? Apakah saya sedia tidak mempunyai sahabat, ayah, saudara dan tidak mempunyai kepentingan diri - hanya siap untuk kematian? Itulah persyaratan yang dituntut untuk pengudusan. Tidak mengherankan bila Yesus bersabda, “Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang (Matius 10:34).
Disinilah tempat pegumulan itu timbul, dimana banyak diantara kita menjadi bimbang. Kita menolak untuk dipersatukan dengan kematian Yesus Kristus. Kita berkata, “Hal ini terlalu keras. Pasti Dia tidak menuntut itu dari padaku”. Tuhan kita itu memang keras, dan Dia menuntut hal itu dari kita.
Apakah saya sedia meniadakan diri saya hingga menjadi “saya” saja? Apakah saya cukup berketetapan untuk melucuti diri dari semua pendapat sahabat dan dari pendapat saya sendiri tentang diri saya? Apakah saya sedia dan bertekad untuk menyerahkan diri saya sepenuhnya seperti adanya kepada Allah?
Jika saya bersedia maka Dia akan segera menguduskan saya sepenuhnya, dan hidup saya akan bebas dari semua kecendrungan dan keterikatan terhadap apa pun kecuali Allah (lihat 1 Tesalonika 5:23-24).
Bila saya berdoa, ”Tuhan, tunjukkan makna pengudusan bagiku,” saya percaya Dia akan menunjukkannya kepada saya. Itu berarti dijadikan satu dengan Yesus.
Pengudusan bukanlah sesuatu ditaruhkan Yesus ke dalam diri saya – pengudusan ialah Dia sendiri di dalam saya (lihat 1 Korintus 1:30). (My Utmost for His Highest, 22 Juli)

Rabu, 21 Juli 2010

21 Jul ’10 - Pintu Masuk Ke Kerajaan Allah

SEMUA orang senang dengan berkat. Tapi tidak dengan kerendahan dan kemiskinan dalam roh. Namun renungan hari ini, ”PINTU MASUK KE KERAJAAN ALLAH” justru menegaskan asas pertama Kerajaan Allah adalah kemiskinan, kepapaan. Bukan kepemilikan. Bukan pula keputusan yang kita buat bagi Yesus.
Pengetahuan dan kesadaran akan kemiskinan kita sendiri, itulah pintu masuk dalam berkat kebahagian dari Tuhan.

PINTU MASUK KE KERAJAAN ALLAH
Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah... ” (Matius 5:3).
WASPADALAH terhadap pemikiran bahwa Tuhan kita hanyalah seorang guru. Jika Yesus Kristus hanya seorang guru, maka hal yang dapat dilakukan-Nya hanya akan mengecewakan saya, dengan menetapkan tolok ukur yang tidak dapat saya capai.
Apa gunanya menyuguhkan kepada saya suatu ideal atau cita-cita mulia semacam itu jika saya tidak mungkin mencapainya? Saya akan lebih senang jika tidak pernah mengetahuinya.
Apa gunanya menyuruh saya menjadi orang yang “suci hatinya” (Matius 5: 8), melakukan hal yang lebih daripada kewajiban saya….. (lihat My Utmost 14 Juli), atau mengabdi sepenuhnya kepada Allah?
Saya harus mengenal Yesus Kristus sebagai Juruselamat saya pribadi sebelum ajaran-Nya mempunyai makna bagi saya dan tidak hanya berupa cita-cita luhur mulia yang hanya membawa  pada keputusasaan. Akan tetapi, bila saya dilahirkan kembali oleh Roh Allah, saya tahu bahwa Yesus Kristus tidak datang hanya untuk mengajar - Dia datang untuk menjadikan saya seperti yang diajarkan-Nya.
Penebusan berarti bahwa Yesus Kristus dapat menempatkan dalam diri seseorang sifat (nature) yang sama dengan yang memerintah hidup-Nya sendiri, dan semua tolok ukur yang Allah berikan kepada kita dilandasi oleh sifat tersebut.
Ajaran khotbah di Bukit menghasilkan perasaan putus asa pada diri kita yang sebenarnya sebagai natural man) - tepat seperti apa yang dimaksudkan oleh Yesus. Selama kita mempunyai gagasan kebenaran diri sendiri bahwa kita dapat melaksanakan ajaran Tuhan kita, Allah akan membiarkan kita terus bersikap demikian sampai kita menelanjangi kebodohan kita sendiri melalui pengalaman tersandung melalui berbagai rintangan dalam perjalanan kita. Hanya dengan demikian kita baru bersedia datang kepada-Nya sebagai seorang miskin dan papa,  dan menerima dari Dia. ” Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah ... ”.
Inilah asas atau prinsip pertama dalam Kerajaan Allah. Landasan yang mendasari kerajaan Yesus Kristus ialah kemiskinan, kepapaan, bukan kepemilikan; bukan membuat keputusan bagi Yesus, melainkan sadar akan kegagalan mutlak kita sehingga kita akhirnya hanya dapat datang dan mengatakan,”Tuhan, aku bahkan tidak dapat memulai melakukannya”. Lalu Yesus akan berkata, “Berbahagialah kamu... ” (Matius 5:11).
Inilah pintu pintu masuk menuju kerajaan Allah. Pengetahuan dan kesadaran akan kemiskinan kita sendiri, itulah yang membawa kita ke tempat yang tepat dimana Yesus Kristus dapat mengerjakan karya-Nya dengan penuh dalam diri kita. (My Utmost for His Highest, 21 Juli)

Selasa, 20 Juli 2010

RENUNGAN hari ini, ”Bergantung Pada Hadirat Allah”, menegaskan bahwa mengalami realitas hadirat Allah tidaklah tergantung pada keberadaan kita dalam situasi atau tempat tertentu, melainkan tergantung pada tekad kita untuk memelihara hubungan dengan Tuhan terus-menerus.
Masalah kita timbul bila kita menolak untuk meletakkan trust atau kepercayaan kita dalam realitas hadirat-Nya.


BERGANTUNG PADA HADIRAT ALLAH
Orang-orang yang menanti-nantikan Tuhan ... berjalan dan tidak menjadi lelah” (Yesaya 40:31).
TIDAK ada suatu yang luar biasa bagi kita dalam berjalan, namun berjalan merupakan ujian bagi semua kemantaban dan kualitas ketahanan kita. ”Berjalan dan tidak menjadi lelah” adalah jangkauan tertinggi sebagai suatu ukuran kekuatan.
Kata berjalan digunakan dalam Alkitab untuk mengungkapkan karakter seseorang – ” Yohanes ... melihat Yesus lewat, .... berkata: "Lihatlah Anak domba Allah! ” (Yohanes 1:35-36, kata “lewat” dalam Alkitab KJV adalah berjalan). Tidak ada yang abstrak atau tidak jelas dalam Alkitab; segala sesuatunya gamblang dan nyata. Allah tidak berkata, “Menjadilah manusia rohani,” tetapi Dia bersabda, ” Berjalanlah di hadapanKu ... ” (Kejadian 17:1, NKJV).
Bila keadaan kita tidak sehat, baik secara jasmani maupun emosi, kita selalu mencari sesuatu yang membuat kita gairah, sesuatu yang menggetarkan, dalam kehidupan ini. Hal seperti ini dalam hidup jasmani kita, akan membawa kita ke arah upaya yang memalsukan karya Roh Kudus. Dalam hidup emosional, hal ini akan menggiring kita kepada obsesi dan kehancuran moralitas. Dan dalam hidup rohani, jika kita bersikeras untuk mengejar kegairahan semata, untuk “naik terbang seumpama rajawali” (Yesaya 40:31), akan membawa kita kepada kehancuran spiritualitas.
Mengalami realitas hadirat Allah tidaklah tergantung pada keberadaan kita dalam situasi atau tempat tertentu, melainkan tergantung pada tekad kita untuk memelihara hubungan dengan Tuhan terus-menerus. Masalah kita timbul bila kita menolak untuk meletakkan trust atau kepercayaan kita dalam realitas hadirat-Nya.
Pengalaman yang dibicarakan pemazmur - “Kita tidak akan takut, sekalipun ... ” (Mazmur 46:3), akan menjadi milik kita begitu kita berpijak pada kebenaran realitas hadirat Allah. Kemudian kita akan berseru, “Dia telah berada di sini setiap waktu!”
Pada saat-saat kritis dalam hidup kita, kita perlu meminta bimbingan Allah, tetapi tidaklah perlu untuk terus-menerus berkata, “Oh Tuhan, berilah petunjuk kepadaku dalam hal ini dan hal itu.”
Pasti, Dia akan memberi petunjuk, dan malah sesungguhnya Dia sedang melakukannya!
Jika keputusan kita setiap hari tidak sesuai dengan kehendak-Nya, melalui pengalaman tersebut Dia akan membuat kita tidak sejahtera dalam roh kita. Kemudian kita harus diam dan menantikan petunjuk hadirat-Nya. (My Utmost for His Highest, 20 Juli)

Senin, 19 Juli 2010

19 Jul ‘ 10 - Kepatuhan Orang Percaya

KEPATUHAN atau ketaaan pada Tuhan adalah sesuatu yang berat. Setidaknya itulah pendapat atau perasaan kebanyakan kita. Tapi renungan hari ini menegaskan bahwa kepatuhan atau ketaatan sebagai yang suatu yang menyenangkan, dalam hubungan seperti anak-bapa, bahkan dikatakan ”kita akan mengagumi Dia siang malam”. Selanjutnya dibawah ini:


KEPATUHAN ORANG PERCAYA
Kamu menyebutAku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan” (Yohanes 13.13).
TUHAN tidak pernah memaksakan otoritas atau wewenang-Nya atas kita. Dia tidak pernah berkata, “Kamu harus tunduk kepada-Ku.” Tidak. Dia membiarkan kita sebebas-bebasnya untuk memilih. Malah sedemikian bebasnya sehingga kita dapat meludahi wajah-Nya atau membunuh Dia, seperti yang telah dilakukan orang-orang lain kepada-Nya; namun Dia tidak pernah mengucapkan sepatah kata pun.
Akan tetapi, sekali setelah hidup-Nya dijelmakan di dalam saya melalui penebusan-Nya, maka saya segera menyadari hak-Nya untuk menjalankan otoritas atau kekuasaan-Nya atas diri saya. Itu merupakan penguasaan yang penuh dan berhasil, yang di dalamnya saya mengaku “Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak ...” (Wahyu 4:11).
Adalah ketidaklayakan (unworthiness) dalam diri sayalah yang menolak untuk tunduk kepada Dia yang layak. Bila saya menjumpai seseorang yang lebih suci dari saya, dan saya tidak mengenal kelayakannya, atau tidak mematuhi perintahnya kepada saya, maka itu merupakan tanda ketidaklayakan saya sendiri yang disingkapkan.
Allah mengajar kita dengan menggunakan orang-orang yang sedikit lebih baik dari kita. Dia terus-menerus berbuat demikian sampai kita bersedia untuk tunduk. Kemudian seluruh sikap hidup kita merupakan sikap ketaatan kepada-Nya.
Jika Tuhan memaksakan kepatuhan kita, Dia hanya akan menjadi seorang mandor dan tidak lagi mempunyai otoritas yang sesungguhnya. Dia tidak pernah memaksakan kepatuhan, tetapi jika kita benar-benar melihat Dia maka kita akan segera mematuhi-Nya. Kemudian Dia dengan ”mudah” dan menyenangkan menjadi Tuhan atas hidup kita, dan kita akan mengagumi Dia siang malam.
Tingkat pertumbuhan saya dalam anugerah dinyatakan oleh cara saya memandang ketaatan.
Kita seharusnya mempunyai pandangan yang lebih tinggi pada kata ketaatan. Ketaatan hanya mungkin tumbuh di antara orang-orang yang sepadan dalam hubungan mereka; seperti hubungan antara ayah dan anaknya, bukan antara majikan dan pelayannya.
Yesus menunjukkan hubungan ini dengan mengatakan, “Aku dan Bapa adalah satu” (Yohanes 10:30). “Sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar taat dan apa yang telah diderita-Nya” (Ibrani 5: 8). Anak Allah taat sebagai Penebus kita, karena Dia adalah Anak, bukan supaya Dia menjadi Anak  Allah. (My Utmost for His Highest, 19 Juli)

Minggu, 18 Juli 2010

18 Jul ’10 - Rahasia Percaya (dan Ketaatan)

RENUNGAN berjudul “Rahasia Percaya (dan Ketaatan)” hari ini tentang ketaatan pada Allah. Allah tidak pernah memaksa untuk taat, seperti halnya dengan Saulus. Ketaatan yang benar bersumber dari hubungan dan pengakuan akan Allah yang suci yang memberi perintah. Dan jika kita melakukan tidak-mau-taat ini, maka kitalah yang menarik diri dari recreating power atau kuasa penciptaan kembali penebusan-Nya dalam hidup kita.
RAHASIA PERCAYA (DAN KETAATAN)
Jawab Saulus: ‘Siapa Engkau, Tuhan? ” (Kisah Para Rasul 9:5).
MELALUI rnukjizat penebusan, Saulus dan Tarsus mendadak berubah dan seorang Farisi yang berpendirian-kuat dan keras menjadi seorang hamba Tuhan Yesus yang rendah hati dan penuh pengabdian.
Tidak ada sesuatu pun yang ajaib atau misteri mengenai hal-hal yang dapat kita jelaskan. Kita mengendalikan hal yang sanggup kita jelaskan, karena itu wajarlah untuk mencari penjelasan tentang segala sesuatu.
Bukanlah sesuatu hal yang biasa atau wajar untuk taat, namun tidaklah harus secara moral salah untuk tidak taat. Takkan ada ketidaktaatan yang sesungguhnya, dan juga tidak ada kebajikan moral di dalam ketaatan, kecuali seseorang mengakui penguasa lebih tinggi yang memberikan perintah.
Jika pengakuan (pada penguasa yang lebih tinggi) ini tidak ada, bahkan orang yang memberikan perintah dapat memandang ketidaktaatan orang lain sebagai hak atau kebebasan orang tersebut.Jika seseorang memberi perintah pada orang lain dengan berkata, “Anda harus berbuat ini,” dan “Anda akan berbuat itu,” dia mematahkan semangat dan keadaan tersebut menjadikannya tidak layak bagi Allah. Seseorang hanya akan menjadi budak yang harus patuh atau taat, kecuali di balik ketaatannya ada pengakuan akan Allah yang suci.
Banyak orang mulai datang kepada Allah setelah mereka berhenti sekedar beragama, karena hanya ada satu penguasa hati manusia yaitu Yesus Kristus, bukan agama. Akan tetapi, “Celakalah aku” jika setelah melihat Dia masih tidak mau taat. (Yesaya 6:5, juga lihat ayat 1).
Yesus takkan pernah memaksa agar saya taat, tetapi jika saya tidak taat, maka saya telah menandatangani surat kematian Anak Allah dalam jiwa saya. Bila saya berhadapan langsung dengan Yesus dan berkata, “Aku tidak mau taat,” Dia tidak akan pernah memaksa.
Akan tetapi, bila saya melakukan hal ini (hal tidak-mau-taat), saya menempuh jalan mundur dari recreating power atau kuasa penciptaan kembali penebusan-Nya. Namun, betapa buruk dan gagalnya pun saya, tidak ada bedanya bagi kasih karunia Allah, asalkan saya mau datang kepada terang. Akan tetapi, “Celakalah aku” jika menolak terang itu. (lihat Yohanes 3:19-21). (My Utmost for His Highest, 18 Juli)

Sabtu, 17 Juli 2010

17 Jul ’10 - Kepercayaan Kepada Yesus Adalah Mukjizat

SERING orang bicara tentang kehebatan seorang penghotbah. Tapi renungan hari ini menegaskan, bahwa kepercayaan kepada Yesus adalah mukjizat yang timbul dari karya Penebusan Yesus, dari kuasa Allah. Bukan karena kepribadian sang pengkhotbah. Bahkan dalam penghujung renungan ini dikatakan, jika hanya karena pemberitaan seseorang orang lain berhasrat menjadi lebih baik, maka mereka takkan pernah datang dekat kepada Yesus.
KEPERCAYAAN KEPADA YESUS ADALAH MUKJIZAT
Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan .... ” (1 Korintus 2:4).
Paulus adalah seorang cendekiawan dan orator terkemuka. Disini (dalam ayat di atas) apa yang ia mau katakan ialah bahwa bila ia memberitakan Injil dengan berusaha mempengaruhi para pendengarnya dengan kefasihan bicaranya, dia akan menyelubungi kuasa Allah.
Kepercayaan kepada Yesus adalah mukjizat yang timbul dari karya Penebusan, bukan dari pidato atau khotbah yang mengesankan atau bujuk rayu dan ajakan, melainkan semata-mata dari kuasa Allah yang tidak membutuhkan bantuan apapun. Kuasa penebusan yang kreatif datang melalui pemberitaan Injil, bukan karena kepribadian sang pengkhotbah atau pemberitanya.
Puasa yang benar dan sesungguhnya dari seorang pemberita Injil bukanlah puasa dari makanan, melainkan puasa dari kefasihan berbicara, dan gaya bicara yang mengesankan, dan dari segala sesuatu lainnya yang dapat merintangi Injil Allah yang sedang disampaikan. Pemberita Injil ada disana sebagai wakil Allah - “... seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami(2 Korintus 5:20). Dia berdiri untuk menyajikan Injil Allah.
Jika hanya karena pemberitaan atau khotbah saya orang-orang berhasrat untuk menjadi lebih baik, maka mereka takkan pernah datang dekat kepada Yesus Kristus. Karena, apa pun yang membuat saya tersanjung dalam pemberitaan Injil yang saya lakukan, akan menjadikan saya seorang pengkhianat kepada Yesus, dan akan merintangi kuasa penebusan-Nya. Karena, seperti kata Yesus, “Dan Aku, apabila Aku ditinggikan... akan menarik semua orang datang kepada-Ku” (Yohanes 12:32). (My Utmost for His Highest, 17 Juli)

Jumat, 16 Juli 2010

Pemahaman Dan Kesadarana Akan Pengendalian Ilahi

MENGAPA lebih mudah mencari pertolongan pada orang lain berdoa untuk kita (walau itu tidak salah) dari pada kita sendiri langsung kepada Allah? Renungan hari ini menegaskan, karena kita belum memahami dan menyadari dengan sungguh akan pengendalian illahi Allah atas segala sesuatu dalam hidup kita – suatu pemahaman, kesadaran dan menjadi perilaku yang hanya mungkin oleh pekerjaan Roh-Nya dalam kita.

PEMAHAMAN DAN KESADARAN AKAN PENGENDALIAN ILAHI
…. apalagi Bapamu yang di surga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya (Matius 7:1).
Dalam nas ini Yesus menetapkan aturan mengenai perilaku bagi orang-orang yang memiliki Roh-Nya. Dia mendesak kita agar pikiran kita dipenuhi dengan pemahaman akan pengendalian Allah atas segala sesuatu, yang berarti bahwa seorang murid harus memelihara sikap percaya (trust) yang sempurna dan suatu semangat untuk meminta dan mencari.
Penuhilah hati pikiran Anda dengan pemikiran bahwa Allah sungguh menggendalikan segala sesuatu. Dan jika Anda benar-benar dipenuhi dengan pikiran tersebut, maka pada saat mengalami kesulitan, dengan mudah Anda akan ingat, “Bapaku yang di surga mengetahui semua tentang hal ini!” Hal ini bukan sesuatu yang dipaksa-paksakan dalam diri kita, melainkan akan menjadi suatu hal yang spontan atau natural bagi Anda bila datang kesukaran dan ketidakpastian.
Sebelum pemahaman dan kesadaran tentang pengendalian ilahi ini terbentuk dan menguasai pikiran Anda, Anda biasanya pergi mencari pertolongan pada orang lain, tetapi kini Anda pergi kepada Allah bila datang kesukaran.
Yesus menetapkan aturan mengenai perilaku bagi orang-orang yang memiliki Roh-Nya, dan hal itu bekerja atas prinsip berikut ini: Allah itu Bapa saya, Dia mengasihi saya dan saya takkan berpikir bahwa Dia akan lupa, jadi mengapa saya harus khawatir?
Yesus berkata, ada waktu dimana Allah tidak dapat mengangkat kegelapan dari Anda, tetapi Anda harus percaya kepadaNya. Terkadang Allah akan tampak seperti seorang sahabat yang tidak ramah, tetapi sebenarnya Dia tidak demikian; terkadang seperti seorang bapa yang tidak sebagaimana harusnya seorang bapa, atau seperti seorang hakim yang tidak adil, tetapi sebenarnya Dia tidak demikian.
Peliharalah pemikiran bahwa hati pikiran Allah ada di balik semua hal yang kita hadapi dan biarlah pikiran itu tetap kuat dan tumbuh dalam diri Anda. Bahkan hal terkecil sekalipun dalam kehidupan kita takkan terjadi diluar kehendak Allah.
Oleh sebab itu, Anda dapat tetap dengan hati yang tenang, dengan penuh keyakinan kepada-Nya. Doa bukanlah hanya meminta, melainkan sikap pikiran yang menghasilkan suasana dimana meminta pada Tuhan sebagai sesuatu yang sangat natural, yang mengalir begitu saja. “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu ...” (Matius 7:7). (My Utmost for His Highest, 16 Juli)

Kamis, 15 Juli 2010

15 Jul ’10 - Kehormatan Dan Kewajiban Rohani

APAKAH saya merasa berutang kepada Kristus mengenai setiap jiwa yang belum diselamatkan, barangkali pertanyaan yang jarang kita pertanyakan pada diri kita. Sebagai seorang percaya, kata renungan hari ini, kehormatan dan kewajiban rohani hidup saya ialah memenuhi utang saya kepada Kristus sehubungan dengan jiwa-jiwa terhilang ini. Karena setiap aspek hidup saya yang berharga merupakan utang saya kepada penebusan Yesus Kristus.

KEHORMATAN DAN KEWAJIBAN ROHANI
 Aku berutang baik kepada orang Yunani, maupun kepada bangsa-bangsa lain” (Roma 1:14).
PAULUS dalam ayat diatas menyatakan bagaimana ia diliputi oleh rasa berhutang kepada Yesus Kristus dan dia menghabiskan masa hidupnya untuk menyatakan hal itu. Inspirasi terbesar dalam hidup Paulus adalah pandangannya tentang Yesus Kristus sebagai yang memberikan segalanya baginya.
Apakah saya merasakan keberutangan yang sama kepada Kristus mengenai setiap jiwa yang belum diselamatkan?
Sebagai seorang percaya, kehormatan dan kewajiban rohani hidup saya ialah memenuhi utang saya kepada Kristus sehubungan dengan jiwa-jiwa terhilang ini. Setiap aspek hidup saya yang berharga merupakan utang saya kepada penebusan Yesus Kristus.
Apakah saya telah memberikan diri saya sedemikian rupa sehingga Dia boleh menyatakan penebusan-Nya dalam hidup orang lain melalui saya? Saya hanya akan sanggup berbuat ini apabila Roh Allah mengerjakan dalam rasa kesadaran akan keberutangan ini.
Saya bukan pribadi yang super di antara orang-orang - saya hanyalah seorang hamba Yesus Kristus. Paulus berkata, ”..... kamu bukan milik kamu sendiri... kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar ... ” (1 Korintus 6:19-20). Paulus menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Yesus Kristus dan dia berkata, “Aku berutang kepada setiap orang di muka bumi karena Injil Yesus; aku merdeka agar aku boleh menjadi seorang hamba mutlak dari Dia.”
Itulah karakteristik kehidupan seorang Kristen sekali tingkat kehormatan dan kewajiban rohani ini menjadi nyata baginya. Berhentilah berdoa untuk diri Anda sendiri danjalanilah hidup Anda demi orang lain sebagai hamba Yesus. Itulah makna sebenarnya dan keberadaan sebagai roti yang dipecahkan dan anggur yang dicurahkan dalam kehidupan nyata. (My Utmost for His Highest, 15 Juli)
* * * * *
Catatan: kata “hamba” dalam renungan ini diterjemahkan dari kata “bondservant”, yang berarti A person obligated to service without wages - Seseorang yang diharuskan melayani tanpa upah.

Rabu, 14 Juli 2010

14 Jul ’10 - Menderita Sengsara dan Menjalani Mil Kedua


”JANGANLAH melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, ..yang menampar pipi kananmu, yang memaksa berjalan satu mil”, adalah bagian Khotbah Dibukit yang sukar dimengerti. Ini menyangkut hak dan keadilan. Tapi salah satu maksud nas, ditegaskan dalam Renungan ini, bahwa disinilah peluang bagi seorang percaya untuk menyatakan kebaikan Yesus yang luar biasa. Juga dikatakan, jangan pernah mencari keadilan, tetapi jangan pernah berhenti untuk memberikan keadilan itu.
MENDERITA SENGSARA DAN MENJALANI MIL KEDUA
Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu” (Matius 5:39).
AYAT INI menyatakan penghinaan yang diterima seseorang karena menjadi seorang Kristen. Dalam lazimnya, jika seseorang tidak membalas tamparan, itu disebabkan dia seorang pengecut. Akan tetapi, dalam alam rohani, jika dia tidak balas memukul maka itu merupakan bukti dari keberadaan Anak Allah dalam dirinya.
Bila Anda dihina, Anda bukan saja tidak boleh merasa jengkel, melainkan Anda harus menjadikan itu sebagai peluang untuk menunjukkan/menyatakan Anak Allah di dalam hidup Anda. Dan Anda tidak dapat meniru sifat (nature) Yesus – tapi hal itu ada di dalam diri Anda, atau tidak. Hinaan pribadi menjadi peluang bagi seorang percaya untuk menyatakan kebaikan Tuhan Yesus yang luar biasa – the incredible sweetness of the Lord Jesus.
Ajaran Khotbah di Bukit bukanlah, “Lakukanlah kewajibanmu,” melainkan, “Lakukanlah hal yang bukan kewajibanmu.” Bukan menjadi kewajiban Anda untuk berjalan sejauh dua mil atau memberikan lagi pipi lainnya untuk ditampar, tetapi Yesus berkata jika kita menjadi murid-Nya, maka kita diminta selalu melakukan hal ini.  Kita takkan berkata, “Ah, aku tidak dapat melakukannya lagi, dan aku telah disalahmengerti dan disalahpahami.”
Setiap kali saya berkeras akan hak-hak saya, saya menyakiti Anak Allah, padahal sebenarnya saya dapat mencegah agar Yesus tidak disakiti jika saya mau menerima tamparan itu. Itulah makna sesungguhnya dari “menggenapkan dalam tubuhku apa yang kurang pada penderitaan Kristus” (Kolose 1:24). Seorang murid menyadari bahwa kehormatan Tuhanlah yang dipertaruhkan dalam hidupnya, bukan kehormatannya sendiri.
Jangan pernah mencari kebenaran (righteousness) dalam diri orang lain, tetapi Anda sendiri jangan pernah berhenti menjadi benar. Kita selalu mencari keadilan, namun intisari ajaran Khotbah di Bukit ialah - Jangan pernah mencari keadilan, tetapi jangan pernah berhenti untuk memberikan keadilan itu. (My Utmost for His Highest, 14 Juli)

Senin, 12 Juli 2010

13 Jul ’10 - Harga dari Visi atau Penglihatan


DALAM kehidupan ikut Tuhan, sering, seseorang menunjukan pandangannya sesungguhnya bukan kepada Tuhan, tapi kepada seseorang yang ia kagumi secara rohani, ”pahlawan rohani” baginya. Apakah kita termasuk disana? Atau sudahkah kita sampai pada pengakuan “Di seluruh dunia tiada lain kecuali Engkau, ya Allah; tiada seorang pun kecuali Engkau.”

HARGA DARI VISI ATAU PENGLIHATAN
Dalam tahun matinya raja Uzia aku melihat Tuhan ... ” (Yesava 6:1).
SEJARAH jiwa kita dengan Allah sering tidak lepas dari sejarah kematian para pahlawan kita. Berulang kali Allah harus ”menyingkirkan” para sahabat kita untuk menggantikan tempat mereka dengan diri-Nya, dan membuat kita redup, merasa gagal dan tawar hati.
Marilah kita lihat dalam pengalaman pribadi kita: bila orang yang saya kagumi, saya hormati dan dalam dirinya sepertinya saya melihat Tuhan, dan lalu orang itu meninggal, apakah saya mandeg? Apakah saya menjadi kecut? Ataukah saya seperti Yesaya dalam ayat diatas aku melihat Tuhan?
Visi atau penglihatan saya tentang Tuhan tergantung pada keadaan karakter saya. Karakter saya menentukan dapat atau tidaknya kebenaran disingkapkan kepada saya. Sebelum saya dapat berkata, “Aku melihat Tuhan”, haruslah ada sesuatu yang bersesuaian dengan Allah dalam karakter saya – there must be something corresponding to God in my character.
Sebelum saya dilahirkan kembali dan sungguh-sungguh dapat mulai melihat Kerajaan Allah, saya hanya melihat dalam batas perpektif saya yang bias. Apa yang saya perlukan ialah proses pembedahan Allah – dimana Dia akan memakai situasi diluar diri daya untuk mewujudkan pemurnian batiniah dalam diri saya.
Prioritas Anda haruslah menjadikan Allah yang pertama, yang kedua, dan ketiga, sampai hidup Anda terus-menerus berhadapan dengan Allah dan tidak seorang pun yang lain dipertimbangkan untuk mengantikan tempat Allah dengan alasan apapun. Doa Anda akan menjadi, “Di seluruh dunia tiada lain kecuali Engkau, ya Allah; tiada seorang pun kecuali Engkau.”
Teruslah membayar harganya visi tersebut. Biarlah Allah menyaksikan bahwa Anda bersedia hidup sesuai dengan visi atau penglihatan itu. (My Utmost for His Highest, 13 Juli)

12 Jul ’10 – Gereja Yang Mencari Kepentingan Sendiri


RENUNGAN hari ini masih dalam rangkaian renungan kemarin,  menyadari dan mengalami Allah, tapi bukan hanya dalam hidup perorangan, melainkan juga dalam hidup bersama: gereja. Kembali ditegaskan, bahwa sasaran kita mencari Allah, adalah Allah sendiri, bukan sukacita atau sejahtera. Juga bukan berkat, melainkan Dia sendiri. Apakah kita mengukur hidup saya dengan tolok ukur ini atau kurang dari itu, tutup renungan ini.




GEREJA YANG MENCARI KEPENTINGAN SENDIRI

 Sampai kita semua telah mencapai …….. tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.” (Efesus 4:13).
PENDAMAIAN berarti pemulihan hubungan antara seluruh umat manusia dengan Allah, mengembalikannya pada apa yang telah dirancang Allah. Inilah yang dilakukan Yesus Kristus dalam penebusan. Gereja (akan) berhenti menjadi rohani (spiritual) bila ia hanya “self-seeking” - hanya  mementingkan diri sendiri, dan hanya berminat dalam perkembangan organisasinya sendiri.
Pendamaian umat manusia menurut rencana-Nya berarti menyadari dan mengalami Dia, bukan hanya dalam hidup kita secara perorangan, melainkan juga dalam hidup bersama kita. Yesus Kristus mengutus para rasul dan guru untuk maksud ini - agar persatuan Pribadi Kristus dan gereja-Nya, yang terdiri atas banyak anggota, dapat diwujudkan dan dinyatakan.
Kita tidak berada di sini untuk mengembangkan kehidupan rohani kita sendiri atau menikmati retreat rohani yang teduh. Kita berada di sini untuk mengalami pewujudnyataan Yesus Kristus sepenuhnya, untuk maksud pembangunan Tubuh Kristus.
Apakah saya sedang membangun Tubuh Kristus ataukah saya hanya peduli tentang pengembangan pribadi saya sendiri? Hal yang penting ialah hubungan pribadi saya dengan Yesus Kristus - “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia .. (Filipi 3:10). Untuk menggenapi rancangan yang sempurna dari Allah bagi saya dibutuhkan penyerahan diri sepenuhnya – penyerahan hasyrat atau self interest saya sepenuhnya kepada-Nya.
Apabila saya hanya menginginkan sesuatu bagi diri saya sendiri, maka hubungan itu terganggu. Dan saya akan merasa sangat menyesal dan malu pada diri sendiri, begitu saya sampai pada pengakuan dan pemahaman bahwa saya belum sesungguhnya peduli mengenai menyadari dan mengalami Yesus Kristus sendiri, melainkan hanya peduli akan pengetahuan tentang karya-Nya bagi saya.
Sasaranku ialah Allah sendiri, bukan sukacita atau sejahtera. Juga bukan berkat, melainkan Dia sendiri, Allahku.
Apakah saya mengukur hidup saya dengan tolok ukur ini atau kurang dari itu? (My Utmost for His Highest, 12 Juli)

Minggu, 11 Juli 2010

11 Jul ’10 – Orang Percaya Yang Spiritual atau Rohani

DUNIA sekuler tidak senang dengan hal yang berbau rohani, biasa. Tapi tunggu dulu. Tidak sedikit orang kristen yang bernada sama, atau memberi cap ”sok rohani” pada orang yang berbicara agama/rohani lepas dari pintu gereja? Judul Renungan hari ini, ”Orang Percaya Yang Spiritual atau Rohani”, menantang kita, bagaimana sepatutnya menjadi orang percaya yang sesungguhnya. Selanjutnya dibawah ini:



ORANG PERCAYA YANG SPIRITUAL ATAU ROHANI
Yang kukehendaki ialah mengenal Dia ... ” (Filipi 3:10)
Seorang percaya tidaklah mengambil prakarsa ke arah pewujudnyataan diri sendiri  (self-realization), melainkan ke arah pengenalan Yesus Kristus. Seorang percaya yang spiritual tidak pernah menganggap bahwa situasi yang dialaminya hanya terjadi secara kebetulan, juga dia tidak pernah berpikir bahwa hidupnya terbagi dua, yaitu yang duniawi/sekuler dan yang sakral/suci. Dia memandang setiap situasi sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan dan pengenalan akan Yesus Kristus, dan mempunyai sikap penyerahan total kepada-Nya.
Roh Kudus bertekad agar Yesus Kristus menjadi nyata dalam setiap segi kehidupan kita, dan Dia akan mengantar kita kembali ke titik ini kembali dan kembali sampai kita mencapainya. Setiap upaya pewujudnyataan diri hanya mengantar kepada pengagungan perbuatan baik kita, padahal seorang percaya harus memuliakan Yesus Kristus melalui perbuatannya.
Apa pun yang mungkin kita lakukan – bahkan makan, minum, atau pekerjaan “mencuci kaki murid” - kita harus mengambil prakarsa untuk menghayati dan mengenal Yesus Kristus di dalamnya. Setiap fase kehidupan kita harus bercermin dari kehidupan Yesus. Tuhan kita menyadari hubungan-Nya dengan Bapa bahkan dalam tugas yang paling kasar dan rendah. ” Yesus tahu ... bahwa Ia datang dari Allah dan akan kembali kepada Allah ... mengambil sehelai kain lenan ... dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya. (Yohanes 13:3-5).
Tujuan dari orang percaya yang percaya yang spiritual ialah agar “mengenal Dia ..... ”.
Apakah saya mengenal Dia di tempat saya ada hari ini? Jika tidak, maka saya sedang mengecewakan Dia. Saya tidak berada di tempat sana disini untuk pewujudnyataan diri sendiri, melainkan untuk mengenal Yesus Kristus.
Dalam pekerjaan Kristen, prakarsa dan motivasi kita sering kali hanya merupakan akibat dari kesadaran bahwa ada pekerjaan yang harus dilakukan dan bahwa kita harus melakukannya. Namun sikap semacam itu bukan merupakan sikap seorang percaya yang spiritual. Tujuannya adalah pewujudnyataan Yesus Kristus dalam setiap keadaan atau situasi yang dialaminya. (My Utmost for His Highest, 11 Juli)

Sabtu, 10 Juli 2010

10 Jul ’10 – Orang Percaya Yang Malas Rohani

RENUNGAN hari ini, mengingatkan bahaya menjadi orang percaya yang malas rohani. Yang  menghindari jalan-jalan kehidupan yang sulit atau kasar, dan tujuan utama ialah mencapai tempat yang tenang dan damai, lepas atau mundur dari kesulitan dunia ini. Juga diingatkan, tidak mengambil langkah yang salah: berdoa dan membaca Alkitab dengan maksud menenangkan batin, yang sama dengan memperalat Allah demi memperoleh damai dan sukacita. Selanjutnya dibawah ini.
ORANG PERCAYA YANG MALAS ROHANI
Marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam perbuatan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita (Ibrani 10:24-25).
KITA semua dapat menjadi orang percaya yang terbiasa malas rohani. Kita ingin menghindari jalan-jalan kehidupan yang sulit atau kasar, dan tujuan utama kita ialah mencapai tempat yang tenang dan damai, lepas atau mundur dari kesulitan dunia ini.
Gagasan yang terdapat dalam Ibrani 10 diatas ialah saling memperhatikan dan saling menjaga. Kedua hal ini membutuhkan prakarsa (inisiatif): kesediaan untuk mengayunkan langkah pertama ke arah pewujud-nyataan Kristus (Christ realization), bukannya prakarsa ke arah pewujud-nyataan diri sendiri (self realization). Menghayati kehidupan yang menjauh, menarik diri dan menyendiri bertentangan dengan kerohanian yang diajarkan oleh Yesus Kristus.
Ujian yang benar terhadap spiritualitas kita terjadi ketika kita menghadapi ketidakadilan, penurunan kesehatan, rasa tidak-berterima-kasih orang lain dan kekacauan (chaos). Semua hal ini cenderung menjadikan kita enggan, malas secara rohani.
Sementara mengadapi ujian, kita ingin berdoa dan membaca Alkitab dengan maksud untuk menemukan tempat untuk menenangkan batin. Kita memperalat Allah hanya demi memperoleh damai dan sukacita. Kita hanya mencari kesenangan kita dari Yesus Kristus, bukan suatu pewujud-nyataan sesungguhnya dari Kristus dalam hidup kita. Inilah langkah yang keliru. Yang kita cari hanyalah hasil semata-mata - damai, sukacita, namun tidak kita mencari yang menjadi sumbernya, Yesus sendiri.
Aku menganggap sebagai kewajibanku, ” ujar Petrus, “...untuk tetap mengingatkan kamu …. (2 Petrus 1:13). Hal yang paling mengganggu ialah ditegur langsung oleh seseorang yang sedang dipakai Allah untuk mengingatkan kita - seseorang yang penuh dengan aktifitas rohani. (Bekerja giat atau aktif dan aktifitas rohani tidaklah sama. Bekerja giat sesungguhnya dapat merupakan penyaruan aktifitas rohani). Bahaya sesungguhnya kemalasan rohani ialah bahwa kita tidak mau digugah atau diingatkan - yang kita inginkan hanyalah mendengar tentang ”pensiun rohani” dari dunia ini. Namun Yesus Kristus tidak pernah mendukung gagasan ”pensiun” ini - Dia bersabda, “Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku. (Matius 28:10). (My Utmost for His Highest, 10 Juli)

Jumat, 09 Juli 2010

9 Jul ’10 - Maukah Anda Memeriksa Diri?



MAUKAH ANDA MEMERIKSA DIRI?
Yosua berkata kepada bangsa itu: “Tidaklah kamu sanggup beribadah kepada Tuhan ... ” (Yosua 24:19).
Apakah Anda mempunyai kebersandaran, betapa kecilpun itu, pada sesuatu atau seseorang selain Allah? Adakah sisa kebersandaran pada kemampuan atau kelebihan lahiriah dalam diri Anda, atau pada serangkaian situasi tertentu? Apakah Anda mengandalkan diri Anda sendiri dalam cara apa pun yang berkaitan dengan tawaran atau rencana yang telah diletakkan Allah di hadapan Anda? Maukah Anda memeriksa diri dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menyelidik tersebut?
Memang benar untuk mengatakan, “Aku tidak dapat menghayati hidup suci,” tetapi Anda dapat memutuskan untuk mempersilakan Yesus menjadikan Anda suci. “Tidaklah kamu sanggup beribadah kepada Tuhan ….” - tetapi Anda dapat memberikan diri pada-Nya sedemikian rupa sehingga  kuasa Yang Mahakuasa mengalir melalui Anda. Adakah hubungan Anda dengan Allah cukup akrab sehingga Anda dapat mengharapkan Dia mewujudkan kehidupan-Nya yang ajaib di dalam Anda?
 Tetapi bangsa itu berkata kepada Yosua: “Tidak, hanya kepada Tuhan saja kami akan beribadah” (Yosua 24:21). Ini bukanlah tindakan yang mengikuti dorongan hati, melainkan suatu komitmen atau penyerahan yang sepenuh hati. Kita cenderung untuk berkata, “Tetapi Allah tidak pernah dapat memanggil aku untuk hal ini. Aku sungguh tidak layak. Ini tidak mungkin ditujukan untuk diriku.” Ini  memang ditujukan kepada Anda, dan semakin lemah dan tidak berdayanya keadaan Anda, semakin baik. Orang yang masih bersandar dan mempercayai apa pun dalam dirinya merupakan orang terakhir yang dapat dekat untuk berkata “Aku mau melayani Tuhan.”
Kita berkata, ”Ah, kalau saja aku benar-benar dapat percaya!” Pertanyaannya adalah “Maukah aku percaya?’ Tidaklah mengherankan bila Yesus Kristus menekankan dosa ketidakpercayaan. “Karena mereka tidak percaya, tidak banyak mukjizat diadakan-Nya di situ! ” (Matius 13:58).

Kamis, 08 Juli 2010

8 Jul ‘10 - Kehendak Untuk Menjadi Setia

KEHENDAK kita mengambil tempat penting dalam kesetiaan ikut Tuhan. Dalam Renungan hari ini dikatakan, ”bila Allah memberi saya suatu penglihatan tentang kebenaran, tidak ada yang perlu diragukan mengenai hal yang akan Allah lakukan; tetapi yang perlu dipertanyakan ialah apa yang akan saya lakukan”. Selanjutnya dibawah ini:



KEHENDAK UNTUK MENJADI SETIA
...pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah... ” (Yosua 24:15).
Kehendak seseorang diwujudkan dalam tindakan orang tersebut. Saya tidak dapat menghentikan kehendak saya - saya harus melatihnya, mewujudkannya dalam tindakan. Saya harus berhendak untuk taat dan harus berhehendak menerima Roh Allah.
Bila Allah memberi saya suatu penglihatan tentang kebenaran, tidak ada yang perlu diragukan mengenai hal yang akan Dia lakukan; tetapi yang perlu dipertanyakan ialah apa yang akan saya lakukan.
Tuhan telah menempatkan di hadapan kita tawaran dan rencana-rencana besar. Hal terbaik untuk dilakukan ialah mengingat apa perbuatan Anda sebelumnya, ketika Anda dijamah Allah. Ingatlah kembali saat Anda diselamatkan, atau pertama kali mengenal dan mengakui Yesus, atau menyadari suatu kebenaran. Dengan mengingat hal-hal itu lebih mudah bagi Anda menyatakan kesetiaan Anda kepada Allah. Lalu ingatlah setiap kali Roh Allah membawa tawaran baru di hadapan Anda.
... pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah ... ” Pilihan Anda haruslah dari suatu ketetapan hati yang  bulat – hal itu bukan sesuatu yang terjadi dengan sendirinya dimana Anda akan ada di dalamnya. Seperti halnya dalam semua hal lain dalam hidup Anda akan terhenti sementara sampai Anda mengambil keputusan.
Tawaran tersebut adalah antara Anda dan Allah. Jadi jangan ”minta pertimbangan kepada manusia” tentang hal itu (Galatia 1:16). Dengan setiap tawaran baru, orang-orang di sekitar kita tampaknya menjadi semakin terasing, dan di situlah ketegangan berkembang. Allah membolehkan pendapat sahabat seiman lain masuk dalam pertimbangan Anda, namun Anda akan menjadi semakin tidak pasti bahwa orang lain memahami benar akan langkah yang Anda ambil. Soalnya Anda tidak perlu mencoba berusaha mengetahui ke mana Allah sedang menuntun Anda, karena satu-satunya hal yang akan dijelaskan Allah kepada Anda ialah diri-Nya sendiri.
Akukan dan nyatakanlah secara terbuka kepada-Nya, “Aku mau setia.” Akan tetapi, ingatlah bahwa begitu Anda memilih untuk setia kepada Yesus Kristus, Andalah saksi terhadap diri Anda ”Kamulah saksi terhadap kamu sendiri ... ” (Yosua 24:22). Jangan minta nasehat atau pendapat dari orang Kristen lain, tetapi cukup nyatakan di hadapan-Nya, “Aku mau melayani Engkau.” Nyatakan kesediaan Anda untuk setia - dan berikanlah pujian kepada orang lain yang juga bersikap setia. (My Utmost for His Highest, 8 Juli)