Minggu, 28 Februari 2010

Percayakah Kamu Sekarang?


SUNGGUH renungan hari ini merupakan peringatan bagi pekerja Kristen, yg telah meninggalkan Yesus .... namun berusaha melayani-Nya sebagai kewajiban atau karena merasa perlu menurut penilaian sendiri. Yang terjadi, bukan mencari pimpinan-Nya, tapi mengambil keputusan sendiri berdasarkan akal sehat, lalu meminta Tuhan memberkatinya - keputusan yg justru terlepas dari realita (Tuhan). Selanjutnya dibawah ini:

Percayakah kamu sekarang?
Karena itu kami percaya...” Jawab Yesus kepada mereka: ”Percayakah kamu sekarang?” (Yohanes 16.30-31).
Sekarang kami percaya...” Tetapi Yesus bertanya, “Percayakah kamu sekarang? Lihat, saatnya datang ..... ketika kamu meninggalkan Aku seorang diri” (Yohanes l6:31-32).
Banyak pekerja Kristen telah meninggalkan Yesus seorang diri namun berusaha melayani-Nya karena merasa sebagai kewajiban atau karena merasa perlu sebagai akibat dari penilaian mereka sendiri.
Alasan terjadinya hal ini sebenarnya adalah karena tidak adanya hidup kebangkitan dari Yesus. Jiwa kita telah lepas dari keakraban hubungan dengan Allah karena mengandalkan pengertian keagamaan kita sendiri (lihat Amsal 3:5-6).
Ini bukan dosa kesengajaan dan tidak ada hukuman yang berkaitan dengannya. Akan tetapi, pada saat seseorang menyadari betapa dia telah merintangi pengertiannya tentang Yesus Kristus, dan menyebabkan kebingungan, dukacita dan kesulitan bagi dirinya, maka dia harus segera kembali (kepada-Nya) dengan malu dan penyesalan.
Kita perlu bersandar pada hidup kebangkitan Yesus pada taraf yang lebih mendalam ketimbang yang kita lakukan sekarang ini. Kita harus terus-menerus terbiasa mencari pimpinan-Nya dalam setiap hal, bukannya mengambil keputusan kita sendiri berdasarkan akal sehat kita, lalu meminta Dia memberkati keputusan itu. Dia tidak dapat memberkati keputusan itu; itu bukan cara-Nya untuk berbuat demikian, dan keputusan tersebut terlepas dari realita atau kenyataan.
Jika kita berbuat sesuatu semata-mata karena merasa wajib, maka kita mencoba hidup menurut tolok ukur lain selain yang bersumber dari Yesus Kristus. Kita menjadi orang yang sombong dan arogan, menyangka bahwa kita tahu tindakan yang harus dilakukan dalam setiap situasi. Kita telah mendudukkan kewajiban di atas takhta kehidupan kita, bukannya mengutamakan hidup kebangkitan Yesus.
Kita tidak diperintah untuk “hidup di dalam terang” dari nurani kita atau di dalam terang dari kewajiban kita, melainkan “hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang...” (1 Yohanes 1:7).
Bila kita berbuat sesuatu berdasarkan kewajiban, maka mudah untuk memberikan argumen atau alasan dari tindakan kita kepada orang lain. Akan tetapi, bila kita berbuat sesuatu dalam ketaatan kepada Tuhan, maka takkan ada penjelasan atau argumen lain – kecuali ketaatan. Itulah sebabnya seorang kudus dapat mudah diejek dan disalah-mengerti. (My Utmost for His Highest, 28 Februari 2010)

Tidak ada komentar: