Sabtu, 13 Februari 2010

Devosi Mendengar

Sudahkah Anda mendengar suara Allah hari ini? Atau hanya pada saat-saat tertentu saja? Apa rahasianya? Dan apa yang menjadi kendala atau rintangannya? Chambers menekankan aspek devosi dalam mendengar (devotion of hearing). Devosi adalah tindakan kasih dengan pengorbanan waktu dan tenaga. Lebih jauh kita ikuti dibawah ini:
Devosi Mendengar
Dan Samuel menjawab: ‘Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar” (1 Samuel 3:10).
Hanya karena telah mendengarkan dengan cermat dan sungguh-sungguh kepada satu hal dari Allah bukan berarti bahwa saya mendengarkan semua hal yang diucapkan-Nya. Saya memperlihatkan kepada Allah kurangnya kasih dan hormat saya kepada-Nya dengan ketidak-pekaan hati dan pikiran saya pada apa yang dikatakan oleh-Nya. Jika saya mengasihi sahabat saya maka secara naluri saya akan memahami apa yang diinginkannya. Yesus berkata, “Kamu adalah sahabat-Ku” (Yohanes 15:14).
Apakah saya tidak menuruti perintah Tuhan minggu ini? Jika saya menyadari bahwa itu perintah Yesus, saya takkan dengan sengaja tidak mengindahkannya. Akan tetapi, kebanyakan di antara kita sungguh menunjukkan rasa tidak hormat kepada Allah karena nyatanya kita sama sekali tidak mendengarkan Dia. Seolah-olah Dia tidak pernah berbicara kepada kita.
Sasaran dari kehidupan rohani saya adalah keserupaan (indentifikasi) sedemikian rupa dengan Yesus Kristus sehingga saya selalu mau mendengarkan Allah dan mengetahui bahwa Allah selalu mendengarkan saya (lihat Yohanes 11:41).
Jika saya dipersatukan dengan Yesus Kristus, saya mendengarkan Allah sepanjang waktu melalui devosi mendengar (tindakan kasih dan pengorbanan dengan waktu dan tenaga untuk mendengar Allah). Sekuntum bunga, sebuah pohon atau seorang hamba Allah mungkin menyampaikan pesan Allah kepada saya.
Yang merintangi pendengaran saya adalah perhatian saya yang tertuju pada hal-hal lain. Bukannya saya tidak ingin mendengar Allah, namun saya tidak ”devoted” dalam segi-segi yang tepat dari hidup saya. Saya memperhatikan hal-hal lain dan bahkan pada pelayanan dan keyakinan saya sendiri. Allah boleh jadi berbicara hal-hal yang dikehendaki-Nya, namun saya tidak mendengarkan Dia. Sikap seorang anak Allah seharusnya selalu, “Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar”.
Jika saya tidak mengembangkan dan memupuk devosi mendengar ini, maka saya hanya dapat mendengar suara Allah pada waktu tertentu saja. Pada saat yang lain saya menjadi tuli terhadap suara-Nya karena perhatian saya tertuju kepada hal-hal lain, yaitu hal-hal yang menurut pendapat saya harus saya lakukan.
Ini bukanlah kehidupan seorang anak Allah. Sudahkah Anda mendengar suara Allah hari ini? (My Utmost for His Highest, 13 Februari 2010)

Tidak ada komentar: