Rabu, 31 Maret 2010

31 Mar ’10 - Kepedulian Atau Kemunafikan Dalam Diri Kita?


RENUNGAN hari ini masih tentang doa syafaat. Tentang bagaimana sesungguhnya seorang pendoa syafaat. Bukan seperti yang umum dipahami - yang fasih berkata-kata dan berdoa didepan jemaat. Tapi seorang yang menaruh pikiran Kristus, yang mempunyai pandangan-Nya tentang orang yang kita doakan, termasuk dengan kegagalan orang itu. Hal itu hanya mungkin melalui hubungan yang dekat dengan Tuhan. Lebih lanjut dibawah ini:

KEPEDULIAN ATAU KEMUNAFIKAN DALAM DIRI KITA?   
“… Kalau ada seorang melihat saudaranya berbuat dosa, yaitu dosa yang tidak mendatangkan maut, hendaklah ia berdoa ….. (1 Yohanes 5:16)
JIKA KITA tidak peduli dan tidak menaruh perhatian pada cara Roh Allah bekerja dalam diri kita, kita akan menjadi orang-orang munafik rohani. Kita melihat kegagalan orang lain, lalu kita menilai dan menjadikannya ejekan dan kritik, bukannya menjadikan hal itu menjadi doa syafaat bagi mereka.
Allah mengungkapkan kebenaran mengenai seseorang kepada kita bukan melalui ketajaman pikiran kita, melainkan melalui penerobosan langsung Roh-Nya. Jika kita tidak penuh perhatian, maka kita sama sekali tidak menyadari sumber pemahaman (discernment) yang diberikan Allah kepada kita, tetapi malah menjadi pengkritik orang lain dan melupakan sabda Allah, “hendaklah ia berdoa kepada Allah dan Dia akan memberikan hidup kepadanya, yaitu mereka, yang berbuat dosa yang tidak mendatangkan maut.” Waspadalah agar Anda tidak menjadi seorang munafik dengan menghabiskan seluruh waktu Anda dalam usaha mencoba meluruskan hubungan orang lain dengan Allah sebelum Anda sendiri menyembah Dia.
Salah satu beban yang kurang disadari dan dipahami, yang diletakkan Allah atas kita sebagai orang percaya, adalah beban untuk memahami keberadaan orang lain. Tuhan memberikan pemahaman ini kepada kita agar kita dapat menerima tanggung jawab bagi jiwa-jiwa itu di hadapan-Nya dan menaruh dalam hati kita pikiran Kristus mengenai mereka (lihat Filipi 2:5). Kita harus menjadi perantara atau pendoa syafaat sesuai dengan apa yang Allah katakan akan diberikan kepada kita, yaitu “hidup kepada mereka yang berbuat dosa yang tidak mendatangkan maut”. Dalam hal ini, bukan bahwa kita bisa membawa Allah kedalam hubungan atau kontak dengan dengan pikiran kita, tetapi kita membangkitkan diri kita sampai ke tahap yang menyanggupkan Allah untuk menyampaikan pikiran-Nya kepada kita mengenai orang yang kita doakan.
Apakah Yesus Kristus dapat melihat penderitaan jiwa-Nya (akan jiwa orang lain) di dalam kita? Kita tidak dapat, kecuali jika kita dipersatukan sedemikian erat dengan Dia sehingga kita mempunyai hati-Nya dan pandangan-Nya mengenai orang-orang yang kita doakan. Semoga kita belajar menjadi pendoa syafaat yang segenap hati sehingga Yesus Kristus sungguh puas dengan kita sebagai pendoa syafaat. (My Utmost for His Highest, 31 Maret 2010)

Selasa, 30 Maret 2010

30 Mar '10 - Hubungan Yang Suci atau Sikap Menuntut Terhadap Allah?

YANG umum dipahami, doa syafaat adalah seperti yang dinaikkan dalam kebaktian-kebaktian atau acara khusus, dan untuk itu dipilihlah pendoa syafaat “khusus”. Tapi renungan hari ini mengatakan lebih dalam dari itu. Doa syafaat, adalah doa yang dinaikkan pendoa berdasarkan apa yang diterimanya dari pikiran Kristus mengenai orang yang kita doakan - hasil dari hubungan yang dekat dengan Tuhan. Selanjutnya dibawah ini:

HUBUNGAN YANG SUCI ATAU SIKAP MENUNTUT TERHADAP ALLAH?


”... dan Ia tertegun karena tidak ada pendoa syafaat...” (Yesaya 59:16 KJV)

Alasan (mengapa) banyak di antara kita yang berhenti berdoa dan menjadi penuntut terhadap Allah karena kita hanya mempunyai perhatian emosional atau sensimental dalam doa. Kedengarannya enak mengatakan bahwa kita berdoa, dan kita membaca buku-buku tentang doa yang menyatakan bahwa doa itu bermanfaat, yang mengatakan bahwa pikiran kita ditenangkan dan jiwa kita terangkat bila kita berdoa. Akan tetapi, Yesaya menyiratkan dalam ayat diatas bahwa Allah tertegun akan pendapat demikian tentang doa.

Ibadah/penyembahan dan doa syafaat harus berjalan seiring, yang satu tidak mungkin tanpa yang lain. Doa syafaat berarti mengangkat diri kita sampai ke tahap memperoleh pikiran Kristus mengenai orang yang kita doakan (lihat Filipi 2:5). Namun kita, bukannya menyembah Allah, tapi dapat dikatakan hanya berkata-kata kepada Allah tentang bagaimana pikiran kita tentang doa kita mendapat jawaban. Apakah kita sedang menyembah Allah atau berbantah dengan Dia ketika kita berkata, “Tetapi Tuhan, aku tidak mengerti bagaimana Engkau akan melakukan hal ini?’ Ketika kita mempertanyakan bagaimana Allah menjawab doa kita membuktikan bahwa kita tidak sedang menyembah Dia.

Bila kita kehilangan pemahaman yang benar akan Tuhan, kita menjadi mengedepankan tutuan-tuntutan kita dan menyampaikannya menurut pengetahuan intelektual (dogmatis) kita. Kita melemparkan permohonan kita ke takhta-Nya dan mendikte Dia tentang hal-hal yang kita ingin Dia lakukan. Dalam hal ini kita tidak menyembah Allah, dan juga tidak mencari menyelaraskan pikiran kita sesuai dengan pikiran Kristus. Dan jika kita bersikap menuntut terhadap Allah, kita akan bersikap demikian terhadap orang lain.

Apakah kita telah menyembah Allah dengan suatu cara yang akan mengangkat kita ke tempat dimana kita dapat merasakan berada disamping-Nya, mempunyai hubungan yang begitu akrab dengan Dia sehingga kita mengetahui pikiran-Nya tentang orang yang kita doakan? Apakah kita sedang hidup dalam hubungan yang suci dengan Allah, atau kita telah bersikap menuntut dan dogmatis?

Apakah Anda berpikir bahwa tidak ada orang yang menjadi pendoa syafaat yang benar? Jika demikian biarlah Anda sendiri yang menjadi pendoa syafaat. Jadilah seorang yang menyembah Allah dan hidup dalam hubungan yang suci dengan Dia. Libatkan diri Anda dalam tugas doa syafaat yang sungguh-sungguh, dengan mengingat bahwa itu benar-benar adalah tugas - tugas yang menuntut semua energi, namun tugas yang tidak memiliki jebakan tersembunyi. Memberitakan Injil ada jebakannya, tetapi doa syafaat sama sekali tidak mengandung unsur itu. (My Utmost for His Highest, 30 Maret 2010)

------------------

Catatan: Pernyataan terakhir renungan ini (”tugas yang tidak memiliki jebakan tersembunyi. Memberitakan Injil ada jebakannya, tetapi doa syafaat sama sekali tidak mengandung unsur itu”), memang sukar ditangkap maksudnya; juga dalam teks aslinya: “work which has no hidden pitfalls. Preaching the gospel has its share of pitfalls, but intercessory prayer has none whatsoever”. Sudah bolak balik saya coba, termasuk membandingkannya dengan teks edisi yang lebih tua (1935). Apa ada yang bisa membantu? Admin.

Senin, 29 Maret 2010

29 Mar ’10 - Kunjungan Tuhan Yang Mengejutkan

SIBUK pelayanan? Renungan hari ini mengatakan, bahwa rintangan utama kesiapan akan kunjungan Yesus pada setiap saat, bukanlah kesulitan, melainkan kesibukan dalam pelayanan. Kedengarannya janggal. Tapi itulah kenyataannya. Ketika keberagamaan hanya suatu gaya hidup yang agung, bukan hati pada apa yang menjadi kehendak Tuhan dan dan memikirkan pikiran-Nya. Bagamana seharusnya? Lebih lanjut dalam dibawah ini:

KUNJUNGAN TUHAN YANG MENGEJUTKAN 

Hendaklah kamu juga siap sedia ...” (Lukas 12:40).

KEBUTUHAN terbesar seorang pekerja Kristen adalah kesiapan menghadapi Yesus pada setiap kesempatan. Ini tidaklah mudah, tidak jadi soal apa pun pengalaman yang telah kita lalui. Perjuangan ini bukanlah melawan dosa, kesulitan atau situasi, melainkan melawan kesibukan dalam pelayanan kita kepada Yesus Kristus, sehingga kita tidak siap menghadapi Yesus pada setiap kesempatan. Kebutuhan terbesar bukanlah menghadapi kepercayaan atau doktrin kita, atau bahkan soal berguna atau tidaknya kita bagi Dia, melainkan untuk menghadapDia.

Yesus jarang datang di tempat mana kita mengharapkan-Nya. Dia datang di tempat yang tidak kita sangka atau harapkan, dan selalu dalam situasi yang paling tidak masuk akal.

Satu-satunya cara seorang hamba dapat tetap benar kepada Allah adalah dengan siap menerima kunjungan yang mengejutkan dari Tuhan. Kesiapan ini tidak akan terwujud dengan pelayanan, tetapi melalui kenyataan rohani yang kuat, mengharapkan Yesus Kristus pada setiap kesempatan.

Suasana ekspektasi atau pengharapan seperti ini akan memberi hidup kita suatu sikap pengaguman seperti anak yang diinginkan-Nya dari kita. Jika kita ingin siap untuk kedatangan Yesus Kristus, kita harus berhenti sekedar keberagamaan. Dengan kata lain, kita harus berhenti menggunakan agama seolah-olah itu merupakan suatu gaya hidup yang agung - kita harus bersikap nyata secara rohani.

Memang, jika Anda menghindari panggilan pemikiran keagamaan dari dunia masa kini dan sebagai gantinya Anda mengarahkan “mata yang tertuju kepada Yesus” (Ibrani 12:2), menetapkan hati pada apa yang menjadi kehendak-Nya dan memikirkan pikiran-Nya, maka Anda akan dianggap tidak berguna dan seorang pemimpi-siang-bolong atau pelamun. Akan tetapi, bila Dia tiba-tiba datang di tengah-tengah kesibukan kerja, Anda akan menjadi satu-satunya orang yang siap menyambut Dia.

Anda jangan mempercayai seorangpun, bahkan harus mengabaikan seorang hamba Tuhan yang hebat dan mengagumkan *) jika dia merintangi pandangan Anda pada Yesus Kristus. (My Utmost for His Highest, 29 Maret 2010)
___
*) Kalimat, ”seorang hamba Tuhan yang hebat dan mengagumkan”, terjemahan bebas saya dari teks asli untuk “the finest saint on earth”, dengan maksud mengaktualkan pernyataan ini. (Admin).

Minggu, 28 Maret 2010

28 Mar ’10 - Tidak Adakah Kesalah-Pengertian?

HANYA karena tidak mengerti ucapan Yesus, saya tidak berhak menentukan bahwa Dia pasti keliru dalam ucapan-Nya. Itu adalah pandangan yang berbahaya. Dikatakan dalam renungan hari ini, banyak di antara kita yang setia pada gagasan kita tentang Yesus Kristus, tapi bukan kepada Yesus sendiri atau tuntunan-Nya. Bahkan seolah-olah kitalah yang menentukan jalan yang akan ditempuh Tuhan. Apa bisa? Lebih lanjut dibawah ini:



TIDAK ADAKAH KESALAH-PENGERTIAN?


"Mari kita kembali lagi ke Yudea." Murid-murid itu berkata kepada-Nya: "Rabi, baru-baru ini orang-orang Yahudi mencoba melempari Engkau, masih maukah Engkau kembali ke sana?" (Johanes 11:7-8)

Hanya karena saya tidak mengerti ucapan Yesus, saya tidak berhak menentukan bahwa Dia pasti keliru dalam ucapan-Nya. Itu adalah pandangan yang berbahaya. Tidak benar untuk berpikir bahwa kepatuhan saya terhadap petunjuk Allah akan mendatangkan penolakan kepada Yesus. Satu-satunya ha1 yang akan mendatangkan penolakan bagi Yesus adalah ketidak-patuhan itu sendiri.

Menempatkan pandangan saya tentang kehormatan-Nya mendahului apa yang menjadi tuntunan-Nya kepada saya adalah tidak pernah benar, walaupun mungkin hal itu tercetus dari hasrat untuk mencegah Dia dipermalukan di depan umum. Saya tahu apakah petunjuk-petunjuk-Nya datang dari Allah ketika hal itu datang secara terus-menerus (pesistent).

Akan tetapi, bila saya mulai mempertimbangkan pro dan kontra, serta kebimbangan dan perbantahan (argumentasi) masuk kedalam pikiran saya, maka saya membawa masuk (dalam pikiran saya) unsur yang bukan dari Allah. Hal ini hanya akan berakibat dalam kesimpulan saya bahwa petunjuk-petunjuk-Nya kepada saya adalah tidak benar.

Banyak di antara kita yang setia/teguh pada gagasan kita tentang Yesus Kristus, tetapi berapa banyakkah di antara kita yang setia kepada Yesus? Setia kepada Yesus berarti saya harus tetap melangkah bahkan ketika saya tidak dapat melihat apa pun (lihat Matius 14:29). Akan tetapi, kesetiaan pada gagasan saya sendiri berarti bahwa sayalah yang pertama-tama secara mental menentukan jalan (yang akan dijalani) Tuhan.

Namun, iman bukanlah pengertian intelektual; iman adalah janji sukarela kepada Pribadi Yesus Kristus, walaupun saya tidak dapat melihat jalan yang terbentang di depan.
Adakah Anda berargumentasi tentang pilihan antara harus mengambil langkah iman dalam Yesus atau harus menanti sampai Anda dapat melihat dengan jelas cara bagaimana mengerjakan hal yang diminta-Nya? Patuhilah Dia dengan sukacita. Bila Dia mengatakan sesuatu kepada Anda dan Anda mulai membuat argumen-argumen, itu terjadi karena Anda salah mengerti mengenai hal menghormati atau tidak menghormati Dia.

Setiakah Anda kepada Yesus, atau setiakah Anda kepada gagasan Anda tentang Dia? Setiakah Anda pada ucapan-Nya ataukah Anda berusaha mengkompromikan kata-kata-Nya dengan pikiran-pikiran yang tidak pernah bersumber dari Dia? "Apa yang dikatakan-Nya kepadamu, lakukanlah itu!" (Yohanes 2:5). (My Utmost for His Highest, 28 Maret 2010)

Sabtu, 27 Maret 2010

27 Mar '10 - Visi Rohani Melalui Kesucian Pribadi (2)


BERBICARA hidup sesuai tuntutan Firman Tuhan, banyak orang mengatakan, ”kita kan masih manusia!” Renungan hari ini mengatakan iblis membuat kita mengukuhkan pendapat kita bahwa kesucian adalah diatas apa yang dapat yang dapat dipikul dan dicapai oleh “darah dan daging”. Tapi Allah memanggil kita melihat dari sudut pandang yang lebih tinggi, dimana Allah menunjukkan kebenaran-Nya kepada kita. Lebih lanjut dibawah ini:


Naiklah kemari dan Aku akan menunjukkan kepadamu apa yang harus terjadi...?” (Wahyu 4:1).
Suatu tingkat keadaan pikiran dan penglihatan rohani hanya dapat dicapai melalui peningkatan latihan sifat (character) pribadi. Jika Anda hidup sesuai dengan yang tertinggi dan terbaik yang Anda ketahui dalam hidup Anda, maka Allah akan senantiasa berkata kepada Anda, “Sahabat, naiklah lebih tinggi lagi”.
Kaidah emas dari pencobaan adalah – naik lebih tinggi. Ketika Anda naik dan berada lebih tinggi, Anda akan menghadapi pencobaan lain dan karakter. Iblis menggunakan strategi peninggian dalm pencobaan, dan Allah juga mengerjakan yang sama, tetapi dengan efek/hasil yang sungguh berbeda.
Bila iblis menempatkan Anda ke suatu tempat yang lebih tinggi, dia membuat Anda percaya akan dan mengukuhkan pendapat Anda bahwa apa yang disebut kesucian adalah diatas apa yang dapat yang dapat dipikul dan dicapai oleh “darah dan daging”, keadaan mana seperti suatu pertunjukan akrobatik spiritual tinggi diatas menara dimana Anda hanya menjaga keseimbangan dan tidak berani bergerak.
Tetapi bila Allah mengangkat Anda dengan Augerah-Nya ke ”tempat surgawi”, Anda menemukan suatu dataran luas yang memudahkan Anda bergerak dengan mudah.
Bandingkan minggu ini dalam hidup rohani Anda dengan minggu yang sama pada tahun yang lalu untuk melihat bagaimana Allah telah memanggil Anda menuju tingkat yang lebih tinggi. Kita semua telah dibawa untuk melihat dari sudut pandang yang lebih tinggi. Jangan biarkan Allah menunjukkan suatu kebenaran kepada Anda, tetapi Anda tidak segera menjalani dan menerapkannya dalam hidup Anda. Hendaklah Anda selalu menjalankannya dan tinggallah di dalam terangnya.
Pertumbuhan dalam anugerah diukur tidak dengan kenyataan/fakta bahwa Anda tidak berbalik (dari Allah), tetapi bahwa Anda mempunyai wawasan dan pemahaman tentang kedudukan rohani Anda sekarang. Dimana Anda mendengar Allah berkata, “Naiklah lebih tinggi”, yang terdengar bukan secara lahiriah, melainkan secara batiniah.
”Apakah Aku akan menyembunyikan kepada Abraham apa yang hendak Kulakukan ini ...?” (Kejadian 18:17). Allah akan menyembunyikan tindakan-Nya kepada kita seiring dengan pertumbuhan sifat/karakter pribadi kita, sampai kita mencapai tingkat dimana Dia dapat mengungkapkannya pada kita. (My Utmost for His Highest, 27 Maret 2010)

Jumat, 26 Maret 2010

26 Mar '10 - Visi Rohani Melalui Kesucian Pribadi (1)

RENUNGAN hari ini tentang kesucian (purity, Alkitab KJV) - topik yang mungkin dirasakan asing dewasa ini. Dikatakan, kesucian bukanlah keadaan tidak berdosa. Bukan hasil usaha kita. Tapi buah dari keserasian rohani bersinambungan dengan Allah. Kecucian menjadi prasyarat bagi visi rohani kita. Kesucian adalah pemberian Allah, memalui anugerah-Nya. Bagian kita berjaga. Lebih lanjut dibawah ini:

VISI ROHANI MELALUI KESUCIAN PRIBADI (1)

Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah” (Matius 5:8).

Kesucian (KJV, purity) bukanlah keadaan tidak bersalah atau tidak berdosa - kesucian jauh lebih dari hal itu. Kesucian adalah akibat keserasian rohani bersinambungan dengan Allah.

Kita harus tumbuh dalam kesucian. Hidup kita bersama Allah mungkin benar dan kesucian batin kita tidak bercela. Namun terkadang hidup lahiriah kita mungkin cacat dan ternoda. Allah sengaja tidak melindungi kita dari kemungkinan ini, karena inilah cara kita menyadari perlunya memelihara visi/penglihatan rohani kita melalui kesucian pribadi (personal purity).

Jika tingkat luar dari hidup rohani kita bersama Allah terganggu sedikit saja, kita harus terlebih dahulu membereskannya. Ingatlah bahwa visi/penglihatan rohani bergantung pada karakter kita – yaitu “orang yang suci hatinya” yang “melihat Allah”.

Allah membuat kita suci (pure) dengan tindakan anugerah-Nya yang berdaulat, tetapi kita harus selalu berjaga. Karena, melalui hidup lahiriah kita yang berhubungan dengan orang lain dan dengan sudut pandang lain maka kita cenderung untuk menjadi pudar. Bukan hanya “ruang suci batiniah” kita yang harus dipelihara benar di hadapan Allah, tetapi juga “pelataran luar” atau lahiriah kita harus dipelihara dalam keserasian sempurna dengan kesucian yang diberikan Allah kepada kita melalui anugerah-Nya.

Visi/penglihatan dan pengertian rohani kita segera menjadi kabur bila segi lahiriah kita tercemar. Jika kita ingin memelihara keakraban pribadi dengan Tuhan Yesus Kristus, maka itu akan berarti menolak untuk melakukan atau bahkan memikirkan hal-hal tidak berkenan kepada-Nya. Termasuk beberapa hal yang acceptable (cukup baik) bagi orang lain, namun tidak acceptable untuk kita.

Petunjuk praktis dalam memelihara kesucian pribadi Anda tidak tercela dalam hubungan Anda dengan orang lain adalah mulai melihat mereka seperti Allah melihatnya. Katakanlah kepada diri Anda sendiri, “Dia, pria, atau wanita, itu sempurna dalam Kristus Yesus! Sahabat atau kerabat itu sempurna dalam Kristus Yesus!” (My Utmost for His Highest, 26 Maret 2010)

Kamis, 25 Maret 2010

25 Mar ’10 - Memelihara Hubungan Yang Semestinya


RENUNGAN hari ini sangat kritis, dalam dan tajam. Masih lanjutan dari yang kemarin, bagaimana menjadi ”sahabat Mempelai laki-laki”. Antara lain dikemukakan, begitu mudah seorang percaya atau pelayan jatuh pada ”menampilkan hal yang dikerjakan Kristus baginya, bukannya mempresentasikan atau menampilkan Yesus Kristus sendiri”. Orang-orang mengaguminya, bukan Kristus. Lebih jauh, dibawah ini:

MEMELIHARA HUBUNGAN YANG SEMESTINYA
“...sahabat mempelai laki-laki...” (Yohanes 3:29).
Kebaikan dan kepribadian (seorang percaya), walaupun suatu ciri yang mengundang, seharusnya hanya menjadi magnet yang menarik perhatian orang kepada Yesus Kristus. Yang menarik orang kepada Yesus Kristus seharusnya adalah kesucian. Jika kesucian saya tidak menarik orang lain kepada-Nya, maka itu bukanlah kesucian yang benar; itu hanya pengaruh yang membangkitkan emosi yang tidak semestinya dan hasrat yang jahat (evil desires) di dalam diri manusia dan membelokkan mereka dari arah yang benar.
Seorang percaya atau orang kudus yang memukau dapat menjadi suatu hambatan dalam memimpin orang kepada Tuhan. Dia hanya menampilkan hal yang dikerjakan Kristus baginya, bukannya mempresentasikan atau menampilkan Yesus Kristus sendiri. Orang-orang akan kagum dan mengatakan, “Betapa baik dan menyenangkan orang itu!”. Tetapi dengan demikian ia itu tidaklah menjadi ”sahabat mempelai laki-laki” yang sejati, dimana aku semakin besar sepanjang waktu, sedangkan Dia tidak.
Untuk memelihara persahabatan dan kesetiaan terhadap Mempelai laki-laki itu, kita harus berhati-hati agar menjalin hubungan yang erat dengan Dia di atas segala sesuatu, termasuk kepatuhan.
Terkadang tidak ada sesuatu tugas tertentu yang harus dipatuhi kecuali memelihara hubungan yang erat dengan Yesus Kristus itu sendiri, tanpa ada gangguan. Walaupun dalam hal memelihara hubungan tersebut adakalanya juga merupakan soal kepatuhan. Pada saat-saat seperti itu kita bisa dihadapkan dengan suatu krisis, dan apabila hal itu terjadi, kita harus memastikan apa yang menjadi kehendak Allah.
Namun yang terutama selalu adalah memelihara hubungan sebagai ”sahabat mempelai laki-laki”. Pekerjaan/kegiatan kristen sesungguhnya dapat menjadi sesuatu yang membelokkan fokus seseorang jauh dari Yesus Kristus. Kita, bukannya menjadi ”sahabat mempelai laki-laki”, tapi kita mungkin menjadi penyelamat amatiran atas nama Allah bagi orang lain, dengan menggunakan senjata Allah tapi bekerja melawan Dia. (My Utmost for His Highest, 25 Maret 2010)

Rabu, 24 Maret 2010

24 Mar ’10 - Menjadi Makin Kecil Untuk Maksud Allah


SERING dalam pelayanan, kita didepan. Bukan Tuhan. Kita mendahului Tuhan ” menjadi penyelamat amatir dalam hidup seseorang”. Kita ingin kelihatan. Renungan ini mengatakan, seharusnya kita dengan tekun mendengar maksud Tuhan dalam hidup orang lain, termasuk dalam kegoncangan, kesulitan yang dialaminya. Karena mungkin cara Tuhan, adalah menghancurkan dulu sebelum Dia menyelamatkannya. Selanjutnya dibawah ini

MENJADI MAKIN KECIL UNTUK MAKSUD ALLAH

Jika Anda menjadi suatu kebutuhan bagi hidup orang lain, maka Anda berada di luar kehendak Allah. Sebagai seorang hamba, tanggung jawab utama Anda adalah menjadi “sahabat mempelai laki-laki” (Yohanes 3:29).
Bila Anda melihat seseorang yang (semakin) dekat dengan pemahaman akan tuntutan Yesus Kristus baginya, maka Anda tahu bahwa pengaruh Anda telah didudukkan secara tepat. Dan bila Anda mulai melihat orang itu berada dalam pergumulan yang sulit dan menyakitkan, jangan berusaha mencegahnya, tetapi berdoalah agar kesulitannya menjadi sepuluh kali lebih hebat, sampai tiada kuasa di dunia atau neraka dapat menjauhkannya dari Yesus Kristus.
Berulang kali kita berusaha menjadi penyelamat amatir dalam hidup seseorang. Kita memang amatir, kita masuk dalam masalah dan mencegah kehendak Allah dengan berkata, ”Orang ini tidak seharusnya mengalami kesulitan ini”. Kita, bukannya menjadi sahabat Mempelai, rasa simpati kita malah menjadi penghalang. Suatu hari kelak orang itu akan berkata kepada kita, “Anda seorang pencuri; Anda mencuri keinginan saya untuk mengikuti Yesus, dan gara-gara Anda saya kehilangan Dia.”
Waspadalah agar jangan bersukacita bersama seseorang atas hal yang salah, tetapi selalulah berupaya bersukacita atas hal yang benar. Seperti dalam Yohanes 3: 29-30, “...sahabat mempelai laki-laki .... bersukacita mendengar suara mempelai laki-laki. Itulah sukacitaku, dan sekarang sukacitaku itu penuh. Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil”. Ini diucapkan dengan sukacita, bukan dengan kesedihan - akhirnya mereka melihat Sang Mempelai laki-laki itu! Dan Yohanes berkata bahwa hal inilah sukacitanya.
Ini melambangkan suatu langkah menepi, langkah mutlak seorang hamba untuk menanggalkan diri untuk tidak pernah diingat atau dikenang lagi.
Dengarkanlah dengan tekun dengan segenap hati sampai Anda dapat mendengar suara Mempelai laki-laki itu dalam hidup orang lain. Dan jangan pernah mempunyai pemikiran sendiri akan apa jadinya dengan kegoncangan, kesulitan atau kesakitan yang dialaminya. Bersukacitalah dengan kesukaan ilahi karena suara-Nya telah Anda dengar. Anda mungkin sering harus melihat Yesus Kristus menghancurkan sebuah kehidupan sebelum Dia menyelamatkannya (lihat Matius 10:34). (My Utmost for His Highest, 24 Maret 2010)

Selasa, 23 Maret 2010

23 Mar '10 - Apakah Saya Berpikiran Duniawi?

PERNAHKAN berpikir betapa seriusnya keduniawian. Hebatnya peperangan keinginan daging melawan Roh, dan Roh melawan daging akan mulai dirasakan ketika orang lahir baru. Renungan ini tidak mengambil contoh hal-hal sensual. Tapi hal-hal yang tampak sepele dan sering menguasai orang-orang: kemarahan, ketersinggungan. Jalan keluar? Kita tidak diminta mengatasinya. Allah mengerjakannya untuk kita? Selanjutnya dibawah ini:


APAKAH SAYA BERPIKIRAN DUNIAWI?


Jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan bahwa kamu manusia duniawi...?” (1 Korintus 3.3).

Manusia lahiriah atau orang yang belum beriman, tidak tahu apa-apa tentang seriusnya keduniawian. Keinginan daging berperang melawan Roh, dan Roh berperang melawan daging – peperangan yang mulai pada kelahiran baru, yang menghasilkan kesadaran akan hal itu. Akan tetapi Paulus mengatakan, “Hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging” (Galatia 5:16). Dengan kata lain, keduniawian akan lenyap.

Adakah Anda suka berselisih dan mudah tersinggung atas hal-hal sepele? Apakah Anda berpikir menyangka bahwa tidak seorang Kristen pun pernah (berperilaku) seperti itu? Paulus menyatakan bahwa ada orang-orang Kristen seperti itu, dan dia Paulus menghubungkan sikap ini dengan keduniawian.
Adakah kebenaran dalam Alkitab yang dengan segera menyentakkan Anda tentang roh kebencian atau dendam dalam diri Anda? Jika demikian, itu menjadi bukti bahwa Anda masih duniawi. Jika proses penyucian terus bekerja dalam hidup Anda, tidak akan ada jejak roh demikian tersisa.

Jika Roh Allah mendapati suatu yang salah dalam diri Anda, Dia tidak meminta Anda untuk mengatasinya; Dia hanya meminta Anda menerima terang kebenaran, dan kemudian Dia yang akan mengatasinya untuk Anda. Seorang anak terang akan mengaku dosanya dengan segera dan bersikap terbuka di hadapan Allah. Akan tetapi, anak kegelapan akan berkata, ‘Oh, aku dapat menjelaskannya”?

Bila terang itu bersinar dan Roh membawa Anda pada keyakinan akan dosa, jadilah seorang anak terang, akuilah perbuatan Anda yang salah, maka Allah akan menyelesaikannya. Namun, jika Anda mencoba membenarkan diri, maka Anda membuktikan diri sebagai anak kegelapan.

Apakah bukti bahwa keduniawian itu telah lenyap? Jangan sekali-kali menipu diri Anda sendiri. Apabila keduniawian itu lenyap, Anda akan mengetahuinya – ia itu merupakan hal yang paling real/nyata yang dapat Anda bayangkan. Dan Allah akan membuat sedemikian sehingga Anda akan mendapat sejumlah peluang untuk membuktikan kepada diri sendiri mukjizat anugerah-Nya.

Buktinya sangat praktis. Anda akan mendapati diri Anda berkata, “Jika ini terjadi sebelumnya, saya pasti telah memiliki roh kemarahan!” Dan Anda takkan pernah berhenti menjadi orang yang paling merasa kagum di bumi atas hal yang telah dikerjakan Allah dalam diri Anda. (My Utmost for His Highest, 23 Maret 2010)

Senin, 22 Maret 2010

22 Mar ’10 - Hati Yang Berkobar-Kobar

EMOSI dalam kehidupan rohani sering diberi label negatip. Tapi renungan hari ini justru berbicara tentang emosi yang dikobarkan oleh Roh Kudus, sebagai bagian dari visi atau penglihatan dari Tuhan, yang harus ditanggapi dengan aksi nyata. Memberi tanggapan terhadap emosi yang digerakkan oleh Tuhan, supaya seperti dimaksudkan Tuhan, tidak mudah. Dikatakan, diperlukan latihan. Selanjutnya dibawah ini:


HATI YANG BERKOBAR-KOBAR


Bukankah hati kita berkobar-kobar...?” (Lukas 24:32).

Kita perlu mempelajari rahasia hati yang berkobar-kobar. Ketika mendadak Yesus tampak kepada kita, dan hati kitapun berkobar-kobar, serta kita diberi visi atau penglihatan-penglihatan ajaib. Tetapi kemudian kita harus belajar mempertahankan rahasia hati yang berkobar-kobar tersebut - hati yang dapat menghadapi apa pun. Hati yang berkobar-kobar, yang dapat dipadamkan oleh hari yang biasa-biasa dan menjemukan, dengan tugas/kewajiban serta orang-orang yang itu-itu saja, kecuali kita telah mempelajari rahasia tinggal tetap dalam Yesus.

Kebanyakan kesukaran yang kita alami sebagai orang Kristen timbul bukan sebagai akibat dari dosa, melainkan karena kita tidak memperhatikan hukum-hukum sifat alamiah (nature) kita sendiri. Misalnya, dalam hubungan emosi kita. Satu-satunya cara yang harus kita gunakan untuk menentukan apakah kita akan memberi ruang atau tidak bagi emosi tertentu dalam hidup kita adalah dengan menimbang-nimbang akibat akhir dari emosi itu. Pikirkanlah masak-masak arahnya secara logis, dan jika akibatnya adalah sesuatu yang tidak berkenan pada Allah, hentikanlah itu secepatnya.

Akan tetapi, jika itu berupa emosi yang dikobarkan oleh Roh Allah dan Anda tidak memberi ruang sebagaimana mestinya dalam hidup Anda, maka ia itu akan menyebabkan suatu tanggapan atau reaksi yang kurang dari seperti dimaksudkan Allah.

Hal itulah yang sering terjadi dengan orang-orang yang sentimentalis – orang-orang yang tidak realistis dan emosinya berlebihan. Semakin tinggi emosi, semakin dalam kemungkinan terjadi penyimpangan, jika tidak dilatih pada tingkat yang diinginkan. Jika Roh Allah telah menggerakkan Anda, ambillah keputusan-keputusan yang cermat dan berpeganglah kuat-kuat atasnya, dan biarkan akibatnya seperti apa jadinya.

Memang, kita tidak dapat tinggal selama-lamanya di atas “gunung pemuliaan” kita*), menikmati cahaya pengalaman di puncak gunung (lihat Markus 9:1-9). Akan tetapi, kita harus mematuhi terang yang kita terima di sana; kita harus menerapkannya ke dalam aksi/tindakan nyata. Bila Allah memberi kita suatu visi atau penglihatan, kita harus menanggapinya saat itu, apapun risikonya. (My Utmost for His Highest, 22 Maret 2010)

*) Yang dimaksudkan tentu keadaan dengan emosi yang dikobarkan oleh Roh Kudus.

Minggu, 21 Maret 2010

21 Mar '01 - Kepentingan (ku) atau Identifikasi (dengan) Kristus?


SIAPAPUN kita, kebutuhan rohani yang tidak terelakkan adalah mati terhadap sifat dosa: menolak apa pun mengenai hak saya atas diri saya sendiri. Ini bukan soal tekad tulus. Tekad meniru Yesus Kristus, atau tekad ikut Dia. Tetapi oleh karya Kristus dalam saya, melalui Roh Kudus. Bagian saya komitmen. Masalahnya seperti judul renungan ini, “Kepentingan (ku) atau Identifikasi (dengan Kristus)? Selanjutnya dibawah ini
 KEPENTINGAN (KU) ATAU IDENTIFIKASI (DENGAN) KRISTUS?
Aku telah disalibkan dengan Kristus ....” (Galatia 2:19).
Kebutuhan rohani kita masing-masing yang tidak terelakkan adalah kebutuhan untuk menandatangani ”akte kematian” dari sifat (natur) dosa kita. Saya harus menundukkan pendapat emosional dan keyakinan intelektual saya serta dengan rela mengerahkan kedua hal itu menjadi keputusan moral melawan sifat dosa; yaitu, melawan tuntutan apa pun mengenai hak saya atas diri saya sendiri.
Paulus berkata, “Aku telah disalibkan dengan Kristus...”. Dia tidak berkata, ”Aku telah bertekad untuk meniru Yesus Kristus” atau ”Aku sungguh-sungguh akan berusaha mengikuti Dia”, melainkan dia berkata, ” ....aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya“, atau dipersamakan (identified) dengan Dia dalam kematian-Nya.
Artinya, pada saat saya mencapai keputusan moral ini dan bertindak sesuai dengan hal itu, maka semua yang telah dikerjakan oleh Kristus untuk saya di atas salib dikerjakan-Nya dalam saya. Komitmen penuh saya kepada Allah memberi peluang kepada Roh Kudus untuk memberikan kepada saya kesucian dari Yesus Kristus.
” ...... bukan lagi aku sendiri yang hidup...”, maksudnya, kepribadian saya tetap ada, tetapi motivasi utama saya untuk hidup dan sifat (natur) yang memerintah saya secara radikal berubah. Saya masih mempunyai tubuh manusia yang sama, tetapi hak iblis yang lama atas diri saya telah dihancurkan.
 “Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging...”, artinya, bukan hidup yang saya rindu jalani/hidupi, atau yang saya harapkan saya jalani, melainkan hidup yang sekarang saya jalani/hidupi di dalam daging saya yang fana - hidup yang dapat dilihat orang lain, saya hidup oleh iman dalam Anak Allah. Iman ini bukan iman Paulus sendiri dalam Yesus Kristus, melainkan iman dari Anak Allah yang telah diberikan kepadanya (lihat Efesus 2:8). Ini tidak lagi “suatu iman dalam iman” (a faith in faith), melainkan iman yang melampaui segala batas yang dapat dibayangkan - iman yang hanya datang dari Putra Allah. (My Utmost for His Highest, 21 Maret 2010)

Sabtu, 20 Maret 2010

20 Mar '10 - Persahabatan dengan Allah

PERSAHABATAN dengan Allah, seperti judul renungan hari ini, sungguh merupakan rahasia keajaiban kasih karunia Allah, yang dimungkinkan menjadi bagian hidup anak-anak-Nya, persabahatan yang membawa kita pada kemerdekaan dan kesukaan dalam hidup; yang membuat kita ada dalam kehendak-Nya. Masalahnya, bagaimana agar kita semakin mengenal Allah lebih baik dan memperoleh pengertian yang sempurna tentang Dia.

PERSAHABATAN DENGAN ALLAH

Apakah Aku akan menyembunyikan kepada Abraham apa yang hendak Kulakukan ini ...?” (Kejadian 18:17).
Kesukaan dalam Persahabatan-Nya. Kejadian 18 menunjukkan kesukaan dalam persahabatan sejati dengan Allah, kesukaan yang tidak dapat dibandingkan dengan perasaan akan hadirat-Nya yang kadang kala dialami dalam doa. Persahabatan seperti ini merupakan hasil dari perhubungan yang sedemikian akrab dengan Tuhan sehingga Anda bahkan tidak perlu memohon kepada-Nya untuk menunjukkan kehendak-Nya kepada Anda.
Ini merupakan bukti dan suatu tingkat keakraban yang memastikan bahwa Anda sedang mendekati tahap akhir dari disiplin kehidupan iman Anda.

Bila Anda mempunyai kedudukan yang benar dalam hubungan dengan Allah, maka Anda memiliki hidup yang merdeka, bebas dan gembira; Anda ada dalam kehendak Allah. Dan semua keputusan kata hati (common sense) Anda merupakan kehendak Nya kecuali Anda merasakan suatu teguran atau kekangan yang timbul pada saat Anda menguji atau yelidiki roh Anda. Dalam terang persahabatan dengan Allah yang sempurna dan suka cita, Anda bebas mengambil keputusan, karena mengetahui bahwa jika keputusan Anda keliru maka Dia dalam kasih-Nya akan memberikan bisikan teguran/kekangan tersebut. Dan apabila Dia memberikan teguran, Anda harus segera menghentikannya.

Kesulitan dalam Persahabatan-Nya. Mengapa Abraham berhenti berdoa ketika berdoa? Dia berhenti karena dalam hubungannya dengan Allah masih kurang tingkat keakraban, yang memampukannya dengan tidak takut atau ragu-ragu melanjutkan doanya dengan Tuhan sampai keinginannya diberikan.

Bila kita mengurungkan hasrat kita sungguh dalam doa dan berkata, ‘Ah, tidak tahulah, mungkin ini bukan kehendak Allah,” maka masih ada satu tahap lain yang harus kita lalui. Ini menunjukkan bahwa pengenalan kita kita dengan Allah tidak seakrab Yesus, seperti diinginkan Yesus ada pada kita, seperti ayat “... supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu” (Yohanes 17:22).

Ingatlah akan doa terakhir yang Anda panjatkan - apakah Anda mengabdi pada hasrat Anda atau kepada Allah? Apakah tekad Anda memperoleh pemberian Roh untuk diri Anda sendiri atau untuk mendekat pada Allah? “Karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan sebelum kamu minta kepada-Nya” (Matius 6:8).

Alasan untuk memohon adalah agar Anda semakin mengenal Allah lebih baik. “Bergembiralah karena Tuhan maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu” (Mazmun 3 7:4).
Kita harus tetap berdoa untuk memperoleh pengertian yang sempurna tentang Allah. (My Utmost for His Highest, 20 Maret 2010)

Jumat, 19 Maret 2010

KEHIDUPAN IMAN ABRAHAM


KEHIDUPAN IMAN sering disalah artikan sebagai resep sukses. Dan tidak sedikit yang terjebak disini. Renungan hari ini mengatakan, menghayati kehidupan iman berarti mengasihi dan mengenal Pribadi yang memimpin kita dari hari ke hari. Kehidupan iman bukanlah kehidupan dengan pengalaman puncak kemuliaan terus menerus, melainkan kehidupan hari demi hari yang ”berjalan tanpa menjadi lelah”. Selanjutnya dibawah ini:


KEHIDUPAN IMAN ABRAHAM

Ia berangkat tanpa mengetahui tempat yang ditujunya” (Ibrani 11:8).
Dalam Perjanjian Lama, hubungan seseorang dengan Allah dilihat dari tingkat pemisahan (the degree of separation) dalam hidup orang itu. Pemisahan ini ditunjukkan dalam hidup Abraham oleh perpisahannya dari negeri dan keluarganya.
Bila kita berpikir tentang pemisahan pada masa kini, tidak dimaksudkan secara harfiah dipisahkan dari anggota keluarga yang tidak mempunyai hubungan pribadi dengan Allah, tetapi dipisahkan secara mental dan moral dari sudut pandang mereka. Inilah yang dimaksud Yesus dalam Lukas  14:26.
Menghayati kehidupan iman berarti tidak pernah mengetahui ke mana Anda dipimpin. Tetapi itu berarti mengasihi dan mengenal Pribadi yang memimpin. Secara harfiah suatu kehidupan iman, bukan pengertian atau penalaran, tetapi kehidupan dari mengenal Pribadi yang memanggil kita untuk ”pergi”. Iman berakar pada pengenalan akan seorang Pribadi, dan salah satu jebakan terbesar kemana kita dapat terjatuh adalah keyakinan bahwa jika kita mempunyai iman, maka Allah pasti akan menuntun kita kepada keberhasilan di dunia.
Tahap akhir dalam kehidupan iman adalah pencapaian pembentukan karakater, dan kita menemui banyak perubahan selama proses itu berlangsung. Kita merasa hadirat Allah di sekitar kita ketika kita berdoa, namun bagi kita hanya berdampak sesaat. Kita cenderung untuk kembali dan kembali kepada cara hidup keseharian kita dan keindahan kemuliaan hadirat Allahpun lenyap.
Memang kehidupan iman bukanlah kehidupan dari serangkaian pengalaman puncak kemuliaan yang datang susul menyusul, seperti diatas sayap burung rajawali yang melambung tinggi kian kemari, melainkan kehidupan hari demi hari dalam kemantapan atau konsistensi, kehidupan yang ”berjalan tanpa menjadi lelah” (Yesaya 40:31). Itu bahkan bukanlah soal kesucian dari pengudusan, melainkan sesuatu yang lebih jauh lagi. Ia itu adalah iman yang telah diuji dan terbukti tahan uji. Abraham bukanlah contoh dari kesucian dari pengudusan, melainkan contoh kehidupan iman - suatu iman, yang teruji dan sejati, yang dibangun di atas Allah yang benar. “Percayalah Abraham kepada Allah (Roma 4:3). (My Utmost for His Highest, 19 Maret 2010)

Kamis, 18 Maret 2010

DAPATKAH SAYA MENCAPAI TINGKAT INI?

Kembali Renungan hari ini, tentang topik yang ”tidak populer” masa kini: tentang kecucian/kekudusan, jasmani dan rohani. Seperti judul renungan, kita diajak untuk mempertanyakan ”Dapatkah Saya Mencapai Tingkat Ini?” Dan hal itulah yang ingin dijawab dalam renungan ini, seperti dibawah ini:

Dapatkan Saya Mencapai Tingkat Ini?


” ..... karena kita sekarang memiliki janji-janji itu, marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah” (2 Korintus 7:1).

” ....karena kita sekarang memiliki janji-janji itu ....”. Saya menuntut janji-janji Allah untuk hidup saya dan menantikan penggenapannya, tetapi itu hanya menunjukkan perspektif atau pandangan manusiawi. Perspektif Allah adalah bahwa melalui janji-janji-Nya saya akan mengenal tuntutan kepemilikan-Nya atas diri saya.
Misalnya, sadarkah saya bahwa tubuh saya adalah bait Roh Kudus? (1 Korintus 6:19), atau adakah saya membiarkan beberapa kebiasaan dalam tubuh saya yang jelas bertentangan dengan terang Allah?

Allah membentuk Anak-Nya dalam diri saya melalui pengudusan, memisahkan saya dari dosa dan membuat saya suci dalam pandangan-Nya (lihat Galatia 4:19). Akan tetapi, saya harus mulai mengubah hidup lahiriah saya menjadi hidup rohani dengan mematuhi Dia.

Allah memberikan petunjuk-petunjuk-Nya bahkan sampai pada rincian terkecil dari kehidupan kita. Dan apabila Dia membawa Anda pada keyakinan akan dosa Anda, maka janganlah minta pertimbangan kepada orang-orang dekat Anda melainkan sucikanlah diri Anda dari dosa tersebut dengan segera (Galatia 1:16). Peliharalah diri Anda tetap suci dalam perilaku Anda sehari-hari.

Saya harus menyucikan diri saya dari semua kecemaran tubuh dan roh saya sampai keduanya selaras dengan sifat Allah. Apakah pikiran dan roh saya sepenuhnya sesuai dengan kehidupan Anak Allah di dalam diri saya, ataukah secara mental saya memberontak dan menolak untuk taat? Apakah kita mengizinkan pikiran Kristus dibentuk dalam diri saya? (lihat Filipi 2:5).

Kristus tidak pernah berbicara tentang hak-Nya sendiri, tetapi selalu menjaga kewaspadaan batin untuk menaklukkan roh-Nya kepada Bapa-Nya. Saya juga bertanggung jawab untuk memelihara roh saya agar sesuai dengan Roh-Nya. Dan bila saya berbuat demikian, Yesus secara berangsur mengangkat saya ke tingkat di mana Dia berada - tingkat penyerahan sempurna kepada kehendak Bapa-Nya, dimana saya tidak memberikan perhatian pada apapun yang lain.

Apakah saya sedang menyempurnakan jenis kesucian diatas ini dalam takut akan Allah? Apakah Allah mendapatkan tempat bagi-Nya dalam saya seperti dikehendaki-Nya, dan apakah orang-orang mulai melihat Allah dalam hidup saya semakin lama semakin nyata?

Bersikaplah sungguh-sungguh dalam komitmen Anda kepada Allah dan dengan gembira meninggalkan segala sesuatu lainnya. Tempatkanlah Allah pada urutan pertama dalam hidup Anda. (My Utmost for His Highest, 18 Maret 2010)

Rabu, 17 Maret 2010

17 Mar '01 - SASARAN UTAMA SEORANG HAMBA


RENUNGAN hari ini, ”Sasaran Utama Seorang Hamba”, menegaskan pentingnya kehidupan pribadi kita sebagai hamba Tuhan dihadapan-Nya, yaitu berkenan pada-Nya. Itulah prioritas tertinggi, bukan kegiatan betapa hebatpun itu. Hal itulah yang menentukan kepatutan atau kelayakan kita bagi Tuhan dalam hidup pelayanan kita keluar, dihadapan orang-orang. Selanjutnya dibawah ini:
SASARAN UTAMA SEORANG HAMBA

”Sebab itu juga kami berusaha, ........ supaya kami berkenan kepada-Nya”. (2 Korintus 5:9)
Perkataan Paulus, ”Sebab itu juga kami berusaha”, berarti dibutuhkan suatu keputusan dan usaha secara sadar untuk tetap mempertahankan sasaran utama didepan kita. Itu berarti kita menempatkannya sebagai prioritas tertinggi dari tahun ke tahun; dalam hal mana prioritas pertama kita bukan memenangkan jiwa, mendirikan gereja, atau mengadakan kebaktian kebangunan rohani, tetapi hanya berusaha ”agar berkenan kepada-Nya”.
Bukan karena tidak ada atau kurangnya pengalaman rohani yang membawa kita pada kegagalan, melainkan karena kurangnya usaha untuk memusatkan perhatian kita pada sasaran yang benar. Paling sedikit sekali seminggu ujilah diri Anda di hadapan Allah untuk memastikan apakah hidup Anda sudah memenuhi tolok ukur yang telah ditetapkan-Nya untuk Anda. Paulus adalah bagaikan seorang musisi yang tidak mempedulikan pendapat penonton, asalkan dia mendapat perkenan Dirigennya.
Sasaran apa pun yang mengalihkan kita sedikit saja dari sasaran utama, yaitu “layak di hadapan Allah” (2 Timotius 2:15) mungkin akan mengakibatkan kita menolak melayani Dia lebih lanjut. Bila Anda mengenal arah sasaran, maka Anda akan memahami perlunya terus “mata tertuju kepada Yesus” (Ibrani 12:2). Paulus membicarakan pentingnya mengendalikan tubuhnya sehingga tidak akan membawanya ke arah yang keliru. Dia berkata, “Aku melatih tubuhku dan menguasainya, supaya... jangan aku sendiri ditolak’ (1 Korintus 9:27).
Saya harus belajar mengaitkan segala sesuatu dengan sasaran utama, dengan memeliharanya tanpa interupsi atau gangguan. Kepatutan atau kelayakan saya bagi Allah di muka umum diukur oleh bagaimana saya sesungguhnya dalam hidup pribadi. Apakah sasaran utama saya dalam kehidupan adalah untuk berkenan kepada-Nya dan diterima oleh-Nya, ataukah kurang dari itu, betapa pun muluk kedengarannya? (My Utmost for His Highest, 17 Maret 2010)

Selasa, 16 Maret 2010

16 Maret 2010 - Tuhan Akan Mengadili

RENUNGAN hari ini ”Tuhan Akan Mengadili” tentang topik yang tidak pernah populer – dosa! Namun, tidak seorangpun dapat mengelak dari padanya. Dikatakan, salah satu hukuman dari dosa adalah penerimaan kita atas dosa itu. (Dan), bukan hanya Allah yang menghukum dosa, namun dosa itu sendiri menguasai diri orang berdosa dan meminta bayaran penuh kembali. Selanjutnya dibawah ini.




TUHAN AKAN MENGADILI



Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus (2 Korintus 5:10).

Paulus menyatakan bahwa kita semua, baik pengkhotbah maupun kaum awam, “harus menghadap takhta pengadilan Kristus”. Akan tetapi, jika Anda mau belajar di sini saat ini untuk hidup di bawah sorotan terang Kristus yang murni, maka pengadilan akhir Anda hanya akan mendatangkan sukacita dalam melihat karya yang telah dikerjakan Allah di dalam diri Anda.

Teruslah hidup sambil mengingatkan diri Anda sendiri tentang takhta pengadilan Kristus, dan berjalanlah dalam pengetahuan akan kekudusan yang telah diberikan-Nya kepada Anda.

Mentoreransi/membiarkan sikap keliru terhadap orang lain menyebabkan Anda mengikuti roh iblis, betapa pun kudusnya Anda. Sebuah penilaian duniawi tentang orang lain hanya akan memenuhi tujuan neraka di dalam diri Anda. Bawalah segera kedalam terang dan akuilah, “Ya Tuhan, aku telah bersalah dalam hal itu”.

Jika Anda tidak melakukannya, maka hati Anda akan menjadi semakin dan semakin keras. Salah satu hukuman dari dosa adalah penerimaan kita atas dosa itu. Bukan hanya Allah yang menghukum dosa, namun dosa itu sendiri bercokol di dalam diri orang berdosa dan mengambil korbannya.

Tidak ada pergumulan atau doa yang akan menyanggupkan Anda berhenti melakukan hal-hal tertentu, dan hukuman dosa adalah bahwa Anda berangsur-angsur terbiasa dengan itu, sampai akhirnya Anda bahkan tidak sadar bahwa itu adalah dosa. Tidak ada kuasa, selain kuasa setelah dipenuhi Roh Kudus, yang dapat mengubah atau mencegah akibat-akibat dosa.

”Jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang...” (1 Yohanes 1:7). Bagi kebanyakan dari kita, hidup di dalam terang berarti hidup menurut tolok ukur yang telah kita tetapkan bagi orang lain. Sikap orang Farisi terburuk yang kita tampilkan masa kini bukanlah kemunafikan, melainkan sikap hidup dalam dusta yang tidak disadari. (My Utmost for His Highest,16 Maret 2010)

Senin, 15 Maret 2010

Disiplin Kecemasan


PERNAH merasa asing, merasa tidak kenal, merasa cemas dalam ikut Tuhan? Renungan hari ini berbicara hal ini, yang tampaknya juga menjadi bagian pengalaman hidup rohani penulisnya Oswald Chambers. Seperti juga pernah dialami oleh murid Yesus. Apa yang sesungguhnya terjadi, melalui hal itu, Yesus Kristus harus menggali dalam-dalam setiap dosa dan dukacita yang dapat kita alami, sebagai bagian disiplin-Nya!

Disiplin Kecemasan
“.... orang-orang yang mengikuti Dia dari belakang merasa takut” (Markus 10:32).
SETIAP orang pernah seperti murid dalam ayat diatas, dalam ikut Yesus cemas dan takut. Pada awal kehidupan kita dengan Yesus Kristus, kita yakin bahwa kita mengetahui semua hal tentang ikut Yesus. Saat itu sesuatu yang menyenangkan “meninggalkan segala sesuatu” dan menyandarkan diri pada-Nya dalam suatu pernyataan kasih yang tidak mengenal rasa takut. Akan tetapi, kemudian ada saat, kita tidak begitu yakin atau pasti. Yesus sepertinya berada jauh di depan kita dan tampaknya berbeda dan rasanya tidak kenal, asing dengan Dia. Seperti digambarkan dalam ayat diatas - “Yesus berjalan di depan. Murid-murid merasa cemas” (Markus 10:32)*).
Memang ada satu aspek tentang Yesus yang menjadikan bahkan seorang murid tawar hati dan membuat seluruh kehidupan rohaninya mengap-mengap. Jesus, Pribadi yang luar biasa ini, yang wajah-Nya “seperti batu api” (Yesaya 50:7, NKJV) melangkah melesat di depan saya, dan menimbulkan rasa takut pada diri saya. Dia tidak lagi seperti Penasihat dan Sahabat saya. Dia sepertinya mempunyai sudut pandang yang tentangnya saya tidak mengetahui apa-apa. Yang dapat saya lakukan hanyalah berdiri dan menatap-Nya dengan rasa heran bukan main. Pada mulanya saya yakin saya memahami-Nya, tetapi kini saya tidak pasti. Saya mulai menyadari adanya jarak antara Yesus dan saya, dan rasanya saya tidak lagi akrab dengan Dia. Saya tidak tahu kemana Dia pergi, dan tujuan-Nya menjadi terasa jauh dan asing.
Melalui hal itu, Yesus Kristus harus menggali dalam-dalam setiap dosa dan dukacita yang dapat dialami manusia, dan itulah yang membuat Dia tampaknya kita tidak kenal? Bila kita melihat aspek ini tentang Dia, kita menyadari bahwa kita sesungguhnya tidak mengenal-Nya. Kita tidak mengenal bahkan satupun sifat hidup-Nya, dan kita tidak mengetahui bagaimana cara untuk mulai mengikut Dia. Dia berada jauh di depan kita, seorang Pemimpin yang tampaknya benar-benar tidak kita kenal, dan kita tidak mempunyai persahabatan dengan Dia.
Semuanya itu adalah bagian dari disiplin kecemasan/ketakutan dari Tuhan, suatu pelajaran penting yang harus dipelajari oleh seorang murid. Bahayanya adalah kita cenderung menoleh kebelakang pada saat-saat kepatuhan kita (dulu) dan pada pengorbanan-pengorbanan yang pernah kita berikan kepada Allah, dalam usaha membangkitkan kembali semangat kita kepada-Nya agar tetap kuat (lihat Yesaya 1: 10-11). Akan tetapi, ketika awan gelap kecemasan datang, hadapilah itu sampai berakhir, karena dari situ akan timbul kesanggupan untuk mengikuti Yesus dengan sungguh-sungguh, yang akan mendatangkan sukacita yang ajaib dan tidak terkatakan. (My Utmost for His Highest, 15 Maret 2010)

*) Selengkapnya Markus 10:31: “Yesus dan murid-murid-Nya sedang dalam perjalanan ke Yerusalem dan Yesus berjalan di depan. Murid-murid merasa cemas dan juga orang-orang yang mengikuti Dia dari belakang merasa takut. Sekali lagi Yesus memanggil kedua belas murid-Nya dan Ia mulai mengatakan kepada mereka apa yang akan terjadi atas diri-Nya”

Minggu, 14 Maret 2010

MENYERAH

RENUNGAN berjudul “Menyerah” hari ini berbicara tentang perhambaan pada diri sendiri karena menyerah pada keakuan dan apapun yang bersifat hawa-nafsu. Dan dikatakan, tidak ada kuasa dalam jiwa manusia dari kekuatan sendiri sanggup mematahkan perbudakan yang diakibatkannya. Hanya penyerahan kepada Yesus mamapu mematahkan setiap bentuk perbudakan dalam hidup seseorang. Selanjutnya dibawah ini:

MENYERAH

…. kamu adalah hamba orang itu, yang harus kamu taati...” (Roma 6:16).

HAL PERTAMA yang harus saya akui bila saya menyelidiki hal yang mengendalikan dan menguasai saya adalah bahwa sayalah yang bertanggung jawab karena telah menyerahkan diri saya kepada apa saja. Jika saya menjadi hamba bagi diri saya sendiri, maka sayalah yang harus dipersalahkan karena pada masa lalu saya telah menyerah kepada diri saya sendiri. Demikian pula, jika saya mematuhi Allah maka saya berbuat demikian karena pada saat tertentu dalam hidup saya, saya menyerahkan diri kepada Allah.

Jika seorang anak dibiarkan tunduk pada keakuan, maka kita akan mendapati bahwa keakuan adalah tirani atau “penjajahan” paling memperbudak di bumi ini. Tidak ada kuasa dalam jiwa manusia yang sanggup mematahkan perbudakan yang diakibatkan oleh sikap menyerah. Misalnya, bila Anda menyerah satu detik saja pada apa pun yang bersifat hawa nafsu, maka walaupun Anda mungkin membenci diri sendiri karena telah menyerah, Anda menjadi hamba pada hal tersebut. (Ingatlah apa arti hawa nafsu – “Aku harus memperolehnya sekarang”, apakah itu nafsu daging atau nafsu pikiran/angan-angan).

Tidak ada kelepasan atau keluputan dari hal itu yang berasal dari kekuatan manusia mana pun, kecuali melalui kuasa penebusan. Anda harus menyerahkan diri dengan penuh kerendahan hati kepada Pribadi satu-satunya yang dapat mematahkan kekuatan yang menguasai hidup Anda, yaitu Tuhan Yesus Kristus. “...Ia telah mengurapi Aku ... untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan...” (Lukas 4:18-19 dan Yesaya 61:1).

Bila Anda menyerah pada sesuatu, Anda akan segera menyadari akan kendalinya yang luar biasa atas diri Anda. Walaupun Anda berkata, “Ah, aku dapat membuang kebiasaan itu bila aku mau”, Anda akan tahu bahwa Anda tidak dapat melakukannya. Anda akan mendapati bahwa kebiasaan itu sepenuhnya menguasai Anda karena Anda dengan rela tunduk kepadanya.

Memang mudah untuk menyanyi, ”Dia akan memutuskan setiap belenggu,” padahal pada saat yang bersamaan Anda menjalani hidup perhambaan yang nyata-nyata terhadap diri sendiri. Akan tetapi, menyerah kepada Yesus akan mematahkan setiap bentuk perbudakan dalam hidup seseorang. (My Utmost for His Highest, 14 Maret 2010)

Sabtu, 13 Maret 2010

PENYERAHAN TOTAL ALLAH KEPADA KITA


”Penyerahan Total Allah Kepada Kita”, judul renungan hari ini. Kebenaran yang sungguh menakjubkan! Dikatakan, waspadalah, jangan berbicara tentang penyerahan jika kita tidak mengetahui apa-apa tentang (penyerahan) itu. Kita takkan pernah mengetahui apa pun tentang penyerahan sebelum kita memahami makna Yohanes 3:16 bahwa Allah seutuhnya dan sepenuhnya menyerahkan diri-Nya kepada kita. Selanjutnya dibawah ini:

PENYERAHAN TOTAL ALLAH KEPADA KITA
Karena Allah begitu mengasihi dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan...” (Yohanes 3:16).
KESELAMATAN tidak semata-mata berarti pembebasan dari dosa atau pengalaman kesucian pribadi. Keselamatan yang berasal dari Allah berarti sepenuhnya dibebaskan dari diri kita sendiri, dan ditempatkan ke dalam persatuan yang sempurna dengan Dia. Bila saya berpikir tentang pengalaman keselamatan saya, saya berpikir tentang pembebasan dari dosa dan memperoleh kesucian pribadi. Akan tetapi, keselamatan mempunyai makna yang lebih dari itu! Keselamatan itu berarti bahwa Roh Allah membawa saya ke dalam hubungan yang akrab dengan Pribadi Allah sendiri. Dan dalam hal saya larut dalam penyerahan kepada Allah, saya menjadi dipenuhi gelora sesuatu yang jauh lebih besar dari diri saya sendiri.
Apabila kita mengatakan bahwa kita dipanggil untuk memberitakan kesucian atau pengudusan berarti kita lepas dari point sesungguhnya. Kita dipanggil untuk memberitakan Yesus Kristus (lihat 1 Korintus 2:2). Kenyataan bahwa Dia menyelamatkan kita dari dosa dan membuat kita kudus sesungguhnya merupakan akibat dan penyerahan-Nya yang total dan ajaib kepada kita.
Waspadalah, jangan berbicara tentang penyerahan jika kita tidak mengetahui apa-apa tentang hal itu. Malah sebenarnya, Anda takkan pernah mengetahui apa pun tentang hal itu (penyerahan) sebelum Anda memahami Yohanes 3:16 bahwa Allah seutuhnya dan sepenuhnya menyerahkan diri-Nya kepada kita.

Dalam penyerahan kita, kita harus memberikan diri kita kepada Allah dengan cara yang sama seperti Dia memberikan diri-Nya kepada kita – total dan tanpa syarat. Konsekuensi dan situasi yang diakibatkan oleh penyerahan kita bahkan tidak pernah terlintas dalam pikiran kita, karena hidup kita akan dipenuhi oleh Dia. (My Utmost for His Highest, 13 Maret 2010)

Jumat, 12 Maret 2010

PENYERAHAN TOTAL

RENUNGAN hari ini mengingatkan betapa sering alasan penyerahan kepada Allah salah - untuk mendapat imbalan. Betapa egoisnya kita bila datang kepada Allah untuk memperoleh sesuatu dari Dia, bukannya datang untuk (mendapatkan) Allah sendiri. Juga diingatkan, betapa mudah orang berbicara tentang penyerahan, tetapi tidak pernah sungguh-sungguh mengalami penyerahan. Selanjutnya dibawah ini:



PENYERAHAN TOTAL

Petrus berkata kepada Yesus, “Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau” (Markus 10:28).
Tuhan menanggapi pernyataan Petrus ini dengan berkata bahwa penyerahan ini adalah “karena Aku dan karena Injil” (Markus 10:29), bukan untuk memperoleh imbalan.

Waspadalah terhadap penyerahan berlatar-belakang keuntungan pribadi yang mungkin dihasilkan dari penyerahan. Misalnya, ”Aku akan menyerahkan diri kepada Allah karena aku ingin dibebaskan dari dosa, karena aku ingin menjadi suci.”Dibebaskan dari dosa dan menjadi suci adalah akibat dari dibenarkan oleh Allah, tetapi penyerahan yang dihasilkan dari pemikiran atau alasan seperti ini sesungguhnya bukan sifat kekristenan sejati.

Alasan dari penyerahan kita janganlah sama sekali untuk keuntungan pribadi. Betapa egoisnya kita bila kita datang kepada Allah untuk memperoleh sesuatu dari Dia, bukannya datang untuk Allah sendiri. Itu sama seperti berkata, ”Tidak, Tuhan, aku tidak menghendaki Engkau; aku menghendaki diriku sendiri. Tetapi aku sungguh ingin Engkau membersihkan aku dan memenuhi aku dengan Roh Kudus-Mu. Aku ingin ditampilkan dalam etalase-Mu agar aku dapat berkata, ”Inilah yang telah dikerjakan Allah bagiku.”

Alasan mendapatkan surga, dibebaskan dari dosa dan dijadikan berguna bagi Allah, merupakan hal-hal yang bahkan seharusnya jangan sekali-kali dipertimbangkan dalam penyerahan yang sungguh. Penyerahan total sejati adalah suatu pilihan terutama pribadi hanya untuk Yesus Kristus sendiri.

Di manakah tempat bagi Yesus Kristus ketika kita sampai pada kendala hubungan keluarga? Kebanyakan dari kita akan meninggalkan Dia dengan dalih, “Ya, Tuhan, aku mendengar Engkau memanggilku, tetapi keluargaku membutuhkan aku dan aku perlu dengan mereka. Aku tidak dapat meneruskan perjalananku lagi” (lihat Lukas 9:57- 62). Maka, “Kalau begitu,” ujar Yesus, ”engkau tidak dapat menjadi murid-Ku’’ (lihat Lukas 14:26-33).

Penyerahan yang benar akan selalu melampaui pengabdian lahiriah. Kalau saja kita mau berserah, Allah sendiri akan turun membereskan yang ada dibelakang kita dan akan memenuhi kebutuhan mereka, sehubungan dengan penyerahan kita. Waspadalah agar kita jangan berhenti dan tidak sampai pada berserah sepenuhnya kepada Allah. Kebanyakan kita hanya mempunyai pandangan tentang penyerahan ini tetapi tidak pernah sungguh-sungguh mengalami penyerahan. (My Utmost for His Highest, 12 Maret 2010)

Kamis, 11 Maret 2010

KETAATAN PADA PENGLIHATAN DARI SURGAWI


RENUNGAN hari ini berbicara tentang makna visi surgawi dalam hidup kita. Namun visi itu tidak pernah mendapat tempat bagi penggenapannya dalam hidup kita, karena kita terjebak oleh kesibukan kegiatan kita. Renungan ditutup dengan ”jika Anda memilih sendiri tempat Anda akan ditanam oleh Allah, maka Anda akan terbukti kelak tidak produktif seperti ”kulit kacang yang hampa”. Selanjutnya dibawah ini:

KETAATAN PADA PENGLIHATAN DARI SURGAWI
Kepada penglihatan yang dari surga itu tidak pernah aku tidak taat” (Kisah Para Rasul 26:19).
Jika kita kehilangan “penglihatan yang dari surga” yang telah diberikan Allah kepada kita, maka kita sendirilah yang bertanggungjawab - bukan Allah. Kita kehilangan visi surgawi itu karena kurangnya pertumbuhan rohani kita sendiri.
Jika kita tidak menerapkan kepercayaan kita tentang Allah ke dalam urusan hidup kita sehari-hari, maka visi yang diberikan Allah kepada kita takkan pernah digenapi. Satu-satunya cara untuk mematuhi visi surgawi adalah memberikan seluruh pengabdian kita untuk meninggikan-Nya – yang terbaik dari kita untuk kemuliaan-Nya.
Ini dapat terlaksana hanya bila kita bertekad untuk terus mengingat dan mengingat kembali visi Allah. Tetapi ujian bagi ketaatan kita kepada visi tersebut adalah dalam detil hidup sehari-hari kita – dalam setiap detik atau menitnya - bukan hanya pada saat doa pribadi atau ibadah kebaktian.
“ Sebab penglihatan  ......; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu ….” (Habakuk 2:3). Kita tidak dapat menggenapi visi atau penglihatan itu dengan usaha kita sendiri, tetapi harus hidup di bawah ilhamnya sampai visi itu digenapi. Kita dapat begitu sibuk dengan kegiatan sehingga kita lupa akan visi tersebut. Pada awalnya kita memberikan perhatian, namun kita tidak menantikannya. Kita dikejar-kejar oleh kegiatan dan ketika visi digenapi, kita bahkan tidak dapat melihatnya lagi.
Menantikan penglihatan yang “berlambat-lambat” merupakan ujian sesungguhnya dari kesetiaan kita kepada Allah. Kita sesungguhnya membiarkan hidup jiwa kita dalam bahaya dengan membiarkan diri kita terperangkap dalam berbagai kesibukan kegiatan kita, sehingga kehilangan penggenapan dari visi atau penglihatan tersebut.
Perhatikanlah (datangnya) badai Allah. Satu-satunya cara Allah “menanam” orang percaya adalah melalui pusaran badai-Nya. Maukah Anda ternyata hanya ”kulit kacang yang hampa tanpa kacang di dalamnya”? Itu akan tergantung pada benar atau tidaknya Anda hidup dalam terang visi yang telah Anda lihat.
Biarlah Allah mengutus Anda melalui badai-Nya, dan jangan pergi sebelum Dia melakukannya. Jika Anda memilih sendiri tempat Anda akan ditanam, maka Anda akan terbukti kelak tidak produktif seperti ”kulit kacang yang hampa”. Namun, jika Anda mengizinkan Allah menanam Anda, Anda akan “berbuah banyak” (Yohanes 15:8). Penting bagi kita untuk hidup ”berjalan dalam terang” visi Allah bagi kita (1 Yohanes 1:7). (My Utmost for His Highest, 11 Maret 2010)

Rabu, 10 Maret 2010

MENJADI TELADAN DARI AMANAT-NYA

SALAH SATU KEBENARAN dalam renungan hari ini, bahwa Allah mampu membawa pekerja Kristen melampaui aspirasi dan gagasannya sendiri, dan membentuk dia untuk maksud tujuan-Nya, seperti yang dikerjakan-Nya dalam kehidupan para murid setelah Pentakosta. Asalkan kita mengizinkan Allah mendapat kebebasan penuh, mengerjakan pembebasan-Nya pertama-tama menjadi nyata dalam hidup kita. Selanjutnya dibawah ini


MENJADI TELADAN DARI AMANATNYA

Beritakanlah Firman” (2 Timotius 4: 2).

Kita bukan hanya diselamatkan hanya untuk menjadi alat bagi Allah, melainkan untuk menjadi Anak-anak-Nya. Dia tidak menjadikan kita menjadi sekedar petugas rohani tetapi menjadi pembawa amanat rohani, dan amanat tersebut harus menjadi bagian dari diri kita. Anak Allah sendiri merupakan amanat Allah sendiri - “Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup” (Yohanes 6:63).

Sebagai murid-Nya, hidup kita harus menjadi teladan suci dan realita dari amanat yang kita sampaikan. Memang hati seseorang yang belum diselamatkan dapat juga melayani karena penugasan menghendaki demikian, tetapi diperlukan hati yang remuk oleh keinsyafan dosa, dibaptis oleh Roh Kudus dan ditaklukkan ke dalam kendali maksud tujuan Allah untuk menjadikan hidup seseorang sebagai teladan yang suci dari amanat Allah.

Ada perbedaan antara memberikan kesaksian dan berkhotbah. Seorang pengkhotbah adalah seseorang yang telah menerima panggilan Allah dan dengan tekun memakai seluruh tenaganya untuk menyatakan kebenaran Allah. (Tetapi) Allah membawa kita melampaui aspirasi dan gagasan kita sendiri, dan membentuk dan menempa kita untuk maksud tujuan-Nya bagi kita, seperti yang dikerjakan-Nya dalam kehidupan para murid setelah Pentakosta. Maksud dari Pentakosta bukanlah untuk mengajarkan sesuatu kepada para murid, melainkan membuat mereka menjadi inkarnasi atau penjelmaan dari khotbah mereka sehingga mereka secara harfiah menjadi amanat Allah dalam rupa manusia “...kamu akan menjadi saksi-saksi-Ku...” (Kisah Para Rasul 1:8).

Izinkanlah Allah mendapat kebebasan penuh dalam hidup Anda bila Anda berbicara. Sebelum amanat Allah dapat membebaskan orang lain, pertama-tama pembebasan-Nya harus menjadi nyata dalam diri Anda. Kumpulkan bahan Anda dengan cermat, dan kemudian izinkan Allah untuk “membakar kata-kata Anda” bagi kemuliaan-Nya. (My Utmost for His Highest, 10 Maret 2010)

Selasa, 09 Maret 2010

BERBALIK ATAU BERJALAN BERSAMA YESUS?


RENUNGAN hari ini mengatakan, banyak orang masa kini mencurahkan hidup mereka dan bekerja untuk Yesus Kristus, tetapi mereka sebenarnya tidak sungguh-sungguh berjalan ikut Dia, karena tidak mau risiko. Tetapi masing-masing harus menjawab pertanyaan Yesus bagi diri kita sendiri bukan bagi orang lain: “Apakah kamu tidak mau pergi juga?” Selanjutnya dibawah ini:
Berbalik Atau Berjalan Bersama Yesus?
Apakah kamu tidak mau pergi juga?” (Yohanes 6:67).
Alangkah tajamnya pertanyaan itu! Kata-kata Tuhan kita sering menerpa kita ketika Dia berbicara dengan cara yang paling sederhana. Walaupun kita tahu siapa Yesus itu, Dia bertanya, Apakah kamu tidak mau pergi juga? Kita harus terus-menerus mempertahankan suatu sikap berani ambil risiko terhadap Tuhan, apa pun kemungkinan bahaya yang menantikan kita secara pribadi.
“Mulai saat itu banyak murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia” (Yohanes 6:66). Mereka berbalik dari berjalan bersama Yesus; bukan berjalan ke dalam dosa, melainkan berjalan menjauhi Dia.
Banyak orang masa kini mencurahkan hidup mereka dan bekerja untuk Yesus Kristus, tetapi mereka sebenarnya tidak sungguh-sungguh berjalan dengan Dia. Satu hal yang selalu dituntut Allah dan kita adalah kesatuan dengan Yesus Kristus. Setelah dipisahkan melalui pengudusan, kita harus mendisiplin hidup rohani kita untuk mempertahankan kesatuan yang erat ini.
Bila Allah memberi Anda suatu ketetapan hati yang jelas mengenai kehendak-Nya, semua usaha keras Anda untuk mempertahankan hubungan itu dengan cara tertentu tidak perlu sama sekali. Yang dibutuhkan hanyalah menjalani hidup dengan ketergantungan mutlak pada Yesus Kristus. Jangan sekali-kali berusaha menjalani kehidupan Anda bersama Allah dengan cara yang lain dari cara-Nya. Dan cara-Nya berarti pengabdian mutlak kepada-Nya. Rahasia untuk berjalan bersama Yesus adalah tidak mempedulikan ketidak-pastian yang ada dihadapan Anda.
Petrus melihat Yesus hanya sebagai Seorang yang dapat memberikan keselamatan kepadanya dan kepada dunia. Akan tetapi, Tuhan menghendaki kita menjadi kawan sekerja untuk Dia.
Dalam Yohanes 6:70, Yesus dengan kasih mengingatkan Petrus bahwa dia dipilih untuk pergi bersama Dia. Dan kita masing-masing harus menjawab pertanyaan ini bagi diri kita sendiri bukan bagi orang lain: “Apakah kamu tidak mau pergi juga?” (My Utmost for His Highest, 9 Maret 2010)

Senin, 08 Maret 2010

KEHIDUPAN YANG DISERAHKAN

INTROSPEKSI tidak pernah mudah. Karena selalu ada celah bagi pembenaran diri atas kesalahan kita. Tapi renungan hari ini mengatakan, apabila seseorang melihat dirinya sungguh-sungguh seperti Tuhan melihatnya, maka bukan saja dosa-dosa kedagingan yang menjijikkan yang mengejutkan dirinya, juga sifat buruk dan kesombongan hatinya yang melawan Yesus Kristus. Selanjutnya dibawah ini:



KEHIDUPAN YANG DISERAHKAN

Aku telah disalibkan dengan Kristus” (Galatia 2:19).

UNTUK menjadi satu dengan Yesus Kristus, seseorang bukan hanya harus bersedia melepaskan dosa, melainkan juga menyerahkan seluruh pandangan hidupnya atas segala hal. Dilahirkan kembali oleh Roh Allah berarti pertama-tama kita harus bersedia melepaskan sesuatu sebelum kita menggenggam yang lainnya. Hal pertama yang harus kita serahkan adalah semua kepura-puraan atau tipu daya kita.

Yang diinginkan Tuhan untuk kita diserahkan kepada-Nya bukanlah kebaikan, kejujuran atau usaha kita untuk berbuat lebih baik, melainkan dosa seluruhnya. Sesungguhnya, hanya itulah yang dapat diambil-Nya dari kita. Dan yang diberi-Nya kepada kita sebagai ganti dari dosa kita adalah kebenaran yang utuh. Akan tetapi, kita harus menyerahkan semua kepura-puraan bahwa diri kita adalah layak dihadapan Tuhan, dan menghentikan semua tuntutan kita bahwa kita layak untuk kebaikan Allah.

Kemudian, Roh Allah akan menunjukkan kepada kita hal yang perlu kita serahkan selanjutnya. Dalam setiap langkah dari proses ini, kita diharuskan untuk melepas tuntutan kita atas hak-hak kita. Adakah kita bersedia melepaskan genggaman kita atas semua yang kita miliki, hasrat kita, dan segala sesuatu lainnya dalam hidup kita? Siapkah kita disatukan dengan kematian Yesus Kristus?

Kita akan menderita kekecewaan sangat dan menyakitkan sebelum kita menyerah sepenuhnya. Bila seseorang melihat dirinya sungguh-sungguh seperti Tuhan melihatnya, maka bukan saja dosa-dosa kedagingan menjijikkan yang mengejutkan dirinya, melainkan sifat buruk dan kesombongan hatinya yang melawan Yesus Kristus. Bila dia melihat dirinya sendiri dalam terang Tuhan, maka rasa malu, takut dan penghukuman akan menerpa dirinya.

Jika Anda dihadapkan dengan pertanyaan tentang kerelaan penyerahan ini, , maka ambillah ketetapan hati untuk terus menjalani ”krisis” tersebut, sambil menyerahkan semua milik dan diri Anda seluruhnya kepada-Nya. Dan Allah pun akan melengkapi Anda untuk melakukan semua yang diinginkan-Nya dari Anda. (My Utmost for His Highest, 8 Maret 2010)