Senin, 22 Maret 2010

22 Mar ’10 - Hati Yang Berkobar-Kobar

EMOSI dalam kehidupan rohani sering diberi label negatip. Tapi renungan hari ini justru berbicara tentang emosi yang dikobarkan oleh Roh Kudus, sebagai bagian dari visi atau penglihatan dari Tuhan, yang harus ditanggapi dengan aksi nyata. Memberi tanggapan terhadap emosi yang digerakkan oleh Tuhan, supaya seperti dimaksudkan Tuhan, tidak mudah. Dikatakan, diperlukan latihan. Selanjutnya dibawah ini:


HATI YANG BERKOBAR-KOBAR


Bukankah hati kita berkobar-kobar...?” (Lukas 24:32).

Kita perlu mempelajari rahasia hati yang berkobar-kobar. Ketika mendadak Yesus tampak kepada kita, dan hati kitapun berkobar-kobar, serta kita diberi visi atau penglihatan-penglihatan ajaib. Tetapi kemudian kita harus belajar mempertahankan rahasia hati yang berkobar-kobar tersebut - hati yang dapat menghadapi apa pun. Hati yang berkobar-kobar, yang dapat dipadamkan oleh hari yang biasa-biasa dan menjemukan, dengan tugas/kewajiban serta orang-orang yang itu-itu saja, kecuali kita telah mempelajari rahasia tinggal tetap dalam Yesus.

Kebanyakan kesukaran yang kita alami sebagai orang Kristen timbul bukan sebagai akibat dari dosa, melainkan karena kita tidak memperhatikan hukum-hukum sifat alamiah (nature) kita sendiri. Misalnya, dalam hubungan emosi kita. Satu-satunya cara yang harus kita gunakan untuk menentukan apakah kita akan memberi ruang atau tidak bagi emosi tertentu dalam hidup kita adalah dengan menimbang-nimbang akibat akhir dari emosi itu. Pikirkanlah masak-masak arahnya secara logis, dan jika akibatnya adalah sesuatu yang tidak berkenan pada Allah, hentikanlah itu secepatnya.

Akan tetapi, jika itu berupa emosi yang dikobarkan oleh Roh Allah dan Anda tidak memberi ruang sebagaimana mestinya dalam hidup Anda, maka ia itu akan menyebabkan suatu tanggapan atau reaksi yang kurang dari seperti dimaksudkan Allah.

Hal itulah yang sering terjadi dengan orang-orang yang sentimentalis – orang-orang yang tidak realistis dan emosinya berlebihan. Semakin tinggi emosi, semakin dalam kemungkinan terjadi penyimpangan, jika tidak dilatih pada tingkat yang diinginkan. Jika Roh Allah telah menggerakkan Anda, ambillah keputusan-keputusan yang cermat dan berpeganglah kuat-kuat atasnya, dan biarkan akibatnya seperti apa jadinya.

Memang, kita tidak dapat tinggal selama-lamanya di atas “gunung pemuliaan” kita*), menikmati cahaya pengalaman di puncak gunung (lihat Markus 9:1-9). Akan tetapi, kita harus mematuhi terang yang kita terima di sana; kita harus menerapkannya ke dalam aksi/tindakan nyata. Bila Allah memberi kita suatu visi atau penglihatan, kita harus menanggapinya saat itu, apapun risikonya. (My Utmost for His Highest, 22 Maret 2010)

*) Yang dimaksudkan tentu keadaan dengan emosi yang dikobarkan oleh Roh Kudus.

Tidak ada komentar: