Sabtu, 06 November 2010

6 Nov ‘ 10 - Teologi Keakraban

APAKAH kepercayaan kita adalah milik, warisan kita pribadi, sehingga jiwa kita merasakan keakraban dengan Tuhan, dan dapat mengatakan “Ya, Tuhan, aku percaya bahwa Engkaulah Kristus”. Tetapi untuk sampai disitu suatu proses, kata Renungan hari ini. Hal ini tidak akan pernah terjadi sampai kita merasakan kebutuhan pribadi , dan kita mendengar bisikan-Nya,  “Apakah engkau percaya ……?”

 TEOLOGI KEAKRABAN

 “Percayakah engkau akan hal ini?” (Yohanes 11:26).

MARTA percaya akan kuasa yang ada pada Yesus Kristus; Marta percaya bahwa jika Dia ada di sana, Dia tentu sudah menyembuhkan saudaranya; Marta juga percaya bahwa Yesus memiliki keakraban yang khusus dengan Allah, dan apa pun yang Dia minta dari Allah, maka Allah akan melakukannya.

Akan tetapi - Marta memerlukan keakraban pribadi yang lebih dekat dengan Yesus. Teologi Marta yang digenapi di masa yang akan datang. Akan tetapi, Yesus terus menarik dan membawa Marta masuk sampai kepercayaan Marta menjadi miliknya yang akrab. Kemudian hal ini perlahan-lahan akan timbul menjadi warisan pribadi - “Ya, Tuhan, aku percaya bahwa Engkaulah Kristus” (Yohanes 11:27).

Apakah Tuhan memperlakukan Anda dengan cara seperti itu? Apakah Yesus mengajar Anda untuk memiliki hubungan pribadi dengan Diri-Nya sendiri?

Izinkanlah Dia membisikkan pertanyaan-Nya langsung kepada Anda – “Apakah engkau percaya akan hal ini?” Apakah keragu-raguan yang tidak mengenakkan dalam kehidupan Anda? Apakah Anda, seperti Marta, tiba di sesuatu persimpangan jalan situasi pribadi yang melingkupi Anda dimana teologi Anda,  mengundang Anda masuk dalam suatu kepercayaan yang sangat pribadi? Hal ini tidak akan pernah terjadi sampai kebutuhan pribadi timbula dari suatu masalah pribadi.

Percaya berarti berpenyerahan, commit. Dalam hal belajar secara intelektual, saya commit secara mental, dan menolak segala sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan kepercayaan itu. Dalam alam kepercayaan pribadi, saya commit secara moral atas keyakinan saya dan menolak untuk berkompromi. Akan tetapi, dalam kepercayaan pribadi secara akrab, saya commit secara rohani/spiritual kepada Yesus Kristus dan membuat keputusan untuk dikuasai hanya oleh Dia saja.

Lalu, ketika saya berhadapan muka dengan muka dengan Yesus Kristus dan Dia mengatakan kepada saya, “Apakah engkau percaya akan hal ini?”, saya mendapati bahwa iman sama wajarnya dengan bernapas. Dan saya tersentak ketika memikirkan betapa bodohnya saya selama ini karena tidak mempercayai-Nya sebelumnya.

Tidak ada komentar: