Senin, 01 Maret 2010

Pertanyaan Yang Menusuk Hati

MEMANG, sifat kita dengan mudah dan berani angkat bicara dan menyatakan apa yang kita rasakan, termasuk dalam soal mengasihi Tuhan. Namun kasih sejati di dalam diri kita hanya dapat digugah melalui pengalaman pedihnya pertanyaan Yesus, seperti kepada Petrus, ”Apakah engkau mengasihi Aku?” Melalui pengalaman demikian Allah menyingkapkan kebenaran-Nya kepada kita. Selanjutnya dibawah ini:


Pertanyaan Yang Menusuk Hati


Apakah engkau mengasihi Aku?” (Yohanes 21:17).

Tanggapan Petrus terhadap pertanyaan yang menghujam kekedalaman hatinya ini berbeda dengan tantangan penuh keberanian yang ditunjukkan Petrus beberapa hari sebelumnya ketika dia menyatakan, “Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku tidak akan menyangkal Engkau” (Matius 26:3 5; juga lihat ayat 33-34).

Memang, sifat individual atau diri kita dengan berani angkat bicara dan menyatakan apa yang kita rasakan. Namun kasih sejati di dalam diri rohaniah kita hanya dapat digugah melalui pengalaman pedihnya pertanyaan Yesus Kristus ini. Petrus mengasihi Yesus dengan cara lahiriah sebagaimana seseorang mengasihi orang yang baik. Namun itu hanyalah kasih emosional belaka. Hal itu mungkin menyentuh kedalaman diri lahiriah kita, namun tidak pernah menggugah roh seseorang.

Kasih sejati tidak pernah menyatakan apapun kecuali dengan tindakan. Yesus berkata, “Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia” - yaitu, mengakui kasih-Nya melalui segala sesuatu yang dilakukannya, bukan semata-mata dengan kata-katanya

Jika kita belum mengalami kepedihan hati dalam menghadapi setiap kebohongan/kesesatan dalam diri kita, Firman Allah belumlah mendapat tempat bagi pekerjaannya dalam hidup kita. Karena Firman Allah selalu mengerjakan rasa sakit dan duka dalam diri kita lebih dari yang dapat diakibatkan oleh dosa, karena dosa menumpulkan perasaan kita. Akan tetapi, pertanyaan Tuhan ini (”Apakah engkau mengasihi Aku?”) membangkitkan kepekaan kita sampai pada suatu titik dimana duka dan kepedihan hati yang dikerjakan oleh Yesus ini merupakan kepedihan hati yang paling indah yang dapat dikatakan. Hal ini bukan hanya menyebabkan rasa pedih biasa, tetapi secara pribadi dan mendalam, seperti dikatakan, “Sebab firman Allah hidup dan kuat... menusuk sangat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh .“ – menusuk sangat dalam sampai tiada kebohongan/kesesatan yang tidak diterangi dan dibukakan (Ibrani 4:12).

Ketika Tuhan mengajukan pertanyaan ini (”Apakah engkau mengasihi Aku?”), tidaklah ada tempat bagi rasa sentimentil, Anda tidak dapat mengatakan yang manis-manis (pada-Nya) bila Tuhan berbicara langsung kepada Anda. Rasa pedih itu terlalu sangat hebat. Adalah kepedihan yang begitu dalam membuat setiap bagian hidup kita yang menyimpang dari kehendak-Nya turut merasakan sakit itu. Tidak pernah ada yang salah tentang rasa duka dan kepedihan dari perkataan Tuhan yang datang kepada anak-anak-Nya; namun pada saat itulah Allah menyingkapkan kebenaran-Nya kepada kita. (My Utmost for His Highest, 1 Maret 2010)

Tidak ada komentar: