”ALLAH kita maha kaya”, ungkapan yang sering kita dengarkan dalam khotbah-khotbah. Renungan hari ini ” The Habit of Recognizing God’s Provision” (edisi pertama, “The Habit of Wealth”), merupakan ajakan mengembangkan kebiasaan menyadari kekayaan pemeliharaan (provision) Allah yang telah disiapkan bagi kita. Dan sebaliknya menjauhkan dosa iba diri, yang menyingkirkan Allah dari hidup kita.
MENGENALI KEKAYAAN YANG DISEDIAKAN ALLAH
”.... kamu boleh mengambil bagian dalam kodrat ilahi (2 Petrus 1:4).
Kita dipanggil untuk “mengambil bagian dalam kodrat ilahi, yaitu menerima dan mengambil bagian dalam sifat Allah sendiri melalui janji-janji-Nya. Kemudian kita harus melibatkan kodrat ilahi (divine nature) itu dalam kodrat manusiawi (human nature) kita dengan mengembangkan godly habit - kebiasaan saleh. Kebiasaan pertama yang harus dikembangkan ialah kebiasaan menyadari atau mengenali kekayaan pemeliharaan (provision) Allah yang telah disiapkan bagi kita.
Barangkali kita berkata, “Wah, aku tidak sanggup membayarnya*)”. Salah satu dusta terburuk terbungkus dalam pernyataan itu. Kita berbicara seolah-olah Bapa surgawi telah membiarkan kita tanpa memberi apa pun!**) Kita pikir inilah tanda kerendahan hati sejati berkata pada saat penghujung hari tiba, “Wah, aku baru saja selesai dengan tugasku hari ini, tetapi sugguh merupakan perjuangan berat”. Padahal seluruh kekayaan Allah Yang Mahakuasa menjadi milik kita dalam Tuhan Yesus! Dan Dia akan melakukan segalanya***) untuk memberkati kita, asalkan kita taat pada-Nya.
Apakah sungguh menjadi masalah kalau situasi kita sulit? Memang kenapa kalau situasi kita tidak sulit? Jika kita memberi kesempatan pada rasa iba diri dan larut dalam penderitaan, kita menyingkirkan kekayaan Allah dari hidup kita dan penghalang bagi orang lain masuk dalam pemeliharaan-Nya yang penuh berkat.
Tidak ada dosa yang lebih buruk daripada dosa iba diri, karena dosa ini menyingkirkan Allah dari takhta hidup kita dan menggantikan Dia dengan kepentingan diri sendiri (self interest). Itu menyebabkan kita membuka mulut kita mengeluh dan mengeluh, dan hidup kita hanya seperti karet busa – hanya menerima, tidak pernah memberi, dan tidak pernah puas.
Sebelum Allah melihat kita belum seperti yang diinginkan-Nya, Dia akan mengambil semua kekayaan kita, sampai kita belajar bahwa Dialah Sumber kita. Seperti pemazmur bersaksi, “Segala mata airku ada di dalammu” (Mazmur 87:7).
Jika keagungan, anugerah dan kuasa Allah tidak ditunjukkan di dalam kita, maka Allah menuntut tanggung jawab kita. (Bukankah sesungguhnya) “Allah sanggup melimpahkan segala anugerah kepada kamu, supaya kamu ... berkelebihan... ” (2 Korintus 9:8).
Jadi, belajarlah untuk mengalirkan anugerah Allah kepada orang lain, berilah dirimu dengan tulus. Kiranya Anda dikenali dan menyatakan sifat Allah, dan berkat-Nya akan mengalir melalui Anda setiap saat. (My Utmost for His Highest, 16 Mei 2010).
Catatan: Dalam renungan hari ini ada bagian yang sedikit sukar ditangkap maksudnya, khususnya alinea kedua. Ini adalah “risiko” pembatasan ruangan (karena untuk renungan harian), dimana hal yang begitu dalam disampaikan harus dalam satu dua baris kalimat. Alasan kedua, gaya penulisnya, dengan kata-kata idiomatik – gaya Inggris klasik. Contoh, ”Oh, I can’t afford it”*),”we talk as if our heavenly Father has cut us off without a penny! ”*), dan, “he will reach to the last grain of sand and the remotest star to bless us***)”. Mungkin ada pendapat? (Admin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar