Minggu, 21 Februari 2010

Sungguhkah Anda Mengasihi Dia?


Renungan hari ini mengajak kita merenungkan kembali, alasan-alasan untuk melayani Allah. Untuk melakukan sesuatu bagi Allah? Karena merasa bahwa itu berguna bagi Allah? Karena merasa itu kewajiban? Atau, karena semata-mata karena Anda mengasihi Dia? Lebih lanjut dibawah ini:
Sungguhkah Anda Mengasihi Dia?
Ia telah melakukan suatu perbuatan yang baik pada-Ku” (Markus 14:6).
Jika apa yang kita namakan kasih tidak membuat kita berbuat melampaui kemampuan diri kita sendiri, maka itu bukanlah kasih yang sesungguhnya. Jika kita berpendapat bahwa kasih itu suatu sifat hati-hati, bijaksana, peka, cepat menilai keadaan, dan tidak pernah bertindak keras, maka kita kehilangan makna sesungguhnya akan kasih. Kasih mungkin melukiskan kasih sayang dan mungkin memberikan perasaan hangat bagi kita, tetapi bukan itu gambaran yang benar dan tepat tentang kasih.
Pernahkah Anda terdorong untuk melakukan sesuatu bagi Allah, bukan karena Anda merasa bahwa itu berguna atau karena kewajiban Anda melakukannya, melainkan semata-mata karena Anda mengasihi Dia?
Pernahkah Anda menyadari bahwa Anda dapat memberikan kepada Allah hal-hal yang berharga bagi-Nya? Ataukah Anda hanya duduk membayang-bayangkan keagungan penebusan-Nya, sementara melalaikan semua hal yang dapat Anda lakukan bagi-Nya?
Saya tidak mengatakan tentang pekerjaan-pekerjaan yang dapat dipandang sebagai ilahi dan ajaib, tapi , yaitu hal-hal biasa dan sederhana - yang menjadi bukti bahwa Anda telah menyerah sepenuhnya kepada-Nya. Tentang Maria Yesus mengatakan, “Ia telah melakukan suatu perbuatan yang baik pada-Ku.”. Sudah pernahkah Anda menciptakan sesuatu yang dikesankan Maria dari Betani di dalam hati Tuhan Yesus?
Ada saat-saat di mana seolah-olah Allah memperhatikan apakah kita mau memberi-Nya, sekalipun kecil, persembahan penyerahan, untuk memperlihatkan betapa tulus kasih kita kepada-Nya.
Penyerahan kepada Allah itu lebih berharga ketimbang kesucian pribadi kita. Perhatian atas kesucian pribadi kita menyebabkan kita memusatkan pandangan kita pada diri sendiri, lalu kita menjadi terlalu mengindahkan cara kita berjalan, cara berbicara dan penampilan kita, karena takut melukai hati Allah. Padahal  “...kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan...’ (1 Yohanes 4:18).
Kita harus berhenti menanyai diri kita, “Bergunakah aku?” dan menerima kebenaran bahwa kita sebenarnya tidak terlalu berguna bagi-Nya. Persoalannya bukanlah tentang hal berguna (bagi Allah), melainkan tentang hal berharga bagi Allah. Pada saat kita menyerah sepenuhnya kepada Allah, Dia akan bekerja melalui kita sepanjang waktu. (My Utmost for His Highest, 20 Februari 2010)

Tidak ada komentar: