Rabu, 24 Februari 2010

Sukacita Dalam Berkorban


Hari ini masih tentang motif pelayanan. Dikatakan, dalam pelayanan Kristen adalah sesuatu yang tidak dapat diterima, bahwa kita dikendalikan oleh kepentingan dan hasrat kita sendiri. Dan fakta, inilah ujian terbesar dalam hubungan kita dengan Yesus Kristus: adakah sukacita dalam berkorban, dalam menyerahkan hidup saya untuk Sahabat saya, Yesus? Selanjutnya dibawah ini:
Sukacita Dalam Berkorban
Karena itu aku suka mengorbankan milikku, bahkan mengorbankan diriku untuk kamu” (2 Korintus 12:15).
Pada saat “kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus” (Roma 5:5), maka dengan sukarela kita mulai mengindentifikasikan diri dengan perhatian dan maksud Yesus Kristus dalam kehidupan orang lain. Dan Yesus menaruh perhatian pada setiap orang. Dalam pelayanan Kristen adalah sesuatu yang tidak dapat diterima, bahwa kita dikendalikan oleh kepentingan dan hasrat kita sendiri.
Dan fakta, inilah ujian terbesar dalam hubungan kita dengan Yesus Kristus. Sukacita dalam berkorban adalah bahwa saya menyerahkan hidup saya untuk Sahabat saya, Yesus (lihat Yohanes 15:13). Saya tidak menyia-nyiakan kesempatan hidup saya, tetapi dengan rela dan kesungguhan menyerahkannya bagi Dia dan bagi perhatian-Nya bagi orang lain. Dan saya melakukan hal ini bukan untuk alasan atau maksud saya sendiri.
Paulus mengorbankan hidupnya hanya untuk satu maksud - agar dia dapat memenangkan manusia bagi Yesus Kristus. Paulus selalu menarik manusia kepada Tuhannya, tidak pernah kepada dirinya sendiri. Dia mengatakan, “Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka” (1 Korintus 9:22).
Apabila seseorang berpikir bahwa untuk membangun/mengembangkan suatu hidup suci dia harus selalu menyendiri dengan Allah, maka dia tidak lagi berguna bagi orang lain. Paulus adalah seorang suci, tetapi ke mana pun dia pergi dia selalu mengizinkan Yesus Kristus memakai hidupnya.
Banyak di antara kita yang hanya menaruh minat pada maksud tujuan kita sendiri, dan Yesus tidak dapat memaksakan Diri-Nya kedalam hidup kita. Akan tetapi, jika kita menyerah sepenuhnya kepada-Nya, kita tidak akan mempunyai tujuan sendiri dalam melayani. Paulus berkata bahwa dia mengetahui cara menjadi sebuah “keset’ tanpa merasa pahit dan terhina, karena motivasi hidupnya adalah devosi atau pengabdian kepada Yesus.
Kita cenderung berdevosi atau mengabdi, bukan kepada Yesus tetapi pada hal-hal yang lebih memberi kita kebebasan rohani, hal mana menjadi penghalang bagi penyerahan total kepada Yesus. Kebebasan sama sekali bukanlah yang menjadi motif bagi Paulus. Malah ia menyatakan, “Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku" (Roma 9:3). Apakah Paulus telah kehilangan kemampuan berpikir nalar? Tidak sama sekali! Karena bagi seseorang yang sedang ”jatuh cinta”, (pernyataan seperti) ini bukan pernyataan yang berlebihan. Dan Paulus mengasihi Yesus Kristus. (My Utmost for His Highest, 24 Februari 2010)

Tidak ada komentar: